Cegah Productivity Burnout dengan 6 Cara Ini. Please, Boleh Produktif tapi Jangan Paksakan Diri

Cegah Productivity Burnout

Pandemi COVID-19 membawa berbagai dampak di kehidupan manusia saat ini. Di beberapa hal, manusia dipaksa untuk beradaptasi dan mengubah pola hidup. Salah satunya adalah membatasi kontak fisik dengan orang lain. Dan untuk melancarkan hal tersebut, manusia kini sebisa mungkin melakukan segala aktivitasnya di rumah saja, baik belajar, bekerja, dan lain sebagainya.

Menjalankan hampir semua aktivitas dari rumah merupakan sebuah perubahan radikal bagi pola hidup manusia. Semua aktivitas kini dijalankan secara daring maupun virtual. Tidak semua orang siap untuk melakukan adaptasi radikal ini. Salah satu masalah yang dihadapi adalah manajemen waktu. Tidak jarang, di kala di rumah saja ini, orang merasa bahwa mereka memiliki lebih banyak waktu. Misalnya saja, waktu yang sebelumnya terpakai untuk pergi ke kantor atau terjebak kemacetan di kala pulang kerja, kali ini waktu tersebut tidak terpakai. Bersamaan dengan itu, pemerintah dan banyak influencer di media sosial mengkampanyekan apa yang mereka sebut “Tetap Produktif walau #dirumahAja”. Di sini muncul sebuah masalah: produktivitas itu sendiri.

Dapat kita amati banyak terdampat kampanye terkait produktivitas ini. Manusia didorong agar tetap produktif selama di rumah saja. Sayangnya, tidak semua orang dapat mengontrol dirinya. Sebagian kurang memahami dirinya sendiri dan melakukan begitu banyak aktivitas tambahan di rumah, dengan anggapan bahwa waktu luang itu tidak boleh disia-siakan dan lebih baik mereka melakukan banyak hal, mendapat cap bahwa mereka produktif.

Banyaknya aktivitas yang dilakukan menjadi blunder. Waktu luang memang terpakai dengan berbagai kegiatan. Namun, hasilnya malah negatif. Bukannya mendapat nilai tambah, yang didapat malah serangan psikologis bernama productivity burnout. Productivity burnout adalah momen di mana seseorang meningkatkan produktivitasnya namun karena berlebihan dan melebihi batas kemampuan sendiri, orang tersebut akan sampai pada titik di mana dia merasa kelelahan. Rasa lelah yang didapat tidak seimbang dengan nilai tambah yang ada. Burnout ini marak terjadi di kala pandemi ini. Kita terlalu merasa bahwa waktu luang kita harus dimanfaatkan. Kita pun mulai mencari berbagai kegiatan, mulai dari hobi lama yang ditinggalkan, mencari hobi baru, menambah pekerjaan, dan lain sebagainya. Namun tanpa kita sadari, tambahan aktivitas tersebut terlalu banyak dan melebihi kemampuan kita.

Untuk mencegah terjadinya productivity burnout, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan.

Advertisement

1. Pahami batasan diri

Unsplash

Unsplash via https://unsplash.com

Sebanyak apa aktivitas yang mampu kita jalani dalam sehari, diri kita sendiri yang tahu. Jangan terpaku pada seberapa mampu orang lain. Tidak masalah saat kita hanya mampu berlari sejauh 3 kilometer sedangkan orang lain mampu berlari sejauh 5 kilometer. Lebih baik kita berhenti saat lelah daripada melanjutkan namun berakhir dengan cidera kaki.

 

Advertisement

2. Istirahat yang cukup

Unsplash

Unsplash via https://unsplash.com

Ada kalanya tubuh membutuhkan istirahat. Tidak perlu melulu memanfaatkan setiap waktu luang di tengah pandemi untuk aktivitas yang kita anggap memberi nilai tambah. Jangan memaksakan diri untuk memaksakan memanfaatkan setiap waktu luang untuk melakukan aktivitas tambahan. Lagi pula, istirahat juga merupakan aktivitas yang tidak kalah pentingnya.

3. Namun jangan lantas tidur seharian

Unsplash

Unsplash via https://unsplash.com

Kita tetap perlu melakukan aktivitas dan memanfaatkan waktu luang secukupnya. Yang perlu dilakukan adalah membuat peraturan. Kita bisa memakai aturan ketat, menjadwalkan segalanya secara disiplin. Bisa juga memakai jadwal yang lebih fleksibel, tidak benar-benar terkekang waktu. Hal ini kembali lagi ke poin pertama, pahami diri anda sendiri, dan atur jadwal sesuai kemampuan masing-masing.

4. Tidak perlu cemas

Unsplash

Unsplash via https://unsplash.com

Tanpa kita sadari, salah satu aktivitas yang banyak kita lakukan di tengah pandemi adalah memantau perkembangan pandemi tadi. Setiap harinya sangat memungkinkan ada belasan bahkan puluhan berita yang beredar. Tak jarang kita ditakut-takuti oleh sebagian berita. Banyaknya informasi yang ada membuat ketidaktenangan di pikiran kita. Untuk itu, coba lebih tenang dalam menanggapi sebuah berita, dan kalau memungkinan, beristirahatlah dari aktivitas memantau berita secara terus-menerus. Hindari pikiran negatif dan tetap tenang.

Advertisement

5. Aktivitas tambahan dapat menjadi bumerang

Unsplash

Unsplash via https://unsplash.com

Kala ada waktu luang, tak jarang kita merasa berdosa kalau menyia-nyiakannya. Terkadang, saat kita berpikir bahwa kita harus menekuni suatu aktivitas untuk menghabiskan waktu luang tersebut dan mendapatkan nilai tambah dari aktivitas tersebut, justru yang terjadi adalah lain. Pemikiran kita untuk menambah aktivitas dapat menjadi beban mental. “Aku harus bisa kelarin ini sebelum lebaran!”. Tuntutan seperti ini berpotensi menjadi tambahan beban mental tersendiri dan pada akhirnya menimbulkan stres. Apalagi di kala pandemi di mana banyak problematika terjadi, kemungkinan terjadinya stres ini dapat meningkat. Alangkah lebih baik untuk tetap tenang dan tidak terlalu terpaku untuk terus mendapat nilai tambah. Tidak perlu melakukan hal yang memang tidak perlu dilakukan. Nilai tambah bukan segalanya.

6. Bertahan adalah tujuan

Unsplash

Unsplash via https://unsplash.com

Tidak masalah jika orang lain menganggap kita kurang produktif, hanya membuang-buang waktu di kamar bersama media sosial kita, misal. Tujuan kita bukanlah menjadi produktif di kala pandemi ini. Tujuan kita adalah bertahan. Percaya bahwa pandemi ini bukanlah suatu yang abadi. Akan tiba waktu di mana pandemi ini berakhir dan aktivitas kita bisa berjalan lebih normal lagi. Tujuan kita adalah bertahan sampai waktu itu tiba. Menjaga kesehatan mental dan fisik lebih utama ketimbang mendapat cap produktif.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

seorang manusia

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE