Masuki Tahun Ketiga Pandemi, Waktu Terbaik untuk Mengenal Dekat Keluarga dan Diri Sendiri

Maret 2020, adalah titik perubahan untuk kita semua. Satu kasus Covid-19 ditemukan di Indonesia, kemudian diikuti kasus-kasus lain yang serupa. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyebaran virus tersebut akhirnya membuat semua kalang kabut, tak terkecuali diriku dan orang-orang di sekitarku. 

Saat itu, aku adalah seorang mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi yang akan memasuki tahun terakhir perkuliahan. Masuk semester tujuh adalah hal yang selalu aku impikan sejak memilih konsentrasi jurnalistik di semester empat. Pada semester itulah aku akan mendapatkan mata kuliah yang katanya paling asyik dan nggak terlupakan. Mata kuliah itu adalah Produksi Media Cetak. 

Untuk mempelajari mata kuliah tersebut, seharusnya aku mendapatkan kesempatan untuk terjun langsung ke lapangan bersama teman-teman. Kalau dilihat dari kakak tingkatku sih, mereka akan melakukan liputan ke tempat-tempat asyik di luar kota. Misalnya berkunjung ke Madura, Dayak, atau tempat asyik lainnya. Tapi ternyata hal itu tetaplah mimpi yang nggak pernah kesampaian sampai aku lulus~

Akhirnya aku dan teman seangkatan yang cuman 24 orang itu, dengan berat hati mengerjakan tugas terakhir kita dengan kondisi yang seadanya. Wawancara dan riset kita lakukan secara daring untuk pertama kalinya. Kita cuman bisa membayangkan liputan sekaligus travelling seperti kakak tingkat sebelumnya lewat google maps aja~

Advertisement

1. Dari yang selalu menghabiskan waktu diluar rumah, menjadi yang selalu menghabiskan waktu dirumah sehari penuh.

Photo by Naassom Azevedo on Unsplash

Photo by Naassom Azevedo on Unsplash via https://unsplash.com

Sejak semua kegiatan perkuliahan dilakukan secara daring, aku sama sekali nggak pernah keluar rumah kalau nggak penting banget, seperti disuruh Ibuku ke supermarket. Kebetulan kedua orang tuaku adalah pengusaha yang cukup terdampak dengan adanya pembatasan kegiatan di luar rumah, jadi ya akhirnya setiap hari kita di rumah aja. Masak bersama, olahraga bersama, berkebun bersama, dan melakukan hal-hal yang sangat jarang kita lakukan bersama-sama.

Aku yang sebelumnya pergi pagi dan pulang ketika semua anggota keluargaku sudah terlelap, jadi harus membiasakan melakukan semua aktivitas di rumah. Padahal dulu tiga kali makan pun aku lakukan diluar rumah.

Advertisement

Saat itulah aku merasakan hal yang sudah lama nggak pernah aku rasakan, menyadari bahwa ada orang-orang yang nggak bakal ninggalin aku bagaimanapun keadaanku. Mereka adalah keluargaku.

2. Hampir depresi karena menjadi mahasiswa tingkat akhir dan mikir skripsi adalah benar adanya. 

Photo by Mike Scheid on Unsplash

Photo by Mike Scheid on Unsplash via https://unsplash.com

Buatku, tahun 2020 cukup sulit untuk aku lalui. Mulai dari tugas kuliah yang nggak semudah seperti yang aku bayangkan, mulai memikirkan skripsi dan masa depan, hingga rasa bosan dan ketakutan yang hampir membuatku depresi. Ditambah lagi, aku jadi jarang bertemu teman-teman. Padahal sebelumnya aku lebih sering bercerita ke mereka apabila menemui kesulitan. 

Aku juga merasa nggak enak kalau harus berbagi semua keluh kesahku ke teman-teman, karena aku juga menyadari bahwa mereka pun menghadapi hal yang sama, atau bahkan lebih parah. Jadi untuk beberapa bulan pertama aku cuman bisa mendem semuanya sendiri. Namun, ternyata aku nggak sekuat itu. 

Advertisement

3. Menemukan makna sebenarnya dari penggalan lirik Harta yang paling berharga adalah keluarga

Photo by Roberto Nickson on Unsplash

Photo by Roberto Nickson on Unsplash via https://unsplash.com

Akhirnya aku mulai memberanikan diri bercerita ke ibu, lalu menjalar ke ayah, dan kakakku. Di saat itulah aku menyadari bahwa mereka akan selalu ada buat aku, mereka akan selalu memberikan nasehat dan bahkan menerangi jalanku.

Bebanku adalah beban mereka juga. Tahun adanya pandemi ini adalah pertama kalinya aku merasa beruntung sekali lahir di keluarga ini. 

Sebelumnya aku sangat jarang bercerita dengan gamblang ke keluargaku, namun dengan adanya pandemi ini, semua aku ceritakan kepada mereka. Mulai dari masalah perkuliahan, pertemanan, hingga percintaan.

Aku selalu bersyukur karena mereka tidak pernah menyudutkan aku ketika kesalahan demi kesalahan aku perbuat, yang akhirnya membuatku kecewa. 

4. Tidak lagi egois, prioritas nomor satu adalah membuat keluargaku senang dan bahagia. 

Photo by Woody Kelly on Unsplash

Photo by Woody Kelly on Unsplash via https://unsplash.com

Dampak yang paling nyata aku rasakan adalah, aku bisa mengenal diriku sendiri lebih dalam. Selain itu aku juga lebih bisa mengontrol emosiku.

Menurutku, sebelum adanya pandemi aku cukup menyebalkan, ketika sesuatu tak berjalan seperti apa mauku, aku akan marah dan emosi. Keluargaku adalah orang-orang pertama yang menjadi pelampiasanku.

Namun, kini aku lebih bisa mengontrol emosiku. Banyaknya waktu yang aku habiskan bersama keluarga selama masa pandemi ini membuatku introspeksi diri. Dulu, kalau aku merasa lelah dengan kegiatan di luar rumah, aku akan pulang dengan raut wajah cemberut dan diam sepanjang waktu.

Menghabiskan waktu menuju malam di kamar dan hanya keluar untuk mengambil air minum. Tapi kini aku sadar, bahwa yang aku lakukan dulu sangat egois, dulu aku cuman pengen seneng-seneng sendiri. Lalu pulang dengan membawa rasa lelah dan kesal. 

Akhirnya Ibu bercerita bahwa hal itu dulu membuat ibu sedih, merasa gagal menjadi rumah yang layak untuk anak-anak. Rumah dulu terasa begitu dingin katanya, tapi kini nggak lagi. Bahkan sekarang, kalau aku ada keperluan untuk keluar rumah, rasanya pengen cepet-cepet pulang dan berkumpul bersama di meja makan~

5. Mengenal keluargaku lebih dekat berkat pandemi adalah dampak yang tak pernah aku sesali. 

Photo by Sebastian Coman Photography

Photo by Sebastian Coman Photography via https://unsplash.com

Adanya pandemi inilah yang membuatku kembali dekat dengan mereka, menyadari bahwa mereka nggak akan pernah meninggalkan aku, dan selalu berada di belakangku.

Hal-hal lain yang baru-baru ini aku syukuri adalah, mereka tidak pernah menuntut apapun dari aku. Apapun yang menjadi keputusanku akan selalu mereka terima.

Untuk pertama kalinya aku selalu merayakan ulang tahun semua anggota keluargaku bersama-sama. Aku jadi bisa melihat sisi lain mereka juga, melihat mereka menangis untuk pertama kalinya. Pandemi ini tidak hanya aku yang dikuatkan oleh mereka. Namun, ada beberapa momen nggak mengenakkan juga yang dilalui oleh setiap anggota keluargaku. Kami pun saling menguatkan satu sama lain. 

Hal yang paling tidak bisa aku lupakan adalah saat kami sekeluarga terkena Covid di pertengahan tahun 2021. Kami harus menahan sakit demi merawat satu sama lain, ditambah dengan berita duka yang datang silih berganti menambah keadaan rumah semakin suram.

Rumah yang sebelumnya diwarnai canda tawa dan kehangatan menjadi dingin kembali. Tidak ada yang berani menonton TV dan kami pun memutuskan untuk hiatus dari media sosial. Kami berusaha menghangatkan kembali rumah dengan menguatkan satu sama lain. Ujian berat itu pun berhasil kami lalui setelah dua minggu berlalu.

Memasuki tahun ketiga pandemi ini, aku sangat bersyukur karena dapat mengenal keluargaku lebih dekat. Merubah pola pikirku yang kekanak-kanakan menjadi lebih dewasa. Kami berhasil melalui masa-masa sulit dengan rasa kekeluargaan yang sudah lama hilang karena kesibukan masing-masing. Rumah pun kembali hangat dan selalu membuatku merindukan pulang.

Tetap semangat untuk teman-teman yang sedang merasa sulit. Ingatlah bahwa kalian punya rumah yang akan selalu menerima kalian dalam keadaan apapun. Sempatkan untuk pulang atau hanya sekedar menelpon Ibumu hari ini ya! 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE