Pandemi dan Patah Hati Membuatku Harus Lebih Pintar Menyembuhkan Diri

pandemi dan patah hati

Pandemi telah membuat semua hal bergerak tak seperti biasanya. Pendidikan hingga perekonomian tak luput dari korban krisis yang satu ini. Kegiatan yang semestisnya berjalan sesuai dengan rutinitas terpaksa harus diistirahatkan sejenak, bahkan ada beberapa yang terpaksa diberhentikan secara total. Milyaran manusia terdampak pandemi baik secara langsung maupun tak langsung. Dan aku adalah satu dari milayaran manusia itu yang terpaksa merelakan semua rencana dan kegiatan yang itu sangat penting bagi kelanjutan nasib masa depanku.

Tak berhenti di situ saja, satu masalah belum selesai datang lagi masalah baru. Tak sehatnya hubungan yang sedang kujalani membuatku berakhir dengan merasakan patah hati. Seakan kejatuhan bom, dua kondisi tersebut cukup sudah membuatku kehilangan keseimbangan diri. Dimasa-masa yang sedang dilalui ini, menyembuhkan diri adalah hal yang sangat penting agar setidaknya bisa meminimalisir beban tekanan batin yang tengah dirasakan.

Advertisement

1. Pandemi memaksaku untuk mengikhlaskan berbagai rencana dan mimpi

Photo by Anna Shvets on Pexels.com

Photo by Anna Shvets on Pexels.com via https://www.pexels.com

Mungkin definisi dari sebuah kalimat, seberapa keras kamu berusaha, jika takdir berkata lain maka kamu tak bisa mendapatkannya sedang berjalan dimasa ini. Semua hal sudah terencana dengan baik, mau melakukan ini, mau melakukan itu. Pada intinya semua pasti akan berjalan sesuai harapan. Tapi tiba-tiba pandemi datang dan makin lama kian menyeruak, meluas hingga keberadaannya menjadi bahan pemberitaan di mana-mana.

Dan aku pun menjadi salah satu di antara milyaran manusia yang terkena dampak oleh kondisi yang satu ini. Semua hal yang sudah ku tata rapi dengan terpaksa harus terhenti. Betapa kehilangan harapan akan hal-hal yang diimpikan akan membuat seakan hidup sudah kehilangan artinya. Pandemi telah membuatku mau tak mau mengubur beberapa rencanaku, menyisakan rasa keputusasaan dan ketakutan untuk kembali jatuh sebelum berjalan. 

Advertisement

2. Belum lagi perkara patah hati yang menguras emosi. Lumayan meningkatkan luka batin yang tak berkesudahan

Photo by Engin Akyurt on pexels.com

Photo by Engin Akyurt on pexels.com via https://www.pexels.com

Pandemi saja sudah cukup mengkhawatirkan nasib kebutuhan sehari-hari, ditambah lagi dengan perihnya akibat patah hati. Luka batin yang satu ini sangat mempengaruhi kondisi mood. Segalanya bisa berantakan karena perasaan yang sulit terkendalikan. Hubungan yang adem ayem berujung dengan perpisahan yang naasnya meninggalkan sakit hati. Sedih, marah, kesal dan segala kecamuk perasaan lainnya beradu menjadi satu hingga sulit rasanya untuk berdiri sekalipun.

3. Pandemi dan patah hati. Terima kasih telah membuatku merasa kecewa berlipat kali

Photo by Ketut Subiyanto on pexels.com

Photo by Ketut Subiyanto on pexels.com via https://www.pexels.com

Satu hal yang paling mengena yang disebabkan dari dua kondisi ini ialah kekecewaan. Pandemi yang mematahkan segala rencanaku dan patah hati yang telah mematahkan rasaku. Hal-hal yang seharusnya bisa ku kerjakan dan ku capai terpaksa ku kubur karena keadaan. Sedangkan hubungan yang kupikir akan menjanjikan untuk masa depan ternyata berakhir dengan sesak yang perihnya tak berkesudahan.

Dua kondisi yang sama-sama membuatku trauma untuk kembali melahirkan harapan. Takut untuk bertemu kegagalan dan takut jika kembali merasakan luka batin untuk kedua kali.

Advertisement

4. Tapi di sisi lain tak bisa serta merta menyalahkan keadaan. Sebab semuanya terlanjur sudah ada di hadapan

Photo by Norma Mortenson on pixels.com

Photo by Norma Mortenson on pixels.com via https://www.pexels.com

Menyalahkan mengapa pandemi datang disaat mimpi besar sudah direncakan dan siap untuk diwujudkan. Menyalahkan mengapa pandemi tidak datang diwaktu lain. Menyalahkan mengapa hubungan ini berakhir selagi tak ada yang perlu dijadikan alasan. Menyalahkan mengapa hubungan ini harus berakhir dengan sakit hati. Seakan isi kepala seluruhnya dipenuh dengan mengapa mengapa dan mengapa. Menyalahkan keadaan dan lagi lagi menyalahkan keadaan.

Tapi sayangnya semakin menyalahkan keadaan, semakin pula kehilangan diri. Tak tahu yang mesti harus dilakukan sementara diri tetap berada dilingkaran gelap yang membelenggu. Pada akhirnya disadari bahwa menyalahkan segala hal bukanlah sebuah solusi, sebab yang terpenting adalah bagaimana caranya bisa keluar dari perasaan-perasaan kelam yang seperti ini.

5. Kedua kondisi ini memaksaku harus bisa beradaptasi dengan makna datang dan pergi. Dua buah kata yang terlalu sulit untuk dimengerti

Photo by Anna Shvets on pexels.com

Photo by Anna Shvets on pexels.com via https://www.pexels.com

Memang tak dapat dipungkiri tentang betapa pentingnya sebuah penerimaan. Kekecewaan yang datang akan perlahan hilang jika berusaha menumbuhkan pada diri akan penerimaan kondisi. Pandemi yang datangnya tiba-tiba dan hubungan yang berakhir dengan tiba-tiba pula membuat batin kehilangan keseimbangannya. Karena itulah butuh adanya penerimaan dengan cara beradaptasi dengan keadaan.

Mencoba menerima adanya pandemi, mencoba menerima rasa patah hati. Menerima hal-hal yang datang dan perginya tanpa permisi memang bukanlah perkara yang mudah, tapi dengan menerima kondisi akan lebih membuat hati lega.

6. Terlebih lagi perihal emosi. Betapa Self Love sangat harus ku kuasai demi kewarasan raga dan hati.

Photo by Gustavo Fring on pexels.com

Photo by Gustavo Fring on pexels.com via https://www.pexels.com

Pandemi yang entah kapan ujungnya dan patah hati yang terlanjur menggerogoti perasaan menjadi penyumbang dari segala hal-hal yang tiba-tiba dirasakan. Rasa takut, khawatir, insecure bahkan hingga krisis kehilangan kepercayaan diri menjadi tema pembahasan yang tak kalah sering dibahas dimasa-masa seperti sekarang ini. Self love atau mencintai diri ialah bentuk lain dari penerimaan terhadap segala hal yang ada pada diri.

Entah pandemi atau patah hati, rasa-rasanya tidak selayaknya membuat diri ini terjun bebas ke life crisis yang sangat berdampak buruk bagi kesehatan emosi jiwa. Sementara kejiwaan yang sudah tak terkontrol akan berdampak pula bagi kesehatan tubuh. Karena hal inilah yang kemudian bisa merusak diri, secara mental dan raga. Demi kewarasan jiwa dan raga, self love sangatlah penting dikuasai. Karena ini pula lah, kondisi pandemi dan patah hati ternyata benar-benar mengharuskanku untuk lebih pintar-pintarnya menyembuhkan diri.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Abadi meski berlalu.

CLOSE