Beberapa Pertimbangan Serius Dari Sisi Perkembangan Anak Dalam Sistem Sekolah Daring, Perlu Dipikirkan Nih!

Tanpa henti pemerintah melakukan upaya pencegahan penyebaran pandemi Covid-19 seperti pembatasan aktivitas sosial misalnya yang di dalamnya mencakup sistem pendidikan yang masih sangat disarankan untuk dilakukan secara daring.

Dalam tahun pertama, kendalanya hanya sebatas penyesuaian penggunaan teknologi sebagai sarana pembelajaran. Orang tua dan anak secara “terpaksa” harus mengerti sistem penerapan sekolah daring seperti video conference, ujian dengan form, mengedit video untuk tugas, dan berbagai cara agar pembelajaran diharapkan menjadi efektif.

Tapi, saat pembelajaran daring memasuki tahun kedua, muncul masalah-masalah baru dalam pembelajaran ini, yaitu masalah perkembangan psikologis anak. Kok bisa?

Advertisement

1. Interaksi Sosial

Foto oleh cottonbro dari Pexels

Foto oleh cottonbro dari Pexels via https://www.pexels.com

Kita semua tahu bahwa sekolah adalah sebuah tempat yang bertujuan untuk mempersiapkan seseorang untuk bergabung sebagai manusia di masyarakat. Interaksi sosial yang terjadi di sekolah dapat melatih kemampuan sosial anak dalam menghadapi orang lain. Katakan saja misalnya jika berangkat menggunakan transportasi umum, seorang anak harus bertemu dengan pengemudi dan bertemu orang di sepanjang perjalanannya.

Selain itu ketika di sekolah, anak akan melakukan interaksi dengan teman sebaya baik itu satu angkatannya, kakak kelas, atau adik kelas. Selanjutnya adalah interaksi dengan guru. Interaksi sosial ini bahkan berlaku ketika anak melakukan transaksi pembelian kepada penjual makanan dan koperasi sekolah.

Advertisement

Jika dalam jangka panjang proses interaksi sosial ini “menghilang”, maka saat seorang anak terjun ke dalam masyarakat akan terjadi rasa canggung untuk bertemu seseorang.

2. Kejujuran

Photo by Monstera From Pexels.com

Photo by Monstera From Pexels.com via http://pexels.com

Kenapa kejujuran masuk dalam daftar ini?
Ada berbagai hal yang dapat membentuk kejujuran di sekolah, misalnya saja tentang ujian sekolah dan membuat prakarya. Meskipun di sekolah memang tidak menjamin ujiannya dikerjakan sendiri (misalnya saja mencontek teman atau membuka buku), tetapi saat pelaksanaannya di rumah, justru akan semakin mengkhawatirkan. Bahkan, orang tua bisa saja menjadi “pelaku utama” dalam kegagalan pembentukan kejujuran ini.

Advertisement

Ketika anak tidak paham dengan materi ajar maka seringkali orang tua akan membantu anak mengerjakan ujiannya, atau bahkan memberikan izin untuk akses internet dalam pengerjaan ujiannya.

Selain itu pula, banyak tugas anak yang bahkan bukan dikerjakan oleh anak tersebut. Sehingga, selain melunturkan nilai kejujuran dari anak, aspek akademis pun akan sulit diukur. Bisa saja seorang anak yang nilainya tinggi tapi bukan hasil karya anak tersebut.

3. Kerja sama Anak

Photo by Monstera via Pexels.com

Photo by Monstera via Pexels.com via http://pexels.com

Hal ini masih berkaitan dengan interaksi sosial pada daftar sebelumnya, namun lebih meruncing kepada kerja sama. Kerjasama disini pun mencakup dalam pengerjaan tugas kelompok atau seperti kerjasama dalam kegiatan olahraga, kegiatan kebersihan kelas, dan beragam hal yang melibatkan kerjasama lainnya.

Kita semua pun tahu bahwa pandemi ini sangat membatasi segala bentuk interaksi, untuk itu akan ada pengurangan atau bahkan penghilangan terhadap tugas yang berkaitan dengan pekerjaan secara berkelompok.

4. Proses Pendewasaan Mental

Photo by Andrea Piacquadio from Pexels.com

Photo by Andrea Piacquadio from Pexels.com via http://pexels.com

Hal ini adalah hal yang paling banyak dikeluhkan oleh orang tua di rumah, mungkin saja kita adalah salah satunya. Pendewasaan diri adalah usia psikologis seseorang atau bisa disebut usia psikologis. Berbeda dengan usia biologis yang bertambah setiap harinya, usia psikologis terbentuk dari faktor internal dan eksternal.

Bayangkan jika seorang anak sudah sekolah daring sejak kelas 4 (empat) sekolah dasar selama 3 (tiga) tahun dengan kondisi sekolah dilakukan secara virtual dan jarang keluar rumah karena pembatasan aktivitas, yang pada akhirnya lingkungan kehidupannya lebih banyak dilakukan di dalam rumah. Mungkin secara usia biologisnya anak tersebut sudah dapat masuk ke sekolah menengah pertama (SMP), namun secara usia mentalnya? Anak tersebut masih terjebak di dalam usia mental anak kelas 4 (empat) sekolah dasar.

Tidak percaya? Coba tanyakan kepada lingkungan sekitar kita yang memiliki anak di usia tersebut.

5. Pendidikan Bukan Hanya Tentang Nilai Tertulis

Photo by Agung Pandit Wiguna From Pexels.com

Photo by Agung Pandit Wiguna From Pexels.com via http://pexels.com

Sebenarnya masih sangat banyak yang bisa dibahas, namun karena hal-hal tersebut masih berkaitan dengan hal sebelumnya, maka akan disebutkan pada daftar berikut.

1. Kedisiplinan
2. Kemampuan fisik
3. Pengembangan kemampuan non-akademis
4. Kemandirian

Sekolah mungkin saja sudah memikirkan hal ini dengan melakukan hal-hal lain sebagai solusi, sehingga sekolah tidak hanya menekankan kepada “nilai” akademis saja. Misalnya melakukan pertemuan ke sekolah satu kali dalam satu minggu, melakukan tugas interaktif antar teman meskipun menggunakan video conference, melakukan absensi ketika jam pelajaran, dan upaya lain yang dianggap mampu sedikitnya menggantikan proses yang hilang dalam sekolah tatap muka. Pendidikan daring memang sebuah pemanfaatan teknologi secara positif, namun saat ini masih banyak nilai-nilai dalam perkembangan psikologis anak yang belum bisa digantikan melalui pembelajaran daring.

Mari kita tetap berdoa dan terus berharap agar pandemi segera berakhir dan semua kembali menjadi normal.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Define Your Own Success, Create Your Own Future.

CLOSE