5 Didikan Orang Tua yang Justru Menghidupkan Toxic Masculinity Pada Anak!

Orang tua wajib tahu!

Toxic masculinity adalah gagasan masyarakat patriarki terkait pria untuk berperilaku dengan cara tertentu. Toxic masculinity menuntut pria untuk selalu terlihat macho dan tegas agar  dipandang sebagai “pria sejati”. Pemikiran ini kemudian berdampak ke kehidupan sosial dimana laki-laki dianggap lebih powerful dari kaum perempuan dan mengkotak-kotakkan pekerjaan yang yang boleh dikerjakan dan tidak boleh dikerjakan oleh laki-laki. 

Orang tua zaman dahulu kebanyakan adalah korban tradisi patriarki dimana tradisi tersebut kemudian ditanamkan sejak kecil kepada anak laki-laki mereka. Hal ini yang menyebabkan toxic masculinity masih mengakar dalam kehidupan saat ini. Berikut ini adalah contoh ajaran toxic masculinity yang bersumber dari orang tua!

ADVERTISEMENTS

1. Orang tua menyuruh mereka untuk menyembunyikan emosi

anak menangis

anak menangis via https://pixabay.com

“kok nangis, malu dong diliatin anak cewek!” “anak cowok gaboleh nangis ”

Yap! Pasti sering mendengarkan kalimat tersebut terlontar dari orang tua untuk menenangkan putranya ketika menangis atau ketakutan, padahal menyuruh mereka untuk menyembunyikan emosi dapat  membuat mereka malu dan terlihat lemah. Karena ajaran tersebut anak laki-laki kemudian rentan mengekspresikan kondisi emosional mereka kepada kekerasan fisik dan akan mengurangi sifat empati anak kepada orang lain.

Anak laki-laki ataupun perempuan, mereka tidak memiliki perbedaan untuk mengekspresikan rasa takut atau emosional mereka. Mereka berhak merasa sedih, menangis atau takut akan sesuatu tanpa dicap cengeng oleh orang dewasa.

ADVERTISEMENTS

2. Orang tua membatasi mainan mereka

anak laki-laki  dan boneka

anak laki-laki dan boneka via https://pixabay.com

Memilihkan mainan untuk anak adalah hal yang kurang bijak, pun orang tua juga tidak berhak melarang apa yang mereka sukai. Mereka berhak bermain dengan boneka, berhak menyukai tema kupu-kupu atau memakai baju berwarna pink.

Bermain permainan anak perempuan dapat membuat mereka lebih lemah lembut dan belajar menjadi ayah yang baik nantinya, memiliki empati dan lebih peka terhadap sesuatu. Selain itu membatasi imajinasi dan ketertarikan anak dapat membuatnya kehilangan jati diri dan dibayangi oleh anggapan bahwa diri mereka seperti anak perempuan ketika bermain boneka.

ADVERTISEMENTS

3. Kepala keluarga memberikan contoh diskriminasi

ayah dan anak

ayah dan anak via https://pixabay.com

Umumnya setiap anak belajar dari cara orang tua mereka memperlakukan satu sama lain, kerukunan orang tua mempengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan anak mereka. Namun tanpa sengaja orang tua menjadi contoh yang buruk bagi anak dengan memperlihatkan tindakan diskriminasi gender dalam rumah tangga.

Misalnya ketika keputusan kepala keluarga menjadi mutlak dan tidak mengizinkan ibunya ikut bependapat, anak laki-laki akan mencontoh hal tersebut dengan menganggap bahwa posisi laki-laki diatas perempuan dan itu adalah tindakan yang benar. Sebaliknya, ketika kepala keluarga memberikan posisi kepada istri untuk berpendapat dan menghargai istrinya, anak laki-laki akan belajar bagaimana dirinya memperlakukan perempuan dengan semestinya.

ADVERTISEMENTS

4. Melarang anak laki-laki membersihkan rumah

anak laki-laki

anak laki-laki via https://pixabay.com

Salah satu ajaran orang tua zaman dahulu adalah melarang anak laki-laki mereka menyentuh tugas kaum perempuan seperti memasak dan membersihan rumah, padahal hal tersebut merupakan basic skill yang semua orang harus miliki tanpa memandang gender.

Orang tua sebaiknya mengedukasi putra mereka bahwa mencuci, menyapu dan memasak bukan hanya tugas kaum perempuan, sehingga laki-laki tidak perlu takut dipandang tidak maskulin ketika melakukan pekerjaan rumah. Selain itu, anak juga akan belajar tanggung jawab dan memiliki empati sehingga ketika dewasa dia bisa menjadi suami yang baik bagi istrinya.

ADVERTISEMENTS

5. Secara tidak sengaja mempermalukan mereka

“Masa sama anak cewek aja kalah!” Dalam kompetisi seperti olahraga seringkali orang mempercayai laki-laki akan lebih unggul dibanding perempuan. Sehingga ketika anak laki-laki kalah, kalimat tersebut akan terlontar dari mulut orang tua dan tanpa sengaja membunuh rasa percaya diri putra mereka. Perilaku tersebut dapat membentuk perilaku internalized misogyny pada anak laki-laki yaitu memiliki kebencian terhadap perempuan serta memicu pemikiran toxic masculinity dimana sebagai laki-laki ia harus selalu menang.

Orang tua adalah pemberi contoh paling dasar pada anak untuk mengatasi toxic masculinity. Biarkan anak perempuan bermain sepak bola dan biarkan anak laki-laki les ballet jika itu yang mereka sukai.  Ajari anak-anak untuk tidak mengkotak-kotakkan “hal-hal laki-laki” dan “hal-hal perempuan” dengan begitu dia bisa menjadi diri mereka sendiri tanpa harus khawatir dicap “menyimpang”

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

I am a night thinker