Pelajari 6 Tips Ini Jika Kamu Ingin Jadi Orang Tua Sekaligus Teman Bagi Anak. Biar Makin Akrab~

tips orang tua teman

Anak-anak belajar segala sesuatu dari orang tuanya. Mulai dari ekspresi muka, bahasa tubuh, bahasa verbal, sikap, perilaku, cara berinteraksi dengan orang lain, menghadapi situasi baik dan buruk, sampai dengan cara mengatasi masalah. Oleh karena itu, semua tindak-tanduk kita sebagai orang tua perlu selalu dijaga selama berada di sekitar anak-anak kita.

Untuk sebagian orang, ini bukanlah hal yang mudah. Termasuk untuk saya dan suami di awal pernikahan kami. Sayangnya, tidak ada buku manual yang jitu mengenai cara mendidik dan membesarkan anak kita. Mengapa? Karena setiap anak itu unik. Tugas orang tua adalah mengamati dan memenuhi kebutuhan tiap anak (rohani dan jasmani)  agar ia dapat tumbuh menjadi orang dewasa yang bermanfaat.

Nah, walaupun mungkin situasinya berbeda, saya akan berbagi pengalaman yang mudah-mudahan dapat digunakan sebagai pedoman bagi para orang tua.

Advertisement

1. Mengubah kebiasaan di rumah

Rumah Harus Bersih

Rumah Harus Bersih via https://pixabay.com

Sebelum kelahiran anak pertama, kami bebas melakukan apa saja di rumah, terutama karena saat itu kami tidak memiliki asisten rumah tangga. Mau makan malam di ruang keluarga, makan sambil menonton televisi, bermain kartu bersama keluarga besar sampai larut malam, mengerjakan tugas kantor di ruang keluarga, kertas-kertas berserakan di mana-mana, suka-suka kami berdua saja. Tidak ada yang mengatur.

Setelah memiliki anak pertama, kami harus menata segala sesuatu dengan rapi. Kami sempatkan memilih materi lantai yang higienis, furnitur yang tidak mudah kotor, sampai urusan membereskan ruangan setelah digunakan, memasukkan mainan ke dalam kotak mainan, meletakkan sepatu dan sandal pada tempatnya, dan masih banyak lagi.

Advertisement

Intinya, kami ingin anak kami memiliki standar hidup yang lebih baik daripada standar kami semula.

2. Menyepakati hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan

Kesepakatan

Kesepakatan via https://pixabay.com

Kesepakatan ini penting mengingat kami berasal dari dua keluarga yang sangat berbeda dalam latar belakang dan pola pengasuhan. Banyak hal perlu dibicarakan lebih dulu sebelum menerapkannya kepada anak.

Advertisement

Dari jenis makanan yang disediakan di rumah, jenis mainan, pakaian dan sepatu yang dibeli, berbicara dengan sopan kepada orang lain (termasuk kepada asisten rumah tangga), sampai kesepakatan siapa memandikan dan siapa menyuapi anak, dan kapan anak mulai diberi uang jajan. Kami juga berjanji untuk tidak bertengkar di depan anak, tidak membicarakan kejelekan orang lain, tidak menonton acara televisi yang kurang memberikan nilai-nilai edukatif, dan lain sebagainya.

Rumit memang. Namun, itulah risiko menjadi orang tua.

3. Membuat peraturan untuk anak

Aturan di Rumah

Aturan di Rumah via https://pixabay.com

Peraturan yang jelas dibutuhkan untuk anak agar mereka paham tentang nilai-nilai disiplin dan tanggung jawab.

Kami menerapkan beberapa peraturan, seperti waktu tidur pukul 8.00 malam (kalaupun belum mengantuk harus masuk ke kamar), makan di meja makan dan menghabiskan makanan di piringnya masing-masing, membuat laporan penggunaan uang saku (sejak kelas 4 sekolah dasar anak-anak menerima uang saku mingguan), mengunjungi eyangnya anak-anak di akhir minggu, dan mengerjakan tugas pekerjaan rumah secara mandiri.

Apakah anak-anak sempat protes? Tentu saja. Namun, kami biasanya membicarakannya dengan mereka agar mereka paham tujuannya. (Bila gagal, ada dua kalimat pamungkas kami, yaitu “Di semua tempat pasti ada aturan, termasuk untuk masuk surga” dan “Kamu nggak senang, ya. Memang hidup sering tidak adil”)

4. Meluangkan waktu bersama anak

Waktu Bersama Anak

Waktu Bersama Anak via https://pixabay.com

Banyaknya waktu bersama anak sangat menentukan pola komunikasi kita dengan mereka. Kegiatan yang melibatkan interaksi dengan anak, bisa berupa membacakan cerita kepada anak sebelum tidur, bermain bersama anak, berolahraga, melakukan kegiatan keagamaan bersama, atau sekadar berjalan-jalan bersama. Dengan demikian, orang tua akan menjadi yang pertama mengetahui situasi dan perkembangan emosi anak.

Ketika anak-anak kami sudah usia ABG, biasanya kami menyempatkan untuk makan siang berdua saja (saya dan salah satu anak atau ayahnya dengan salah satu anak). Kadang-kadang ada hal yang tidak dapat mereka bicarakan di depan saudara-saudara kandungnya atau hal yang terjadi di sekolah dan mengganggu pikirannya. 

5. Memilih sekolah yang baik

Sekolah mitra Orang tua

Sekolah mitra Orang tua via https://pixabay.com

Sekolah adalah mitra orangtua dalam hal pendidikan. Sebagai mitra, kita tidak dapat menyerahkan segala-galanya kepada sekolah. Memilih sekolah dan guru menjadi penting karena akan mewarnai pembentukan karakter anak-anak. Sekolah yang baik adalah sekolah yang menyediakan lingkungan yang kondusif bagi anak untuk menggali potensi dirinya.

Sebagai orang tua, kita perlu mengasah anak agar mereka memiliki nilai toleransi yang lebih kuat. Selain melalui kegiatan akademis di dalam sekolah, kita dapat mengikut sertakan mereka dalam kegiatan luar sekolah yang melibatkan anak-anak dari segala latar belakang, seperti Holiday Camp, piknik bareng tetangga, atau ikut lomba 17 Agustus di lingkungan rumah.

6. Memperhatikan lingkungan dan pergaulan anak

Pertemanan Anak

Pertemanan Anak via https://pixabay.com

Dalam proses perkembangan kejiwaan dan karakter anak, terutama pada usia menjelang remaja, pengaruh pergaulan dan pertemanan sangat kuat. Kita perlu memantau semua kegiatannya, tanpa terkesan memata-matai. Setiap kali anak kembali dari suatu kegiatan, ajaklah mereka menceritakan apa yang dialaminya, disukainya, dan tidak disukainya. Dorong mereka untuk ikut dalam kegiatan positif yang mendekatkannya pada teman-teman dengan nilai yang positif pula, seperti klub olahraga, hobi, musik, dan sebagainya.

Dengan penggunaan sosial media sudah jamak, kita sebagai orang tua juga harus mengikuti kecenderungan tersebut. Milikilah akun sosial media dan jadilah “friend” bagi anak-anak kita. Paling tidak kita dapat lebih menyelami dunia mereka, lebih empati, dan lebih memahami dunia seperti apa yang mereka hadapi sekarang. Tetaplah berperan seperti orang tuanya yang mereka anggap seperti teman. Rumit yaaa 😀

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pengajar, penggiat pendidikan anak, pekerja sosial, ibu dari tiga anak yang peduli terhadap masalah-masalah sosial dan pendidikan untuk masa depan bangsa

Editor

une femme libre

CLOSE