5 Destinasi Anti Mainstream di Jogja yang Bisa Bikin Penikmat Seni dan Sastra Betah.

Bukan untuk hura-hura atau sekadar pamer di sosial media, tapi lebih kepada ketenangan jiwa :)

Travelling bukan milik mereka yang cuma suka eksis di dunia maya, berfoto dengan latar belakang berbagai wilayah hanya untuk dipamerkan ke banyak orang. Menjelajah tempat baru bagi orang – orang kreatif sering dijadikan ajang pencarian ide, proses berpikir juga berkarya.

1. Menangkap Momen di Stasiun Lempuyangan, Keruwetan Sederhana yang Bernilai Istimewa

Advertisement

Kreator seni dan sastra akan menamai perjalanan sebagai pembelajaran. Tidak ada yang lebih dituju selain sumber ide berwujud ketenangan atau bahkan keramaian itu sendiri. Di Jogjkarta semua hal yang menyeret inspirasi, terlihat lebih berserakan dan menjamur. Stasiun lempuyangan sebagai salah satu titik awal dan akhir, menampilkan pesona urban yang bersahaja.

Kesibukan di stasiun lempuyangan bukan berisi dengan keramaian sesak, meski orang berlalu lalang tanpa henti. Penduduk lokal yang berjalan tenang, turis lokal yang kebingungan menyeret – nyeret koper. Gambaran yang sangat mungkin dinikmati dengan sebuah kamera di tangan, sebuah buku catatan dan bolpoin, atau juga sebuah kertas sobekan dari buku sketsa.

Apa yang kita dapat disana mungkin tidak sesegar alam pegunungan, tidak selapang garis pantai. Melainkan sesuatu yang terlalu biasa dan terlanjur menyatu dengan keseharian banyak manusia, tanpa perhatian lebih. Justru disitu lah letak magis stasiun lempuyangan. Menawarkan rutinitas yang memancing mata insan kreatif untuk melihat lebih jeli, atau memaksa mereka agar menikmati hal – hal sederhana secara lebih istimewa seperti yang telah jogja contohkan.

Advertisement

2. Berdialog dengan Lukisan di Bentara Budaya Jogjakarta

bentara budaya

bentara budaya via http://beritadaerah.co.id

Menikmati karya seni, bisa jadi salah satu cara untuk menaklukkan keangkuhan sebagai pelancong saat travelling. Saat datang ke Bentara Budaya Jogjakarta – sebuah bangunan yang dari luar seperti sebuah rumah berarsitektur lampau, kita akan segera lupa jadwal yang telah disusun selama berlibur.

Lukisan – lukisan yang dipamerkan secara berkala di sana akan menyedot pecinta seni untuk tidak pernah terburu – buru dalam berkarya. Termasuk setelah mendapatkan ide dan melakukan proses kreatif. Di sini pula, kita bisa melepaskan problem – problem realita hidup yang terlalu rasional, hanya dari mengawasi corak – corak abstrak berbagai lukisan yang dipajang.

Sesekali kita juga membiarkan alam bawah sadar turut berbincang dengan goresan cat pada kanvas yang membentuk pola – pola tak beraturan. Kita tentu tidak butuh uang atau jenis materi apapun agar faham semua keindahan – keindahan itu. Kita hanya butuh waktu dan kejujuran untuk memahami diri sendiri agar bisa menangkap semua makna dari keindahan lukisan tersebut.

Advertisement

3. Menemukan Surga Kecil di Kebun Bibi

kebun bibi

kebun bibi via https://oumagz.com

Kebun Bibi tidak terletak di pusat kota Jogja yang gampang disentuh oleh turis – turis pengejar eksistensi. Dia memang pilihan yang tepat dan secara signifikan ditujukan untuk orang yang benar – benar menyukai buku. Berlokasi di sebuah perumahan kecil, kebun bibi menyapa setiap pengunjungnya dengan suasana hangat dan intim.

Koleksi buku yang ditawarkan memang tak sebanyak toko buku pada umumnya, hanya beberapa rak saja. Tetapi, jangan khawatir, disini kita hanya akan menemukan buku – buku berkualitas. Semua buku disini juga bernilai orisinil dari berbagai negara. Konsekuensinya tentu saja bahasa pengantar seluruh buku yang berupa bahasa asing (tidak hanya inggris, ada beberapa yang berbahasa perancis, mandarin, dan latin).

Ada dua pilihan yang ditawarkan untuk membacanya, kita bisa membaca langsung di lokasi sampai jam operasional kedai tutup, dengan ditemani berbagai kudapan dan selingan diskusi bersama pemilik. Ataupun cara kedua yang menjadi favorit sebagian pengunjung, yakni mengadopsi koleksi buku disana untuk dimiliki pribadi. Hanya berkisar lima belas ribu rupiah sampai tujuh puluh ribu rupiah, kita bisa membawa pulang buku tersebut.

4. Kongkow Pintar di Eksotisme Kedai Basa – Basi

basa basi

basa basi via https://i0.wp.com

Jogja malam hari adalah waktu yang pas untuk orang – orang pintar tanpa jabatan dan seragam berkumpul. Kafe Basa – Basi adalah satu dari sekian banyak tempat yang mampu menghadirkan sastrawan lokal, seniman jalanan, para akademisi, kalangan penulis, untuk saling berdiskusi. Ditemani secangkir kopi atau teh yang mengepul, laki – laki dan perempuan disana membicarakan banyak hal tentang hidup dengan beragam teori dan pandangan filsafat.

Kafe Basi – Basi juga serupa identitas yang dimilki oleh banyak kedai kopi lainnya di jogjakarta, yang bukan saja menyuguhkan kopi dan makanan, atau paling banter seperti kedai – kedai kopi di kota besar yang juga berjualan indahnya tempat kongkow sebagai spot foto. Melainkan sebuah kedai yang membungkus dirinya dengan elemen – elemen penyentuh rasa estetis seseorang melalui seni dan sastra.

Kita tidak perlu heran dengan wajah kedai, kafe, bahkan yang sesederhana warung kopi di jogja yang menyublim sebagai galeri dan perpustakaan, justru ramai oleh pengunjung. Sementara kafe, kedai dan sejenisnya yang menawarkan konsep kekinian malah tidak berusaha diakrabi oleh banyak masyarakat.

5. Merenung dalam Keheningan di Lir Shop

Siapa sangka rumah asri yang kesepian di Jalan Anggrek, Kawasan Gondokusuman Jogjakarta ini mengandung banyak hal sempurna, untuk pecinta seni dan sastra?

Ya, Lir Shop namanya.

Sebuah rumah yang didalamnya menyimpan buku – buku koleksi kaya wacana. Bukan hanya itu, jika beruntung pengunjung yang datang akan bisa menikmati beberapa karya seni, karena Lir Shop juga menyediakan dua kamar dalam rumah sebagai galeri kecil bagi seniman lokal yang hendak melangsungkan solo exhobition.

Lir, juga benar – benar sangat tepat sebagai tempat menyendiri. Suasana yang sepi dari hiruk pikuk akan memudahkan kita untuk memusatkan diri pada inspirasi. Suasana sepi disini bukan sekedar tagline dan dibuat – buat. Untuk itu, pengunjung yang hanya berpura – pura menyukai seni dan sastra, serta tidak terlalu suka sendirian pasti tidak akan mampu berlama – lama singgah di tempat yang begitu istimewa ini.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pengamat, pelajar sastra dan desain, penikmat buku. Sering pusing di keramaian, agak tidak bisa menerima hal - hal mainstream. Susah memilih antara membaca, menulis atau menonton film.

CLOSE