Nekat Meninggalkan Zona Aman, Sudah Paham dan Siap Hadapi Insecure-nya?

Sebagai referensi kamu dalam mempertimbangkan keputusan besar ini...

Hari itu menjadi turning point untuk hidupku. Aku begitu marah dengan kondisiku. Dibalut amarah, aku mengambil keputusan untuk hengkang dari kantor, dan selanjutnya dari Jakarta. Aku tahu persis apa yang bikin aku muak, dan itu yang kujadikan alasan untuk segera keluar dari toxic dump ini, literally and figuratively. Aku bangkit dan beranjak tanpa sepatah kata pun, enggan merespon ekspresi kolegaku yang penuh tanya. Aku butuh keluar dari tempat ini. Aku ingin perbaikan diri.

Jogja, kota ini yang selalu terbesit di otakku sejak sekian lama. Mungkin inilah saatnya aku untuk berkemas dan mencari kebahagiaanku di kota 'ngangeni' ini. Aku pulang ke rumah orangtuaku dan menyatakan apa yang jadi keinginanku untuk keluar kota.

Beratnya lur!

Dan rasa ketika berpamit itu hanya sebagian dari resiko-resiko yang bisa muncul ketika dirimu memutuskan untuk keluar dari zona nyaman dan aman. Tentu saja rasanya tidak nyaman, Dan pastinya tidak akan aman.

Here's why:

Advertisement

1. Unfamiliarity

Unfamiliar Place - Photo by Tim Mossholder from Pexels

Unfamiliar Place – Photo by Tim Mossholder from Pexels via http://pexels.com

Meski tampaknya kamu suka dengan tempat yang kamu tuju nanti, percayalah rasanya berbeda untuk ditinggali, ketika sebelumnya hanya sebagai destinasi liburan atau kebutuhan bisnis. Kamu butuh waktu lama untuk bisa mengenal tempat yang sudah jadi tempatmu makan, buang air, makan dan buang air lagi lebih banyak.

Akankah kamu merelakan keakraban itu untuk sebuah tempat yang masih asing? Relakah kamu meninggalkan zona aman yang sudah kamu kenal, demi sebuah tempat yang bisa bikin kamu insecure total?

Advertisement

Pelajari dan pahami zona abu-abu ini. Apakah kamu bisa mendapat akses seperti pekerjaan, dan yang terpenting adalah akses kesehatan. Kamu tidak ingin keluar dari zona aman hanya untuk menjadi gembel penyakitan.

Paling penting: pastikan tempat yang kamu tuju bukan zona perang.

Jika sudah cukup siap, berangkatlah!

Advertisement

2. Loneliness

Alone - Photo by C. Cagnin from Pexels

Alone – Photo by C. Cagnin from Pexels via http://pexels.com

Saat lahir, kamu sebenarnya merasa sendiri. Apalagi saat mati. Keputusan untuk pergi dari zona aman ini juga kamu ambil sendiri kan? Lantas, apakah kamu sudah siap untuk sendiri?

Baiklah, kamu punya kerabat di tempat baru ini, entah keluarga atau teman seseaplikasi rese' itu. Dimana kamu sudah akrab dan masih menjalin silaturahmi meski terpaut jarak. Tapi yakinkah kamu akan diterima oleh mereka jika kondisinya sekarang itu kamu ingin tinggal berdampingan dengan mereka?

“Never take anything for granted”

Meski kamu dekat dengan mereka, kamu akan kecewa berat jika kerabatmu ternyata tidak sesuai ekspektasi. Sikap mereka bisa jadi lain ketika tahu kondisi dan maksud tujuanmu di tempat itu apa. Sure, kamu boleh saja berpikir untuk mengandalkan mereka, tapi siap-siap jika ternyata harapanmu dibanting pecah jadi butiran debu yang terbang-terbangan lalu bikin sesak dadamu.

Skeptis itu perlu.

Artinya, semoga kamu bisa lebih mengandalkan dirimu sendiri saja.

Kalo ada yang respon: “Kan bisa cari temen baru toh?”

… Meh!

3. No income

No Money!

No Money! via http://pexels.com

Ini kondisi yang paling mengerikan juga setelah kesendirian. Matangkah strategimu untuk masalah keuangan di tempat baru ini? Apakah nantinya jika kepepet kamu mau merepotkan orangtuamu? Yang mana masih banyak yang belum bisa nelen pride-tidak-merepotkan-orangtua-karena-udah-gede

Kamu bukan lagi pergi atas keinginan orangtua kamu yang ingin melihat kamu jadi sarjana atau kaya. Kamu pergi atas dasar kemauanmu sendiri. Artinya kamu sudah siap tidak disokong orangtua. Apalagi kalau kamu nekat pergi ketika belum mendapat sumber penghasilan stabil di tempat baru. Itu artinya kamu sudah siap serabutan. Minim uang tetap bisa bikin kamu insecure.

Jadi, tak ada salahnya lho jika orangtuamu ingin membantu mempersiapkan pondasi biar kamu gak sengsara. Kalau kamu tidak bisa meyakinkan mereka bahwa kamu akan baik-baik saja tanpa bantuan mereka, itulah yang justru akan menambah beban pikiran mereka. Jika mereka mencintaimu, mereka akan melakukan segala cara biar kamu gak sengsara.

Berikan mereka kesempatan untuk menjalankan peran mereka sebagai orangtua, apalagi kalau mereka sadar betul itu yang mereka mau.

Pertanyaannya: Kamu mungkin mampu buang harga diri untuk mendapatkan uang dari usahamu sendiri. Tapi kalau dari orangtua, bisa nelen pride mentah-mentah? Itu kayak nelen batu men!

4. NEET

NEET: Not in Employment, Education, or Training. Kamu belum punya kerjaan, tidak sedang sekolah atau gak ikut kursus apa apa. Kalau gak punya duit, boro-boro sekolah. Kamu akan secara alami menstrategikan apa yang kamu punya untuk bertahan hidup. Bukan investasi skill.

Ketika kamu nekat, dengan bekal cuma dari kespontanan ditambah sedikit emosi, mungkin sedikit bisa membantu kepercayaan diri. Namun, ketika amarah mereda dan kamu bisa lebih berpikir, secara ajaib kamu akan seperti penderita maag akut. Mules tak tertolong.

Tidak ada rencana untuk kerja atau sekolah, modalnya hanya kepercayaan diri kalau “all is well”, itu sifatnya hanya motivasi sementara. Di satu momen, kamu akan merasakan insecure hebat ketika rasionalitas lebih dominan ketimbang naluri.

Mau jadi apa? Mau ngapain? Mampukah?

Seketika penyesalan muncul, dan itu adalah suatu hal yang wajar. Tinggal ditimang lagi, lebih menyesal menetap atau menyesal pergi?

Yakinkan satu hal: “Manusia akan terus belajar sampai otaknya benar-benar mati”

5. Anxiety

Anxious - Photo by rawpixel.com from Pexels

Anxious – Photo by rawpixel.com from Pexels via http://pexels.com

Gelisah, ragu, takut, akan terus menyelimuti malam-malam kesendirianmu.

Pertanyaan sederhana seperti: besok makan gak ya?

Nope, ternyata tidak sederhana.

Pertanyaan semacam itu bakal nongol di kepalamu dan mengganggumu bahkan bisa bikin kamu nangis dan marah lalu menyesal dengan keputusan yang kamu ambil. Episode-episode gelisah ini akan muncul ketika kamu berangkat dengan nekat. Betapa kamu menyesal, membiarkan emosi memilih jalan hidupmu. Semakin sedih, semakin marah, semakin merasa bersalah terhadap diri sendiri.

Semakin galau, kembali pada pikiran akankah kamu tetap tinggal di tempat baru ini, atau kembali ke pelukan hangat selimut dan kasur kamarmu.

6. Homesick

Homesick - Photo by bruce mars from Pexels

Homesick – Photo by bruce mars from Pexels via http://pexels.com

Berpelukan dengan orang-orang kesayangan, mereka ucapkan kangen sambil menangis. Dirimu pun merasakan kehangatan yang sudah lama kamu idamkan. Begitu hangat dan nyata rasanya, sehingga ketika mata tiba-tiba membuka langsung sesenggukan.

Terkadang mimpi bisa merupakan manifestasi perasaan terdalam yang ada di dalam diri yang meliputi hati dan pikiran. Hubungan dengan orang-orang kesayangan yang kita tinggalkan itulah yang menimbulkan rasa itu. Sejatinya rasa kehilangan akan muncul ketika benar-benar jarak kita jauh dengan orang-orang yang dicintai.

Episode sampai terisak, bahkan tangis, setelah terbangun karena mimpi adalah tanda-tanda rindu akut. Penting untuk segera berekspresi supaya tidak semakin terbebani. Untuk beberapa orang, homesick bisa menimbulkan insecure hebat

Buat yang dittingalkan, tetap perlu support dia yang meninggalkan. Karena itu sangat berharga bagi dirinya, untuk merasa diinginkan pulang. Bahwa dirinya masih berarti untuk orang-orang yang dia tinggalkan.

Godspeed!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Petualang dan bandel kala remaja. Dengan bekal diploma, bekerja di sebuah media online digital pelopor hingga akhirnya lulus dengan meninggalkan warisan yang baik. Semakin mengenal diri sendiri, dan terus mengasah kemampuan untuk mendengarkan. Kini sedang dalam proses studi Psikologi.

CLOSE