Kisah #RamadandiPerantauan di Jogja dan Corona

Jogja biasanya sangat ramai riuh saat bulan ramadhan, tapi ramadhan kali ini terasa sedikit berbeda

Jogja dikenal sebagai salah satu kota yang cukup semarak dalam memeriahkan datangnya bulan Ramadhan. Banyak masjid yang mengadakan even pembukaan Ramadhan. Banyak kampung yang ramai memeriahkan datangnya bulan ini bak Agustusan. Banyak mahasiswa maupun remaja masjid yang sibuk mengurusi acara banyak acara ramadhan. Oh ya masih ingat dengan masjid Jogokaryan?

Salah satu masjid yang terkenal karena menyediakan takjil ribuan piring perharinya. Yang pernah puasa di jogja pasti tahu, atau minimal pernah kesana juga untuk merasakan takjilan bareng. Apakah Ramadhan tahun ini masih seramai ramadan tahun kemarin ya?

Hmm.., aku tak tahu karena samasekali tak berkunjung ke sana. Beberapa tahun terakhir ini aku menghabiskan Ramadhan di Jogja. Meriah sekali kota ini saat Ramadhan. Di sudut jalan seperti Malioboro ada saja yang membagikan menu berbuka dan sahur. Mendatangi kawasan masjid kampus UGM untuk sekedar menjajaki berbagai takjil. Atau ikut satu dua kajian sebelum berbuka di masjid-masjid. Plus dapat takjil gratis hehe

Walau tidak ada masakan ibu, ramadhan di sini sangat menyenangkan. Banyak kegiatan seru yang tidak bisa diceritakan secara detail di sini. Tapi dengan adanya wabah corona ini, keseruan tadi sedikit berbeda. Dan berubah. Tentu tidak mengurangi kebaikan di bulan ramadan ini. Hanya saja, kami harus beradaptasi dengan keadaan ini. Jauh dari kampung halaman, dan hanya berdiam diri di kos merupakan tantangan tersendiri bagiku. Aku akan bagikan beberapa poinnya di bawah ini. Selamat membaca 🙂

Advertisement

1. Warung tidak seramai biasanya

Angkringan Jogja

Angkringan Jogja via https://phinemo.com

Jogja itu kota yang cukup 'aman' bagi perantau saat bulan ramadan. Banyak makanan melimpah dan terjangkau disini. Bahkan banyak sekali orang yang membagi takjil. Di masjid bahkan di jalan-jalan. Orangnya dermawan-dermawan. Sebagai perantau tidak perlu khawatir akan menu berbuka dan sahur disini.

Tapi saat ini kondisinya sedikit berbeda. Tidak semua warung buka. Yang jualan pun tidak seramai tahun kemarin. Beberapa yang terdekat dengan kos sudah tutup. Mungkin orangnya pulang kampung. Jadi kami butuh perjalanan lebih jauh untuk dapat menu sahur dan berbuka. Walau jauh kami masih bersyukur masih bisa makan dengan baik disini.

Advertisement

2. Tidak ada bukber bareng, bukber online pun oke

Photo by @moko_moks

Photo by @moko_moks via https://www.instagram.com

Biasanya bukber jadi kegiatan yang favorit di waktu Ramadhan. Semua anak muda biasanya menunggu kapan waktu bukber bareng. Walau realisasinya tidak seperti yang direncanakan. Apakah tahun ini masih ada bukber? Tentu tidak.

Untungnya kami menemukan alternatifnya dengan melakukan bukber online. Terimakasih kepada zoom, dan video call whatsapp yang sudah memberikan teknologi ini. Kami sangat terbantu. Walau jelas beda dengan bukber bareng dalam arti yang sebenarnya, alhamdulillah kami masih bisa bersilaturahmi.

3. Tetap jaga silaturahmi dengan mabar

Advertisement
Mobile Legend

Mobile Legend via https://www.vazgaming.com

Di kontrakan dan tidak bersosialisasi sama sekali membuatku mudah jenuh. Sebagai makhluk sosial, menyendiri di rumah saja bukanlah hal yang menyenangkan. Apalagi sudah selama ini. 

Anak kontrakan yang lain sudah pulang kampung sedangkan aku masih tertahan di sini dengan dua temanku. Alhasil kami dan yang lain lebih sering mabar untuk mengisi waktu luang. Main game online bersama teman lumayan mengatasi kejenuhanku. Bisa berinteraksi di dalam game kadang membuat kami lupa waktu. Tak apalah. Bagiku menjaga mood disaat-saat sekarang ini penting juga.

4. Dikontrakan saja dan tidak mudik

Rumah Kontrakan

Rumah Kontrakan via https://jogjarumah.com

Aku sebagai penuntut ilmu masih punya kewajiban untuk ikut kuliah daring. Walau kuliah online, tapi tugas yang diberikan semakin menumpuk. Biasanya aku sering mengerjakan tugas ini bersama teman yang lain. Tapi kali ini tugas-tugas itu ku kerjakan sendiri.

Dikontrakan dan tidak mudik membuat ku sedikit mencoba keterampilan baru seperti mencukur rambut teman, belajar memasak dan serius meluangkan waktu membaca buku.

5. Syukur pada Sang Pencipta

Photo by David Monje

Photo by David Monje via https://unsplash.com

Di atas semua hal yang terjadi pada kami sebagai perantauan yang tidak bisa pulang, aku masih bersyukur masih bisa menikmati hidup yang baik. Kami masih diberi kecukupan untuk makan dan kemampuan untuk berpuasa. Aku tidak bisa membayangkan saudara lain yang sedang berjuang mencari nafkah di luar sana. Semoga mereka dimudahkan.

Awalnya aku sedih dan agak iri dengan teman-teman yang bisa pulang kampung. Kami terpaksa tetap diperantauan karena berbagai macam alasan. Tapi setelah ku pikir, aku tidak boleh pesimis dan terus berprasangka negatif. Aku harus beradaptasi dan berusaha menjalani kehidupan seperti biasa walau tidak mudah.

Harapanku cuma satu, semoga masa kritis ini segera berakhir dan jangan lupa tetap manfaatkan momen Ramadhan ini sebaik mungkin.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE