Sering Buat Tertekan. Berikut 5 Jenis Tuntutan yang Acapkali Diberikan Keluarga pada Generasi yang Lebih Muda

Keluarga, seharusnya, menjadi rumah paling nyaman untuk seorang anak kembali pulang. Keluarga, seharusnya, tempat paling dirindukan saat jarak memisahkan. Memberi perlindungan dan kata-kata menghangatkan ketika hati sedang merengkuh kepedihan. Namun, tidak semua keluarga bisa berlaku demikian. Seperti luput dari perhatian, nyatanya, ada saja keluarga yang justru bersikap dingin pada anggotanya. Menuntut ini itu untuk dipenuhi tanpa ingin tahu apa saja yang telah dilalui.

Merasa tertekan, mungkin adalah reaksi wajar. Bagaimana tidak, dituntut ini dan itu sangatlah melelahkan memang. Tapi bagaimanapun harus tetap berjuang, jika perlu segeralah ambil langkah berani untuk bilang bahwasanya kamu tidak bisa begitu saja membiarkan masa mudamu hilang.

Berikut 5 jenis tuntutan yang seringkali disalahgunakan keluarga pada generasi yang lebih muda.

Advertisement

1. Sejak kecil, kamu sering disuguhkan beraneka ragam pertengkaran kedua orangtuamu. Ketika beranjak tumbuh layaknya manusia biasa, kamu dituntut untuk jauh lebih dewasa dari usiamu.

Foto oleh Monstera dari Pexels

Foto oleh Monstera dari Pexels via https://www.pexels.com

Pertengkaran kedua orangtua adalah momok paling menyeramkan bagi seorang anak. Bahkan jika frekuensinya terlalu sering, momok tersebut dapat berubah menjadi mimpi buruk dan trauma tidak berkesudahan. Alhasil, kapan saja bisa terbawa-bawa hingga ke lingkungan kehidupan.

Anehnya, orangtua selalu menuntut anak mereka yang notabennya korban untuk memaklumi seakan pertengkaran adalah hal wajar yang berterima. Padahal seharusnya tidak demikian, sebab, anak berhak berbahagia dan melalui proses tumbuh kembang tanpa beban yang dilimpahkan keluarga.

Advertisement

Jika sudah begini, sang anak barangkali akan merangkak menyembuhkan diri sendiri yang entah butuh berapa lama untuk benar-benar sembuh tanpa ‘embel-embel’.

2. Kamu ‘dipaksa’ menerima apa adanya dan bertanggung jawab atas kondisi keluarga bagaimanapun bentuknya.

Photo by MART PRODUCTION from Pexels

Photo by MART PRODUCTION from Pexels via https://www.pexels.com

Kasus yang sering terjadi di lingkungan adalah keluarga ‘memaksa’ anak mereka menerima kondisi keluarga dan memintanya bertanggung jawab akan kondisi tersebut. Sayangnya, kondisi yang dimaksud seringkali berbentuk ‘borok’nya keluarga.

Advertisement

Misal, sang anak dipaksa menerima kenyataan bahwa keluarganya mengalami kebangkrutan dan sang ayah berubah menjadi seorang penjudi yang memiliki hutang di sana sini. Sebagai anak, dituntut harus bertanggung jawab atas situasi tersebut seperti membayar semua hutang-hutang keluarga.

Menghadapi gentingnya keadaan keluarga yang bangkrut boleh jadi pelajaran berharga—bagaimana seorang anak bersama ayah dan ibunya berproses untuk kembali bangkit, misalnya. Namun, diminta melunasi hutang barangkali agak sedikit tidak adil di sini. Ya, memang betul sebuah keluarga harus saling membantu dan bekerja sama, namun, dituntut bertanggung jawab sendirian tanpa adanya uluran tangan rasa-rasanya cukup membuat diri tertekan.

3. Dituntut untuk berbakti dan balas budi seakan selama ini berhutang kehidupan

Photo by Vlada Karpovich from Pexels

Photo by Vlada Karpovich from Pexels via https://www.pexels.com

Jangan dulu menikah, jika kamu belum bisa memberikan apa-apa kepada kedua orangtua!

Pernah dengar kalimat tersebut atau sedang mengalaminya? Ya, sebagian masyarakat masih ada yang menerapkan ‘aturan’ anak harus membalas budi orangtua dan jika dirasa cukup, sang anak barulah diperkenankan menikah.

Mungkin di luar sana ada banyak anak atau generasi yang merasa baik-baik saja, toh berbakti pada orangtua adalah keharusan. Namun, ada juga yang beranggapan ‘aturan’ tersebut cukup memberatkan.

Berbakti kepada kedua orangtua sangatlah dianjurkan. Namun, sejatinya berbakti dan balas budi pada orangtua bisa dilakukan dengan beragam cara bisa ditunjukkan dengan kesuksesan, kebahagiaan, pencapaian dan sebagainya.

Bicarakan pada orangtuamu akan kesanggupanmu membalas jasa mereka. Jangan sampai kamu merasa terbebani seolah berhutang kehidupan pada keduanya.

4. Tidak ada kebebasan hak bersuara. Semua langkah yang kamu ambil selalu ditentukan keluarga.

Foto oleh cottonbro dari Pexels

Foto oleh cottonbro dari Pexels via https://www.pexels.com

Memilih jurusan kuliah harus dari pilihan keluarga. Melamar pekerjaan pun harus di perusahaan yang ditentukan orangtua. Bahkan menentukan tambatan hati juga wajib dari seleksi para tetua keluarga. Kalau sudah demikian, fix kalian benar-benar kehilangan kebebasan bersuara.

Menuruti setiap perintah orangtua amatlah baik, apalagi jika tujuan orangtuamu juga baik untuk masa depanmu. Tapi, tanyakan sendiri pada dirimu, apakah sanggup? Bila tidak sanggup, jangan jadikan beban pikiran melainkan berdialoglah pada kedua orangtuamu. Percaya deh, kalau dikomunikasikan secara baik, hasilnya juga akan baik-baik saja.

5. Kamu harus sempurna. Semua yang kamu lakukan tanpa keterlibatan keluarga, besar kemungkinan adalah salah.

Foto oleh Feedyourvision dari Pexels

Foto oleh Feedyourvision dari Pexels via https://www.pexels.com

Tuntutan orangtua lainnya adalah anak-anak mereka harus sempurna. Mulai dari nilai, jenjang pendidikan, bahkan karir. Demi mencapai kesempurnaan itu, sang anak dituntut mengikuti seluruh ‘aturan’ yang diterapkan oleh para orangtua. Jika melanggar, maka itu kesalahan besar.

Sejujurnya, setiap anak juga menginginkan kesempurnaan mendapatkan prestasi, meniti pendidikan di sekolah bergengsi, meraih karir yang diinginkan, sebagainya dan sebagainya.

Namun, perlu diketahui pula, tiap-tiap anak memiliki warna dan keterbatasan masing-masing. Barangkali, anak pertama memiliki kelebihan di bidang seni, sedangkan anak kedua menonjol di bidang ekonomi. Sebagai orangtua, seharusnya, tidak menuntut tetapi mengarahkan dan memberi pandangan. Sebagai anak pun tidak perlu berkecil hati, kamu harus mencari celah untuk memberi penjelasan jika kamu memang merasa apa-apa yang dituntutkan membuatmu terkekang.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

selalu ingin belajar menulis

CLOSE