Ini 5 Alasan Mengapa Mendaki Gunung Itu Bermanfaat Untuk Pendewasaan Diri!

Keindahan lain yang gunung bisa berikan kepada kita semua.

Apa yang ada benak pikiran kalian sewaktu mendengar mendaki gunung? Mungkin ada yang bilang takut karena takut jatuh atau takut menghilang. Hmmm, mungkin ada juga yang bilang asikk banget, suka pemandangannya, cinta perjalanannya, mantap buat foto postingan sosmed, dan lain sebagainya. 

Namun, apakah kalian tau? Ternyata selain memberikan keindahan alam atau kemistisannya pada manusia, gunung juga menghadiahkan sesuatu yang jauh lebih dalam buat kita semua yang berani mencoba mendakinya. Yapp, bener banget sama seperti judul listicle ini, gunung juga bagus dan baik untuk pendewasaan diri kita loo.

Nah, berikut 5 alasan mengapa mendaki gunung bermanfaat untuk pendewasaan diri?

Advertisement

1. Belajar Mandiri

Photo by Andrea Piacquadio from Pexels

Photo by Andrea Piacquadio from Pexels via https://www.pexels.com

Ini nomor satu banget dari apa yang bisa kita petik dari pengalaman mendaki gunung. Kenapa nih?

Karena yang namanya mendaki gunung, tentu dan wajib hukumnya supaya kita mempersiapkan semua yang bisa kendalikan sebelum memulai pendakian. Mulai dari menyiapkan peralatan camping tenda, senter, sepatu, kompor gas portable, makanan dan minuman yang akan dibawa, lalu rute perjalanannya, dan fisik juga mental kita harus siap. Ngga hanya menyiapkan, kita juga harus tahu cara memasang tenda yang benar bagaimana, cara menggunakan kompor portable supaya bisa masak makanan, dll. 

Advertisement

Jadi secara langsung kita harus belajar mandiri. Mampu mengurus diri kita sendiri di alam. Meskipun mendakinya bersama teman atau keluarga, kita ngga mau kan merepotkan teman atau keluarga kita karena tidak bisa apa-apa.

2. Belajar live in the moment

Photo by Vanessa Garcia from Pexels

Photo by Vanessa Garcia from Pexels via https://www.pexels.com

Hidup di momen itu atau live in the moment, sangat erat hubungannya dengan mendaki gunung. Saat mendaki gunung, kita meninggalkan tugas dan pekerjaan kita di rumah, untuk sementara memutus pikiran dari stres pekerjaan.  

Advertisement

Untuk sementara, kita hanya mendaki gunung. Menikmati pemandangan lumut, hutan beserta suara hewan penghuninya. Menikmati keberadaan pendaki lainnya yang kita temui di jalan, lalu menikmati suara teman atau keluarga atau pacar yang mengobrol sambil berjalan.

Yap, kita hanya membiarkan indra kita merasakan semua yang terjadi disekitar kita selama momen pendakian berlangsung. Jika kita bisa merasakan momen itu secara sungguh-sungguh, live in the moment tanpa terdistraksi oleh handphone, atau pemikiran mau dirumah saja ingin menyelesaikan pekerjaan atau tugas yang belum selesai. 

Rasanya kita sudah berhasil melangkah satu anak tangga, mempertajam pendewasaan diri kita. 

3. Trust the Process

Photo by Dziana Hasanbekava from Pexels

Photo by Dziana Hasanbekava from Pexels via https://www.pexels.com

Apakah kalian pernah mendengar pepatah…

Proses tak akan pernah mengkhianati hasil.

Nah iya, sama seperti mendaki gunung. Prosesnya adalah hal terbaiknya. Hasilnya adalah icing on the cake atau bonus besarnya.

Perjalanan pendakiannya adalah hal yang terbaiknya. Meskipun on paper pendakiannya melelahkan lutut, bahu yang membawa tas, membuat capek. Namun, proses itulah yang membentuk diri kita. Mendewasakan diri kita. Mengasah kita untuk menjadi pribadi yang kuat dan pantang menyerah. 

Meskipun perlahan kita naik menuju puncaknya, jam demi jam berlalu, tetesan keringat demi keringat berjatuhan, tetapi percayalah jika kita percaya pada prosesnya. Maka semuanya akan terbayarkan sesaat kita mencapai puncak gunungnya. 

4. Belajar Mindset Quitters Never Win

Photo by Sebastian Voortman from Pexels

Photo by Sebastian Voortman from Pexels via https://www.pexels.com

Nah, mirip dengan sebelumnya. Apakah kalian juga pernah mendengar pepatah ini?

Quitters never win, winners never quit

Pepatah dari luar negeri kalau yang satu ini. Pepatah ini itu sebenarnya merupakan sebuah mindset. Sebuah prinsip. Prinsip ini, sangat berselaras dengan kita yang berani explore, belajar mencoba mendaki gunung. 

Prinsip ini sangat kuat bunyinya, tetapi juga sangat susah untuk dilakukan. Dalam mendaki gunung, tentu pendakiannya tak semudah menaiki anak tangga di sekolah, atau kantor. Jauh lebih sulit dan pastinya akan lebih menyiksa fisik dan mental kita. 

Terkadang saat mendaki terbesit pemikiran, apa aku sampai disini aja ya. Ketinggian 1500 meter diatas permukaan air laut kan sudah tinggi. Sudah capek betul aku, mau istirahat, mau makan, padahal mungkin puncaknya sudah tinggal 500 meter lagi. 

Kalau sampai kita mengiyakan pemikiran menyerah itu, yasudah ceritanya hanya akan sampai disitu. Tapi, lain cerita kalau kalian menolak mentah-mentah pemikiran menyerah tadi dan push melanjutkan hingga sampai puncak. 

Wuh.. pengalaman yang akan kalian dapat pasti akan sangat mengenang, kepuasan yang didapat saat sampai puncak, dan yapp yang paling penting mental kita makin dewasa.  

5. Belajar lebih bersyukur

Photo by Fedoskamcha from Pexels

Photo by Fedoskamcha from Pexels via https://www.pexels.com

Selama mendaki gunung, sepanjang perjalanan hingga sesaat sebelum pulang. Kita akan menyadari bahwa kita ini sebenarnya ngga ada apa-apanya dibandingkan dengan gunung. Kita ibarat semut buat gunung dan mother nature. Tuh, coba aja liat foto ilustrasi yang diataskan?

Makanya, bersyukur banget deh, semisal kita berhasil sampai ke puncak gunung yang kita daki. Pikiran lebih fresh dan terbukakan. Hati lebih bersyukur atas apa saja yang kita punya back home.

Kita akan lebih bersyukur aja atas hidup kita, akan orang-orang yang ada di sekitar kita, dan tentunya lebih bersyukur dan mencintai diri kita sendiri. 

Nah gimana nih, semoga listicle ini membantu ya! Yuk berani explore dan coba mendaki gunung ya!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Just a guy that trying to explore the worlds and himself

CLOSE