Beberapa waktu ini sedang ramai tuh yaitu mengenai QRIS (Quick Response Indonesian Standard) atau sistem peembayaran melaluin QR kode yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Yang diramaikan sebenarnya bukan itu, tapi cara membacanya, QRIS dibaca ‘kyuris’, ‘kris’ atau tetap ‘qris’?
ADVERTISEMENTS
1. Apa ya latar belakang BI menggunakan bahasa asing dalam akronim tersebut?
pixabay via https://www.pexels.com
pixabay via https://www.pexels.com
Sebelum menlangkah dan masuk ke dalam cara membacanya, lagian kenapa sih BI memilih untuk menggunakan bahasa Inggris dalam membuat system pembayaran tersebut? Kan litteraly yang menggunakan itu rakyat Indonesia semua, dan notabenenya juga menggunakan bahasa Indonesia dalam beragam hal formal gitu loh. Lebih lagi menggunakan huruf Q, yang itu jarang sekali ditemui dalam bahasa Indonesia, ada mungkin seperti ‘Q’ dalam kata Quran, itupun serapan dalam bahasa Arab. Lah ini malah Bank Indonesia menggunakan akronim berawalan dari Q, ya memang pantas jika beberapa kalangan masyarakat bingung dalam penyebutannya. Ya karena itu tadi jarang sekali ditemui kata dalam bahasa Indonesia yang berawalan dengan huruf Q.
ADVERTISEMENTS
2. Begini kalau kata Undang-Undang
Foto oleh Towfiqu barbhuiya: via https://www.pexels.com
Foto oleh Towfiqu barbhuiya: via https://www.pexels.com
Oke kita tarik dulu ke beberapa hal, dalam undang-undang RI nomor 24 tahun 2009 mengenai pengunaan bahasa Indonesia. Di dalamnya dijelaskan bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum.
ADVERTISEMENTS
3. Jika demikian, apakah BI menyalahi undang-undang mengenai kebehasaan?
Foto oleh fajri nugroho via https://www.pexels.com
Foto oleh fajri nugroho via https://www.pexels.com
Klausa alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum itu apakah bisa dikaitkan dengan fenomena QRIS ini? Secara fungsi QRIS digunakan untuk memudahkan pembayaran secara non tunai, dan juga dimaksudkan untuk pelayanan umum. Lalu apakah penggunaan akronim dengan bahasa Inggris itu menyalahi undang-undang? Ah saya juga tidak tahu dan saya juga gak bisa mutusi. Lalu kampanye Bangga menggunakan bahasa Indonesia. yang dilaksanakan pemerintah dan diprakarsai oleh Badan Bahasa itu apa implementasinya? Sedangkan pemerintah saja menggunakan bahasa asing dalam salah satu programnya. Apalagi beberapa waktu lalu Nadiem Makariem, selaku Mendikbudristek mengungkapkan bahwa bahasa Indonesia akan diusulkan menjadi bahasa resmi Asean, harusnya kita harus semakin bangga menggunakan bahasa Indonesa kan?
ADVERTISEMENTS
4. Ini sebenarnya kewenangan siapa ya?
Foto oleh Pixabay via https://www.pexels.com
Foto oleh Pixabay via https://www.pexels.com
Oke cukup ya, setelah membaca beberapa hal di atas sebenarnya tidak ada alasan lain kan untuk tetap menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Tidak usah kaget juga ketika polemik mengenai gimana sih cara membacanya muncul, toh dari landasannya aja sebenarnya juga sudah kurang tepat. Lalu siapakah yang berhak menentukan ejaanya? Apakah benar BI, atau seharunya Badan Bahasa yang turun tangan?
Saya dulu waktu kuliah Dasar-Dasar Linguistik Umum, dosen saya menerangkan bahwa dalam bahasa Indonesia ketika ada suatu kata dalam bahasa Indonesia, maka cara pengucapannya sama dengan apa yang ditulis. Nah kalau itu akronim dan dari bahasa asing, apakah menggunakan kaidah bahasa Indonesia ataukah ikut dari bahasa asing tersebut? Kalau itu saya kurang tahu juga wkwkwk
Ivan Lanin, seorang pengamat fenomena linguistik dan juga seorang linguis, pernah juga mengungkapkan pendapatnya meneganai hal ini. Dalam akun twitternya ia berpendapat, Saya ikut kemauan pihak yang punya nama itu saja… katanya. Ivan Lanin menanggapi dengan sedikit bercanda wkwkwkw. Memang sih cukup itu saja, weslah kita manut dari BI. Dalam laman Instagramnya Bank Indonesia menjelaskan bahwa pengucapan QRIS yang benar adalah ‘kris’, bukan ‘kyuris’, begitu katanya.
ADVERTISEMENTS
5. Jadi kita harusnya gimana?
Foto oleh Ann H via https://www.pexels.com
Foto oleh Ann H via https://www.pexels.com
Tapi ya balik lagi ya seharusnya itu dilakukan oleh pemerintah melalui Badan Bahasa, seharusnya lho ya. Apalagi diutip dari laman badanbahasa.kemdikbud.go.id salah satu tugas Badan Bahasa RI adalah pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra. Kan ini juga menyangkut fenomena kebahasaan, tapi juga tidak tau ding. Bukan malah Bank Indonesia yang menentukan fatwanya, lagian apa kepentingannya Bank Indonesia menanggapi fenomena kebahasaan? Ya nggak? Tapi ya tidak apa-apa lah lagian bahasa kan sifatnya arbiter, atau sewenang-wenang. Tapi juga jangan dilupakan, bahasa juga memiliki sifat konvensional, atau diamini banyak orang. Oke cukup segitu dulu ya kegabutan menanggapi fenomena kebahasaan ini, semoga tetap jawa selalu bahasa Indonesia!
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”