Lulus Kuliah Telat, IPK Cuma Dua Koma, Sekarang Jadi Dosen di Inggris. Anak Bangsa Ini Bikin Bangga!

Orang Indonesia Jadi Dosen di Inggris

Mendengar kata “ilmuwan” tentu kita terbayang sosok yang jenius. Nilai-nilai di rapor jauh di atas rata-rata, IPK 4 sempurna. Banyak juga yang berpikir bahwa karier akademik, entah itu dosen atau peneliti, hanya untuk mereka yang cum laude saat wisuda. Yang IPK pas-pasan lebih baik menyingkir dan tak berharap banyak.

Advertisement

Namun sosok Bagus Putra Muljadi ini punya cerita lain. Ia membuktikan bahwa prestasi akademik yang biasa-biasa saja nggak menghalanginya menjadi profesor dan peneliti salah satu kampus berperingkat 100 besar dunia, Nottingham University, United Kingdom. Hmm, memang nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini. Yuk simak kisah karier Bagus Muljadi~

Menjadi mahasiswa S1 tahun 2001, perjalanan pendidikan Bagus sangat panjang. Kini ia menjabat sebagai asisten profesor di jurusan Chemical and Environmental Engineering di University of Nottingham

mengajar di Nottingham University (foto: Dok. Bagus Muljadi) via m.medcom.id

Kuliah sarjana ditempuh Bagus di Institut Teknik Bandung (ITB) pada tahun 2001 jurusan Teknik Mesin. Setelah lulus di tahun 2006, Bagus melanjutkan kuliah S2 dan S3 di National Taiwan University (NTU) dengan jurusan Mekanika Terapan.

Setelah mendapatkan gelar doktor di tahun 2012, Bagus bertolak ke Perancis untuk melanjutkan studi post doctoral bidang matematika di Institut de Mathmatiques de Toulouse. Selanjutnya, Bagus menjadi asisten peneliti di Imperial College London. Saat ini, Bagus menjadi asisten profesor sekaligus dosen termuda di departemen Kimia dan Teknik Lingkungan Nottingham University.

Advertisement

Saat kuliah di ITB, Bagus Muljadi bukanlah mahasiswa istimewa. IPK-nya hanya 2,69 dan ia pun lulus kuliah lebih lama dibanding teman-temannya

dulunya mahasiswa yang B aja (foto: Citra Larasati/medcom) via m.medcom.id

Menjadi ilmuwan termuda di kampus, ternyata Bagus adalah mahasiswa yang biasa-biasa saja. Bahkan saat sekolah, rapornya banyak yang merah. Di saat mahasiswa berprestasi lulus tepat waktu, Bagus baru bisa menyelesaikan pendidikannya di ITB selama 5 tahun. Namanya pun nggak disebut dengan kehormatan saat wisuda, karena IPK-nya hanya 2,69. Sekilas, terlihat mustahil bila kemudian Bagus memilih berkarier di bidang akademik.

Nilanya yang B aja tak membuat Bagus memperoleh beasiswa untuk kuliah di luar negeri. Namun, ia memilih untuk berjuang sendiri

kuliah S2 pun penuh usaha (foto: dok. Bagus Mulyadi) via twitter.com

“Dengan nilai yang jelek itu memaksa saya untuk ke luar negeri. Mungkin kalau nilai saya bagus, mungkin saya bisa dapat pekerjaan yang lebih bagus dan nggak akan seperti saya yang sekarang,” ungkap Bagus ketika diwawancarai oleh metro TV .

Dengan IPK yang standar itu tentu sulit bagi Bagus untuk mendapatkan beasiswa S2. Namun Bagus tidak menyerah di sini. Ia nekat berangkat dengan biaya sendiri, dan harus banting tulang untuk mencukupi kebutuhannya selama menempuh pendidikan S2 dan S3. Bagus bahkan pernah menjadi sales pompa. Ini jelas nggak mudah, karena Bagus harus beradaptasi dengan perbedaan bahasa dan budaya yang asing. Nilai yang kurang nggak membuat Bagus menyerah, melainkan justru terpacu untuk berusaha lebih keras lagi untuk bisa berkembang.

Advertisement

Bagus memilih pendidikan yang non-linier alias lintas disiplin ilmu. Meski banyak orang yang mempertanyakan pilihannya

memilih program studi non-linier (foto: GREGORIUS GIOVANNI DJONI ANWAR/Kompas) via edukasi.kompas.com

Kalau menyimak profil Bagus, agaknya nggak ada yang sama dengan program-program studi yang diambilnya. Mulai dari teknik mesin, lalu mekanika terapan, matematika, sampai ilmu bumi. Pilihannya ini tentunya membuat orang lain heran, karena kebanyakan orang memilih program studi yang sama atau linier agar benar-benar menguasai bidangnya. Ibaratnya, Bagus harus mulai belajar dari awal lagi.

Namun, ternyata latar belakang yang beragam ini justru membuat Bagus punya nilai unik di dunia akademik luar negeri. Karena zaman sekarang, kebanyakan masalah sulit dipecahkan dengan satu bidang saja, melainkan melibatkan berbagai latar belakang keilmuan.

Menurut Bagus, ilmuwan dalam negeri sebenarnya nggak kalah dengan ilmuwan luar negeri. Yang terpenting adalah rasa percaya diri

Ilmuwan Indonesia tak kalah berkualitas (foto: twitter Bagus Muljadi) via twitter.com

Menurut Bagus yang sudah berpengalaman dengan dunia akademisi luar negeri, sebenarnya ilmuwan-ilmuwan kita juga nggak kalah berkualitas kok. Bahkan banyak yang mungkin kemampuannya di bawah kita, termasuk dari segi kemampuan bahasa Inggris, namun mereka tetap percaya diri. Jadi, di sini yang paling penting adalah rasa percaya diri.

Selain itu, dalam wawancaranya dengan Metro TV, Bagus juga menyemangati mahasiswa yang ingin melanjutkan ke luar negeri namun nilainya nggak cemerlang. Menurut Bagus, perlu juga belajar menulis dan berkomunikasi yang baik. Karena dunia ini adalah tentang interaksi antar orang per orang. Sehingga hal-hal non-teknis seperti itu juga sangat menentukan.

Ada banyak hal yang bisa kita pelajari di sini. Pantang menyerah meski terlihat harus berusaha lebih keras, dan tak perlu takut mencoba sesuatu yang baru walau susah

yang penting ada kemauan via unsplash.com

Kisah Bagus membuktikan nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini. Ada dua hal besar yang bisa diambil pelajaran. Pertama, bahwa nilai yang kurang bukan akhir dari segalanya. Mimpi itu tetap bisa digapai karena kalau kita mau, kita pasti bisa. Kemauan adalah langkah awal serta modal untuk melakukan usaha-usaha. Kedua, keberanian diri untuk keluar dari zona nyaman juga sangat menentukan. Mencoba sesuatu yang baru dan asing memang membutuhkan effort yang lebih besar. Memang akan sangat sulit, namun nggak berarti nggak bisa.

Inti dari kisah Bagus adalah nggak ada yang nggak mungkin selama kita mau berusaha keras. Semoga kita bisa mengambil banyak inspirasi dari kisah Bagus Putra Muljadi, si anak Betawi yang kini jadi ilmuwan di luar negeri.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pecinta harapan palsu, yang berharap bisa ketemu kamu.

Editor

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi

CLOSE