Ekowisata: Alternatif Jalan-jalan Seru Sambil Jaga Lingkungan

Mengikuti merebaknya isu kelestarian lingkungan, belakangan mulai muncul banyak istilah baru di berbagai bidang, termasuk pariwisata. Beberapa di antaranya adalah ekowisata dan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism). Biasanya, destinasi yang berembel-embel istilah tersebut akan menawarkan pemandangan hijau ataupun kegiatan yang berbau ‘ramah lingkungan’.  Misalnya, menanam pohon, berkemah, dan lain-lain. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, berwisata tidak hanya menjadi sarana refreshing tetapi sekaligus untuk belajar dan berkontribusi pada kelestarian alam.

Eits, tapi sebelum kita ngobrolin ekowisata ada yang perlu diluruskan dulu, nih. Sebenarnya ekowisata dan pariwisata berkelanjutan yang sering dipakai bergantian itu dua hal yang sama atau berbeda sih?

ADVERTISEMENTS

1. Sustainable Tourism dan Ekowisata Enggak Sama!

Photo by Roxanne Shewchuk from Pexels

Photo by Roxanne Shewchuk from Pexels via https://www.pexels.com

Melansir dari Global Sustainable Tourism Council (GSTC), sustainable tourism adalah istilah yang menjadi payung bagi seluruh bentuk pariwisata yang berprinsipkan keberlanjutan. Ini berarti seluruh kegiatan pariwisata berjalan tanpa mengorbankan aspek lingkungan, ekonomi, maupun sosial-budaya. Dengan demikian kegiatan pariwisata di lokasi tersebut akan dapat berlangsung untuk waktu yang lama.

Selain itu, GSTC juga menetapkan 4 pilar utama dari pariwisata yang berkelanjutan, yaitu manajemen yang berkelanjutan (sustainable management), dampak sosial-ekonomi (socioeconomic impacts), dampak budaya (cultural impacts), dan dampak lingkungan, termasuk di dalamnya konsumsi yang bertanggung jawab, mengurangi polusi, dan konservasi alam (environmental impacts). Pilar-pilar ini kemudian dapat diaktualisasikan oleh aktor dalam industri pariwisata melalui kriteria yang telah GSTC tetapkan.

Salah satu negara yang akrab dengan sustainable tourism adalah Bhutan. Negara yang terkenal dengan Gross National Happiness (GNH) ini sudah memulai kegiatan pariwisata sejak tahun 1974, lo. Dengan tagline 'high value, low volume', Bhutan berupaya untuk menjadi destinasi wisata yang berkualitas dan bernilai tinggi, sambil tetap menjaga prinsip keberlanjutan lewat pembatasan jumlah pengunjung.

Berbeda dengan sustainable tourism yang merupakan sebuah payung istilah, ekowisata adalah salah satu bentuk dari kegiatan pariwisata. Merujuk pada definisi yang dikeluarkan oleh TIES(The International Ecotourism Society), ekowisata adalah pariwisata di destinasi yang menggabungkan setidaknya tiga hal berikut: konservasi lingkungan, pemberdayaan masyarakat, dan edukasi, baik bagi wisatawan maupun pengelola. Sehingga ekowisata menjadi media bagi kita bisa berinteraksi dengan alam sambil tetap menjaga jarak aman dan tidak merusak lingkungan, dengan tetap dapat membawa keuntungan ekonomi bagi masyarakat pengelolanya.

Nah, jadi sebenarnya ekowisata dan pariwisata yang berkelanjutan adalah dua hal berbeda. Meski sekilas terdengar serupa, pariwisata berkelanjutan adalah istilah yang lebih luas. Sedangkan istilah ekowisata lebih mengerucut dan spesifik.

Eh, tapi ternyata tidak semua destinasi wisata yang kealam-alaman bisa disebut sebagai ekowisata lo. Destinasi yang menawarkan kegiatan foto bersama dengan hewan tertentu, burung hantu misalnya, bukanlah bagian dari ekowisata. Layanan semacam itu justru adalah bentuk eksploitasi terhadap satwa sebab mereka dipaksa untuk berlaku sedemikian rupa tanpa mempedulikan bagaimana pola hidup mereka sesungguhnya. Bicara tentang burung hantu, mereka yang adalah makhluk nokturnal jadi terpaksa harus ‘bangun’ sepanjang hari hanya untuk melayani wisatawan yang ingin berfoto. Karena itu, kita sebagai pengunjung harus bijak memilah apakah tempat wisata berlabel ‘ekowisata’ yang akan kita kunjungi benar-benar adalah ekowisata atau sekadar embel-embel saja untuk menarik pengunjung.

ADVERTISEMENTS

2. Berekowisata di Indonesia? Bisa dong!

Photo by wirestock on Freepik

Photo by wirestock on Freepik via https://www.freepik.com

Agustus lalu, Kemenparekraf, Sandiaga Uno, menyebutkan ekowisata sebagai salah satu strategi bagi bidang pariwisata Indonesia agar dapat bangkit kembali dari keterpurukan akibat pandemi berkepanjangan. Nah, bila kamu tertarik untuk berekowisata di Indonesia, ada beberapa destinasi yang bisa kamu sambangi nih!

ADVERTISEMENTS

3. Desa Nglanggeran, Desa Wisata Terbaik Dunia 2021

Photo by Gunung Api Purba

Photo by Gunung Api Purba via http://gunungapipurba.com

Desa yang berada di Gunungkidul, D.I Yogyakarta, ini baru saja dinobatkan sebagai salah satu desa wisata terbaik dunia oleh U NWTO (United Nations World Tourism Organization), lo. Penghargaan ini merupakan yang kedua kalinya setelah empat tahun yang lalu, tepatnya tahun 2017, Nglanggeran pernah dinobatkan sebagai desa wisata terbaik di ASEAN.

Nglanggeran punya sejarah yang tak kalah menarik nih. Ternyata pada tahun 90-an, kegiatan pertambangan marak dilakukan oleh para warga. Sebab Nglanggeran berada di dekat gunung batu raksasa yang telah ada sejak zaman purba. Sampai kemudian muncul kesadaran di tengah masyarakat bahwa kegiatan penambangan yang mereka lakukan merusak alam, sekaligus juga berisiko mengganggu kestabilan hidup generasi penerus. Bertolak dari kesadaran tersebut, dimulailah perjalanan untuk menyulap Nglanggeran menjadi desa wisata, hingga bisa meraih prestasi demikian keren.

Untuk informasi lebih lanjut tentang Desa Wisata Nglanggeran, kamu bisa kunjungi situs berikut ini.

ADVERTISEMENTS

4. Desa Jatimulyo, Surga Pengamat Burung

Photo by jagarimba.id

Photo by jagarimba.id via https://www.jagarimba.id

Desa wisata satu ini bisa jadi pilihan buat kamu yang tertarik dengan pengamatan burung dan pecinta kopi! Desa ini berjarak hanya satu setengah jam dari kota Yogyakarta. 

Seperti cerita dari Desa Nglanggeran, mulanya di Jatimulyo terdapat banyak pemburu burung. Hingga lambat laun populasi burung di desa mulai menurun drastis, diikuti dengan kerusakan ekosistem sungai dan hutan. Tahun 2014 kemudian terbitlah Perdes No. 08 tentang Pelestarian Lingkungan Hidup. Sejak saat itu, perlahan burung-burung mulai kembali berdatangan dan meramaikan Jatimulyo. Kini, Desa Jatimulyo memiliki nama lain nih, yaitu Desa Ramah Burung.

ADVERTISEMENTS

5. Sudah siap untuk jalan-jalan sambil belajar soal lingkungan?

Photo by jcomp on Freepik

Photo by jcomp on Freepik via https://www.freepik.com

Kalau kamu bosan dengan rutinitas dan pengin refreshing sejenak di masa pandemi begini, ekowisata bisa banget jadi pilihan kamu. Hal ini karena biasanya destinasi ekowisata enggak terlalu ramai demi menjaga kelestarian lingkungan sekitar nih.

Jadi, kamu mau berekowisata ke mana nih? 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswa HI tahun terakhir