Serba Serbi 17-an: Berbagai Kegiatan yang Dulunya Dirasa Menyebalkan, Ternyata Sekarang Bikin Kangen

Rindu Kemeriahan Agustusan

Menyambut perayaan HUT RI ke-76, banyak di antara kita yang mulai disibukkan dengan berbagai kegiatan. Baik mempersiapkan acara/tugas tertentu, maupun yang hanya sibuk menyeka air mata haru karena terkenang momen Agustusan yang telah sekian lama berlalu. Dalam situasi seperti saat ini, sepertinya lebih banyak yang masuk ke kategori kedua, ya?

Kenangan memang sesuatu yang tak terduga. Baik kemunculannya, maupun isinya. Ada kalanya kejadian yang dulu menyakitkan, atau menyebalkan, kini menjadi hal yang lucu jika diingat lagi. Atau sebaliknya. Semakin teringat, semakin kita larut di dalamnya.

Begitu juga dengan kenangan tentang momen Agustusan atau 17-an. Memang, kegiatan 17-an rasanya sama saja setiap tahunnya. Upacara, lomba, pentas seni, karnaval. Merah putih di mana-mana. Namun, seperti yang kita lihat dan rasakan bersama bahwa dua tahun ini kondisi negara Indonesia sedang tidak biasa. Kemeriahan Agustusan pun tidak banyak terasa. Jangankan untuk berpesta, sekadar berkumpul dengan teman atau tetangga pun kita belum bisa leluasa. 

Kondisi ini membuat kita merenungkan banyak hal. Termasuk momen Agustusan yang pernah kita lalui di tahun-tahun sebelumnya. Tentunya banyak kesan yang tertinggal di benak kita. Duh… kapan ya bisa  seru-seruan ikut lomba di lapangan lagi? Kok jadi kangen ya, padahal dulu jadi panitia 17-an itu capek banget?! Nah, biar nostalgianya makin terasa, coba kita ingat-ingat lagi yuk kegiatan yang dulunya kita anggap menyebalkan di momen 17-an. Siapa sangka hal itu sekarang sulit untuk dilakukan (lagi) dan bikin akhirnya kangen.

Advertisement

1. Mengikuti Lomba

Photo by @anassueb from Pixabay

Photo by @anassueb from Pixabay via https://pixabay.com

Ya, tidak semua orang memiliki jiwa kompetisi. Agenda yang rutin dan hampir selalu ada selama 17-an ini melibatkan semua masyarakat dari berbagai kategori usia. Mulai anak-anak hingga lansia.

Meski demikian, tidak semuanya merasa enjoy ketika mengikuti perlombaan. Terlepas apa pun faktor penyebabnya. Bisa jadi karena malu, bosan dengan lomba yang itu-itu saja, atau sering kalah sehingga pesimis dan tidak mau ikut lagi, hehe.

Advertisement

Lingkungan tempat tinggal, sekolah, hingga tempat kerja biasanya memiliki rangkaian perlombaan yang menarik. Makan kerupuk, lari kelereng, balap karung, menyanyi, menari, dan lainnya. Kegiatan tersebut sekaligus menjadi wadah untuk mengakrabkan satu sama lain.

Kini, untuk sekadar bebas berkumpul pun masih dibatasi, apalagi menyelenggarakan berbagai lomba?Tentunya perlu banyak penyesuaian dan adaptasi peraturan. 

Advertisement

Banyak perlombaan yang dialihkan ke berbagai media digital. Sejumlah media pun ikut berlomba menyelanggarakan sejumlah kompetisi untuk memeriahkan Hari Kemerdekaan RI. 

Suasana 17-an memang masih terasa semaraknya, namun ada rasa rindu pada lelahnya berlomba-lomba di lapangan terbuka. Rindu juga dengan seru-seruan bersama teman-teman atau sorak sorai penonton yang memberi semangat pada peserta lomba.

2. Ikut Karnaval dan Pentas Seni

Photo by @masbebet form Pixabay

Photo by @masbebet form Pixabay via https://pixabay.com

Jadwal latihan yang padat. Mencoba berbagai macam jenis kesenian. Berdandan dan menyewa kostum yang unik. Gugup karena akan disaksikan banyak orang. Hal tersebut menjadi kerepotan tersendiri ketika akan tampil di acara pentas seni atau karnaval 17-an. Dua acara ini biasanya memang sekaligus menjadi ajang unjuk bakat. Seni tari, seni musik, teater, dan lainnya.

Tidak jarang di antara sekian banyak yang tampil itu ada beberapa yang merupakan korban telunjuk, alias (terpaksa) tampil karena ditunjuk orang lain. Bukan atas kemauan mereka sendiri. Bagi mereka yang pemalu, hal ini tentunya menjadi momok tersendiri. Sebisa mungkin mereka akan menghindari agar tidak ditunjuk untuk tampil. 

Rangkaian kegiatan pentas seni atau karnaval yang monoton juga seringkali membuat sebagian orang enggan terlibat di dalamnya. Bosan, acaranya itu-itu saja. Belum jika terlibat menjadi panitia sekaligus penampil, repotnya dobel! 

Sayangnya, hampir dua periode 17-an itu kerepotan itu nyaris tidak pernah dirasakan. Perayaan 17-an tanpa pentas seni yang disaksikan langsung oleh penonton, rasanya hambar. Jadi kangen meriahnya panggung pentas seni. Juga meriahnya jalanan yang diisi orang-orang dengan kostum yang unik. Meski degup jantung tak beraturan karena gugup atau malu, semua tersamarkan oleh dekorasi dan kostum yang warna warni. 

3. Jalan Sehat

Photo by RUN 4 FFWPU from Pexels

Photo by RUN 4 FFWPU from Pexels via https://www.pexels.com

Selain karnaval, jalanan di berbagai wilayah juga akan dipadati oleh peserta jalan sehat setiap menjelang 17-an. Mulai dari tingkat RT hingga pemerintah daerah bergantian menyelenggarakan jalan sehat.

Pesertanya tidak terbatas. Asalkan badan sehat dan kuat berjalan sekian kilometer, silakan bergabung. Balita hingga lansia boleh ikut. Untuk menarik minat peserta, beragam doorprize pun disiapkan. Mulai dari baskom atau sabun cuci, hingga kendaraan bermotor keluaran terbaru.

Jalan sehat biasanya diselenggarakan hari Minggu. Hal ini sebenanrnya membuat peserta enggan karena… hari Minggu waktunya santai di rumah. Apalagi, tidak jarang di lokasi jalan sehat harus berdesakan dengan peserta yang berjubel. Rasanya kok malas ya berpanas-panasan di tengah kerumunan.

Namun, lagi-lagi karena pandemi. Kini hanya bisa meratapi suasana 17-an yang sepi. Parade jalan sehat tingkat RT saja belum dapat dilaksanakan kembali. Meski mengganggu agenda santai di hari Minggu, bisa jalan sehat lagi bersama teman atau tetangga sepertinya seru, ya? Kapan lagi sih bisa ikut acara murah meriah seperti itu, bonus hadiah dan sehat pula.

4. Kerja Bakti

Photo by Zen Chung from Pexels

Photo by Zen Chung from Pexels via https://www.pexels.com

Momen 17-an biasanya juga dimanfaatkan untuk mempercantik lingkungan tempat tinggal. Khususnya di wilayah padat penduduk seperti pedesaan. Agustus menjadi waktu yang tepat untuk kerja bakti every Sunday.

Tiada hari Minggu tanpa kerja bakti. Bersih-bersih jalan. Memasang bendera merah putih dan umbul-umbul (bendera warna-warni). Memperbarui cat gapura penanda batas wilayah. Persiapan lomba dan pentas seni. Pokoknya padat merayap.

Capek? Pastinya. Tapi semua tetap dijalani demi kemeriahan perayaan hari lahir tanah air tercinta. Kini, kerja bakti lebih difokuskan untuk agenda bersih-bersih dan menanggulangi penyebaran virus. Semua sekuat tenaga berupaya agar corona tidak semakin merebak, terutama di lingkungan tempat tinggal.

Bendera merah putih dan umbul-umbul tetap berjajar dengan gagah. Menjadi latar bahwa lingkungan kita bersiap menyemarakkan hari besar negara Indonesia. Meskipun… kemeriahannya masih tertahan di antara rasa waspada dan kesadaran untuk saling jaga masyarakatnya. 

5. Menjadi Panitia Kegiatan

Photo by fauxels from Pexels

Photo by fauxels from Pexels via https://www.pexels.com

Di balik kemeriahan acara 17-an, tentu saja ada panitia yang telah menyusun rencana kegiatan sejak jauh-jauh hari. Ada yang sukarela mendaftar sebagai panitia, tapi tidak sedikit juga yang merupakan korban telunjuk.

Agenda 17-an memang acara yang memerlukan persiapan khusus. Semakin meriah, semakin banyak dan panjang juga proses persiapannya. Makanya, tidak semua orang bersedia menjadi panitia. Setelah seharian sekolah atau kerja, masih harus rapat ini dan itu? Yah, waktu untuk bersantai jadi berkurang dong?

Namun, bagi yang pernah terlibat sebagai panitia acara 17-an atau kegiatan sejenisnya, hal ini merupakan salah satu pengalaman yang berharga. Bisa belajar hal-hal baru, menambah relasi, kadang ada juga yang menjadikannya sebagai kesempatan buat cari jodoh alias terlibat cinlok (cinta lokasi), #eh. 

Gimana, udah cukup berat belum rindunya? Yuk, sama-sama kita doakan agar kondisi negara kita segera membaik. Supaya kita bebas berkumpul dan menyelanggarakakan kegiatan yang meriah lagi. Dulu sih kita memang malas-malasan buat terlibat di kegiatan 17-an, tapi sekarang… kangen berat! Benci tapi rindu nih yee~

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Lahir, tumbuh, dan berkarya di kaki gunung Merapi, Daerah Istimewa Yogyakarta. Menjadi kuli aksara sejak beberapa tahun lalu dengan kegiatan utama: membaca dan menyusun rangkaian kata.

CLOSE