Salat merupakan kewajiban bagi seluruh umat Islam. Salat tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seorang muslim bukan hanya sebagai kewajiban tetapi juga sebagai identitas yang membedakan muslim dengan kafir (nonmuslim) sebagaimana Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya, batas antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah meninggalkan salat (HR Muslim). Perintah untuk wajib mengerjakan salat 5 waktu bagi seorang muslim sudah ada sejak ia berusia 10 tahun sebagaimana sabda Rasulullah SAW : Suruhlah anak kalian salat ketika berumur 7 tahun dan pukullah mereka ketika berusia 10 tahun (jika mereka meninggalkan salat).
Secara bahasa salat berarti doa, berasal dari kata dalam bahasa Arab yaitu shalla. Secara istilah, Syekh Muhammad bin Qasim Al-Gharabili dalam kitab Fathul Qarib mengungkapkan Salat adalah rangkaian ucapan dan perbuatan yang diawali takbir dan diakhiri dengan salam, serta syarat-syarat yang telah ditentukan. Zakiah Daradjat (Ramayulis, 2007:130, dikutip dalam Hafidulloh & Fatonah, 2015), menyatakan bahwa kesehatan mental adalah tercapainya keselarasan yang sungguh-sungguh antara fungsi kejiwaan dan perkembangan penyesuaian diri antara manusia dan lingkungannya, berdasarkan keyakinan dan ketaqwaan, dengan tujuan hidup yang bermakna dan bahagia hidup baik di bumi maupun di akhirat.
Menurut Syaikh Hakim Mu’inuddin Chisyti (Lubis, B.H., & Nashori, F., 2002, dikutip dalam Lubis dkk., 2019), jika salat dilakukan dengan menerima delapan posisi tubuh (arkan) secara terpisah dan membaca setiap ayat Al-Qur’an pada setiap postur (postur tubuh), baik kesehatan fisik maupun mental akan meningkat. Posisi tubuh yang dikenal sebagai sujud dalam salat, misalnya, membantu membersihkan saraf, sistem peredaran darah, dan sistem pernapasan. Distribusi oksigen ke seluruh tubuh membantu menjaga keseimbangan yang sehat antara sistem simpatik dan parasimpatik, yang pada gilirannya menghasilkan sensasi keringanan tubuh dan kegembiraan emosional pada individu.
Al Baqi, S, & Sholihah, AM. (2019) mengungkapkan bahwa seorang muslim dapat menggunakan salat untuk memerangi kecemasan, rasa takut, dan stres. Sebagaimana Allah Swt berfirman: Jika kamu takut (ada bahaya), salatlah sambil berjalan kaki atau berkendara. Kemudian apabila telah aman, maka ingatlah Allah (salat), sebagaimana Dia mengajarkan kepadamu apa yang tidak kamu ketahui (Al-Baqarah : 239). Terdapat banyak studi Psikologi mendukung hal ini, seperti penelitian McCullough yang mengungkapkan bahwa ketika seorang muslim menghadapi tekanan dengan salat dia akan benar-benar dapat melihat keadaan yang mengganggu dari arah yang positif agar dapat menenangkannya secara fisik maupun mental.
Lebih lanjut Al Baqi, S, & Sholihah, AM. (2019) mengungkapkan bahwa terdapat 5 manfaat salat terhadap psikologis, yaitu:
1. Pengalaman Damai dan Inspirasi
Photo by Rayn L on Pexels via https://www.pexels.com

Photo by Rayn L on Pexels via https://www.pexels.com
Seorang muslim akan merasa dekat dengan Tuhannya dan terhindar dari rasa terisolasi dan rasa kesepian dengan salat. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Quran : Dan Tuhanmu berfirman: berdoalah kepada-Ku niscaya akan Aku ijabahi (Ghafir :60). Karena dia percaya bahwa Tuhannya akan selalu bersamanya dan membantunya, kedekatan dengan Tuhan selama salatlah yang menjadi alasannya.
2. Penyelesaian dan Solusi Terhadap Masalah
Photo by Pixabay via https://www.pexels.com

Photo by Pixabay via https://www.pexels.com
Salat dapat membangkitkan keyakinan (efficacy) dalam menghadapi suatu tantangan. Ayat Al-Qur’an yang menunjukkan hubungan antara salat dan kebahagiaan adalah sebagai berikut : Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik) (Ar-Ra’d Ayat: 22).
3. Kerendahan Hati dan Sensitivitas Interpersonal
Photo by Magda Ehlers on Pexels via https://www.pexels.com

Photo by Magda Ehlers on Pexels via https://www.pexels.com
Kerendahan hati dan empati dapat ditimbulkan oleh energi spiritual sebagaimana Allah SWT berfirman: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (Al-Araf: 31). Sesuai dengan pernyataan tersebut Hamdan menyatakan bahwa seorang Muslim dapat menghayati kekuasaan Tuhan melalui salat, sehingga menumbuhkan kerendahan hati dan meminimalkan egoisme.
4. Memaafkan
Photo by Magda Ehlers on Pexels via https://www.pexels.com

Photo by Magda Ehlers on Pexels via https://www.pexels.com
Seseorang dapat memaafkan diri sendiri dan orang lain melalui salat karena memberikan kesan bahwa Allah SWT mengampuni semua kesalahan hamba-Nya. Untuk penyembuhan pribadi, tindakan memaafkan diri sendiri, khususnya, sangat penting karena dapat membantu seseorang mengatasi perasaan bersalah yang berkontribusi pada depresi. Sebagaimana Allah SWT berfirman: Dan dirikanlah salat pada kedua tepi siang dan pada bahagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan perbuatan- perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat (Hud : 114).
5. Kecerdasan Emosional
Photo by Pixabay on Pexels via https://www.pexels.com

Photo by Pixabay on Pexels via https://www.pexels.com
Dalam penelitian yang dilakukan Jauhari, dkk. (2017) mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan salat terhadap kecerdasan emosional seseorang. Dengan salat kecerdasan emosional seseorang dapat meningkat dibuktikan dengan kemampuan mengendalikan dorongan nafsu duniawi, kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan bertahan dalam menghadapi cobaan, kemampuan tidak melebih-lebihkan kesenangan, kemampuan mengatur suasana hati, dan kemampuan berempati.
Sumber Referensi
Al Baqi, S., & Sholihah, A. M. (2019). Manfaat Shalat untuk Kesehatan Mental: Sebuah Pendekatan Psikoreligi Terhadap Pasien Muslim. Qalamuna – Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama, 11 (1), 83-92. https://doi.org/10.5281/zenodo.3559226
Lubis, L. T., Sati L., Adhinda, N. N., Yulianirta, H., & Hidayat, B. (2019). Peningkatan kesehatan mental anak dan remaja melalui ibadah keislaman. Al-Hikmah:Jurnal Agama dan Ilmu Pengetahuan, 16 (2), 120-129. https://doi.org/10.25299/jaip.2019.vol16(2).3898
Hafidulloh, M. I., & Fatonah S. (2015). Hubungan shalat dhuha dengan kesehatan mental siswa madrasah tsanawiyah. Jurnal Keperawatan, XI (2), 244-249. http://dx.doi.org/10.26630/jkep.v11i2.578
Jauhari, A., dkk. (2017). Hubungan Shalat Fardu Berjamaah Dengan Kecerdasan Emosional Pada Jamaah Mesjid Al Jihad Banjarmasin. Jurnal Studia Insania, 5 (1), 25-45 http://dx.doi.org/10.18592/jsi.v5i1.1327
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”