Pengalaman Pertama Kali Menyukai Dunia K-Pop saat di bangku SMA hingga Kuliah. Berikut 5 Hal Positif yang Menjadi Benefit saat Menjadi K-Popers

Siapa biasmu?

Korean Pop atau yang biasa kita sebut K-Pop saat ini sudah menjadi satu budaya tersendiri yang diterima oleh masyarakat, khususnya kalangan muda di usia sekolah, mahasiswa bahkan ibu rumah tangga sekalipun. Maraknya boyband maupun girlband yang bermunculan di akhir tahun 2010 serta postingan drama korea yang masuk melalui media sosial menjadi faktor utama, budaya K-Pop maupun drakor (drama Korea) sangat digemari masyarakat Indonesia. Demam K-Pop maupun demam drakor, keduanya terus menjadi perbincangan hangat. 

Berikut ada 5 hal positif yang menjadi benefit berdasarkan pengalaman penulis saat dibangku SMA hingga kuliah.

Advertisement

1. Pengalaman menjadi K-Popers yang Anti Galau Urusan Cinta di SMA

Foto oleh 周 康 dari Pexels

Foto oleh 周 康 dari Pexels via https://www.pexels.com

Masa SMA menjadi masa yang penuh kenangan dan pastinya tidak terlupakan. Usia 16 tahun  hingga 18 tahun adalah masa anak muda mulai mencari apa yang dia sukai, apa yang dia inginkan,  memiliki ego dan semangat yang tinggi. Terlebih masa SMA adalah masa anak muda mulai mencari pasangan atau karakter yang dia idamkan. Masa SMA dikelas dua menjadi masa dimana pertama kali penulis mulai mengenal budaya K-Pop atau Korean Pop. 

Seorang sahabat pun, menyukai salah satu personil TVXQ atau DongBangshinki boyband yang kala itu sedang hits. Berawal dari seorang sahabat, penulis mulai mengenal dunia Korea. Boyband seperti Super Junior, Bigbang, 2PM menjadi yang paling nge-trend saat itu. Industri musik Korea sudah lebih maju, terlebih Korea punya ciri khas yaitu dance dengan koreografer epic, menarik perhatian. Lagu lagunya pun berjiwa energik, tidak heran kaum milenial saat ini sangat demam K-pop. 

Advertisement

Namun tahun 2008, saat itu belum banyak orang yang menggemari drama Korea ataupun K-Pop, belum seheboh ataupun jadi perbincangan di media sosial seperti saat ini. Masa itu belum ada Instagram, Facebook, ataupun Whatssup. Menjalani masa SMA saat itu cukup sulit, karena harus bulak balik ke warnet atau warung internet bila ingin menonton sang idaman atau bias. Maklum, belum ada smartphone. 

Drama Korea pun tidak bisa kita lihat langsung seperti sekarang di Netflix, Viu karena siaran berbayar belum ada. Alhasil, setiap minggu penulis mengumpulkan sedikit uang untuk membeli DVD ataupun CD. Cukup repot memang, namun tentu tidak serepot urusan cinta di usia muda.

Pada umumnya, anak di usia SMA memiliki ego tinggi dan belum bisa memahami pasangannya. Putus nyambung urusan cinta menjadi obrolan yang sering diperbincangkan. Tidak seperti anak SMA lainnya, penulis justru demam bias saat itu. Ketika temanmu galau karena cinta di SMA, tapi justru duniamu tidak teralihkan oleh biasmu. Ini menjadi hal yang positif sekaligus benefit agar tidak terlalu stress masalah percintaan di usia sekolah. Tidak perlu pusing masalah cinta, tidak melulu galau apalagi sampai sakit atau bolos sekolah.

Advertisement

2. Menjadi K-Popers juga Mempelajari Bahasa dan Tulisannya

Foto oleh Charl Durand dari Pexels

Foto oleh Charl Durand dari Pexels via https://www.pexels.com

Tahun ketiga saat pertama kuliah menjadi lebih menarik karena awal 2010 sudah ada smartphone dan Facebook.  Akses internet sudah jauh lebih mudah. K-Pop sudah mulai masuk di media sosial. Menjadi K-Popers tentunya harus tahu segala informasi yang bersangkutan dengan biasnya. Ini lebih seperti keharusan saat itu.

Ada kalanya kita ingin serba tahu. Masa itu adalah saat penulis pertama kali mempelajari tulisan hanggul atau aksara Korea. Ingin membaca dan menulis dalam bahasa Korea menjadi motivasi utama. Tidak lupa membeli kamus serta buku latihan untuk belajar huruf Korea. Memang butuh waktu, tapi kini tulisan hanggul terbaca. 

Hal tersebut, tentunya menjadi benefit sampai saat ini. Terlebih bisa membaca dan menulis hanggul,  menjadi nilai positif tersendiri. Apalagi jika terus dikembangkan akan menjadi soft skill. Jadi buat kamu yang sedang demam K-Pop dan  Drama Korea tidak ada salahnya kita mempelajari bahasa serta tulisannya.

3. Menjadi K-Popers dan Pecinta Drakor juga Mempelajari Budayanya

Foto oleh Marius Mann dari Pexels

Foto oleh Marius Mann dari Pexels via https://www.pexels.com

Menjadi K-Popers ataupun pecinta drakor berarti sedikit demi sedikit mempelajari budaya Korea. Tidak lengkap rasanya bila menjadi K-Popers atau sedang demam drama korea bila tidak tahu akan budayanya. Bagai sayur tanpa garam, kurang lengkap rasanya. Baik bahasa dan budayanya menjadi satu kesatuan yang mendukung. 

Ketika kita sedang demam bias atau Oppa, ada kalanya kebiasaan atau adat yang dilakukan yang tidak kita tahu. Tahun keempat adalah dimana penulis menjadi senior ditahun kedua. Masa ini adalah masa dimana ingin banyak belajar, membandingkan dan ingin lebih tahu apapun. Umumnya, sebagai anak kampus yang kritis akan hal hal yang dia sukai. 

Masa ini mulai terbuka akan hal baru mengenai keberagaman budaya. Apalagi Korea, sebagai salah satu pecinta drama sekaligus K-Popers di masa itu, penulis mulai tertarik dengan segala hal yang berbau korea. Ada satu pelajaran penting dari budaya Korea yang bisa kita ambil, yaitu budaya kesopanan dan kegigihan. 

Budaya ini selalu ada disetiap tayangan drama maupun menjadi prinsip hidup dan etika para aktor, penyanyi dan selebritis Korea. Dengan mengenal budanya, kita pun akan tergerak menjaga etika serta tidak pantang menyerah. Tentunya, masih banyak lagi budaya korea lainnya yang bisa kita ambil nilai positifnya.

4. Sosok Bias yang menjadi Motivasi

Foto oleh Snapwire dari Pexels

Foto oleh Snapwire dari Pexels via https://www.pexels.com

Sosok bias bukan hanya sekedar disukai, tapi juga menjadi sosok yang sempurna di mata Kpopers atau pecinta para Oppa. Sosok bias menjadi motivasi sekaligus role model di kehidupan sehari hari. Menjadi K-Popers sudah tentu mengenal sang bias, ini menjadi hal yang utama. 

Seperti kita tahu, menjadi personil boyband atau aktor di korea bukanlah hal yang mudah dicapai, perlu usaha dan kerja keras maksimal untuk memberikan hasil terbaik dan dapat diterima publik dengan baik. Begitu pula, budaya  K-Pop dan artis Korea, sejak kecil mereka mengikuti pelatihan dan audisi, atau bisa disebut dengan istilah debut sebelum akhirnya menjadi sang bintang. Karakter dan sifat sang bias pastilah menjadi contoh.

Usaha, kerja keras serta karya yang dihasilkan sang bias menjadi motivasi bagi para K-Popers untuk menjadi lebih baik sebagai manusia. Menjalani segala sesuatu dengan usaha yang maksimal memberikan kita hasil yang terbaik. Selain itu, sang bias selalu mengingatkan akan impian dan cita citanya. Ini menjadi hal positif dan refleksi untuk kita tetap berjuang meraih impian dan cita cita.

5. Sosok Bias yang Menjadi Inspirasi

Foto oleh Alex Fu dari Pexels

Foto oleh Alex Fu dari Pexels via https://www.pexels.com

Sosok bias bukan  hanya memotivasi, tapi juga menjadi inspirasi. Menjadi artis atau personel boyband Korea sudah tentu menjadi sorotan publik. Apa yang dilakukan sang bias menjadi inspirasi bagi penggemar. Sosok bias menjadi inspirasi bagi para penggemar, hal itu terlihat dari bagaimana dia memperlakukan dan menghargai fansnya. Inilah yang menjadi hal positif lainnya. 

Menjadi inspirasi dari hal-hal kecil yaitu menghargai dan menghormati sesama. Selain itu, banyak hal lainnya yang bisa menjadi inspirasi, seperti menjadi relawan  di kegiatan amal. Begitu banyak charity event dan kegiatan sosial yang dilakukan sang bias, hal tersebut menjadikan sosok bias sebagai sosok positif yang mengingatkan kita pada hal hal baik yang kadang kala kita lupakan, seperti berbagi dan saling menolong.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Shot the moments on frame (Photograph), Edit with heart and Share it on content (Writing).

CLOSE