9 Pertanyaan Romantis sampai Realistis yang Bisa Jadi Bahan Deeptalk sama Pasangan. Wajib Coba!

Bahan deeptalk sama pasangan

Semalam, mungkin aku bertanya banyak hal padanya yang pernah menjalin hubungan romantis. Obrolan tadi malam mungkin kepikiran begini, sampai batas mana semua ini berlabuh?  

Untukmu yang tengah dilanda kegamangan, karena susah mencari tema demi sebuah obrolan, nih ada beberapa hal yang bisa kamu jadikan bahan. Tidak ada jawaban pasti, namun inilah pertanyaan-pertanyaan yang sekiranya bisa dilontarkan.

Advertisement

1. Kita datang dari dua keluarga dan gaya asuh yang beda. Bagaimana dengan luka pengasuhan waktu kecil?

Ayah dan ibu juga belajar. Mungkin kita berdua juga. (Photo by Caleb Oquendo from Pexels)

Ayah dan ibu juga belajar. Mungkin kita berdua juga. (Photo by Caleb Oquendo from Pexels) via https://www.pexels.com

Gaya pengasuhan orang tua yang lahir pada generasi boomers, nggak dipungkiri menimbulkan trauma sendiri bagi anak-anaknya yang lahir sebagai generasi milenial. Anak milenial yang menjunjung tinggi kesetaraan dan transparansi, kerap merasa terintimidasi kalau gaya pengasuhannya judgemental, membatasi, dan berbau toxic positivity

Orang tua manapun pasti ingin anaknya dilindungi. Namun, tidak semua melindungi bisa membebaskan sayap anak-anaknya. Kata-kata insulting compliment seperti “Oh jadi gini ya anak ibu/ayah sekarang? Mulai hebat melawan ya.” Padahal niatnya adalah berdiskusi dengan pertimbangan-pertimbangan.

Advertisement

2. Hubungan jarak jauh mengharuskan semua butuh percaya. Apa kita bisa?

Saling percaya itu dekat. Dekat? Belum tentu. (Photo by Milan Popovic on Unsplash)

Saling percaya itu dekat. Dekat? Belum tentu. (Photo by Milan Popovic on Unsplash) via http://https

Beruntung ya jika kita hidup di zaman terkoneksi 24 jam. Kehadiran teknologi video call, perekam pesan suara di aplikasi perpesanan, atau media sosial, membuat kita tahu kabar masing-masing. 

Namun, tidak semua diungkap transparan. Tidak tahu bagaimana emosi aslinya, bagaimana tindak-tanduknya, atau bagaimana matanya berbicara. Semua hubungan butuh percaya, apalagi jarak jauh. Namun harus seberapa percaya?

3. Bekerja 8 jam sehari. Meski, capek dan kadang lelah hati, masih mau kan saling berbagi cerita?

Jangan-jangan, kamu ingat yang lain? Photo by Joshua Rawson-Harris on Unsplash

Jangan-jangan, kamu ingat yang lain? Photo by Joshua Rawson-Harris on Unsplash via https://unsplash.com

Bahkan melebihi 8 jam sehari saja sudah termasuk lembur. Konektivitas dengan rekan kerja semakin meningkat, apalagi di jam-jam lembur. Sudahlah lelah, pusing, terbawa emosi karena kerjaan belum kelar. Siapa lagi yang menjadi teman cerita?

Advertisement

4. Saat hamil dan melahirkan, baby blues dan kelelahan luar biasa buat emosi tinggi. Maukah kamu bantu tanpa melihat perubahan fisikku nanti?

Kehangatan buah hati kita, bukan buah hati kamu atau aku! (Photo by Alex Hockett on Unsplash)

Kehangatan buah hati kita, bukan buah hati kamu atau aku! (Photo by Alex Hockett on Unsplash) via https://unsplash.com

Tidak jarang, cerita-cerita kehidupan rumah tangga mulai banyak dibagi di akun-akun parenting, anonim, penasihat keuangan, atau bahkan influencer di Twitter dan Instagram. Perubahan fisik karena hamil, ditambah lagi dengan rasa lelah karena membawa bayi di dalam. Tidak jarang membuat reaksi paksu atau pak suami sedikit berbeda.

Jika melahirkan, pekerjaan rumah bertambah lagi karena harus mengurus buah hati tercinta. Perubahan fisik belum selesai. Mungkin saja sudah kelelahan duluan dan tidak ingin bercinta. Masa kamu mau mencari kehangatan dengan yang lain?

5. Kerja keras sampai sakit, sebenarnya apa sih yang kamu cari?

Kamu kerja, asuransinya juga terpakai terus (Photo by Pranidchakan Boonrom from Pexels)

Kamu kerja, asuransinya juga terpakai terus (Photo by Pranidchakan Boonrom from Pexels) via https://www.pexels.com

Ceritamu yang bilang: 

“Gue sehat-sehat kok. Lo aja kali udah tua”. 

“Nggak kok, gue nggak minum boba atau kopi susu”.

“Lo kira gue merokok atau vaping? Gue duta rokok tau~”

Dan kesibukan-kesibukan lain yang perlahan menggerogoti tubuh, seperti duduk terlalu lama, toleran terhadap radiasi layar, kurang gerak, atau mungkin terhirup asap kendaraan dan rokok secara pasif. 

Sangat biasa jika lembur itu pesan makanan-makanan enak. Lapar di malam hari memang butuh energi karbo lebih banyak, khususnya yang asin, gurih, dan manis. 

Aku tidak tahu di sini, kalau kamu mungkin begitu. Tapi aku berbaik sangka saja. Kalau kamu sakit demam, batuk, pilek, dan kehujanan adalah kesalahan sendiri. 

6. Aku tahu kamu gaul dan sering bertemu orang baru. Tapi, apakah kamu minum dan merokok?

Sebentar, mumpung masih muda. (Photo by Ryan Searle on Unsplash)

Sebentar, mumpung masih muda. (Photo by Ryan Searle on Unsplash) via https://unsplash.com

Memang tidak bisa digeneralisasi kalau anak muda tanggung menuju dewasa coba-coba minum dan merokok. Hanya untuk bersenang-senang. Minimal melangkahkan kaki ke bar atau clubbing untuk melepas penat. 

Mungkin tidak semua, tapi aku ragu. Ada banyak hal di luar kontrol yang akan terjadi kan?

7. Bagaimana jika nanti aku harus kembali bekerja demi tegaknya finansial keluarga?

Perempuan bekerja juga untuk berkarya. (Photo by Vanilla Bear Films on Unsplash)

Perempuan bekerja juga untuk berkarya. (Photo by Vanilla Bear Films on Unsplash) via https://unsplash.com

Mungkin perdebatan warganet hingga kini adalah perempuan di rumah atau perempuan bekerja. Sejatinya itu bukan masalah, asal ada komunikasi yang jelas dan tegas. 

Obrolan semalam pun diutarakan lagi, bagaimana jika kasusnya perempuan itu pekerja media, anggota TNI/Polri, jaksa, hakim, pengacara, jurnalis, pekerja film, aktivis NGO, dan sebagainya yang harus pulang malam? 

“Ya kalau dia menikmati pekerjaan itu, nggak apa-apa.” 

“Kecuali dia mengeluh sampai rumah. Daripada capek dengerinnya, mending istirahat aja di rumah.” 

8. Kamu kapan ke rumah?

Kapan ya? Sekalian bawa ini kali ya? (Photo by George Coletrain on Unsplash)

Kapan ya? Sekalian bawa ini kali ya? (Photo by George Coletrain on Unsplash) via https://unsplash.com

“Sabar ya, nanti gue kabarin.”

“Gue masih sibuk ngurusin perusahaan startup gue, biar bisa pensiun sebelum 30 tahun. Jadi lo nggak perlu kerja terlalu keras.”

“Kalo lo siap, gue siap.” 

“Ayo titi karirnya dulu, supaya masing-masing ada persiapan.” 

Dan berbagai alasan yang mungkin akan sering terdengar. Rasanya tidak sabar ingin menemuimu dan berteriak “Jangan bilang ini bukan takdir kita dan dipersulit!” 

9. Ya, setidaknya…

Photo by bruce mars from Pexels

Photo by bruce mars from Pexels via https://www.pexels.com

Obrolan semalam membuatku dan mungkin semua perempuan yang menanti kamu berpikir, begitu berjuangnya menjadi perempuan di negeri ini.

Setidaknya membebaskan pikiran berlebih ini untuk terlebih dahulu mencintai diri sendiri.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Photo-hunter. Currently, read her thoughts on nadiakhadijah.com.

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE