Sisi Baik Nggak Bisa Mudik untuk Kedua Kalinya di Masa Pandemi. Pahit Sih, tapi Ada Untungnya Juga

Keuntungan tidak mudik

Kalau boleh jujur, saya menulis ini dengan perasaan getir sambil ngomong sama diri sendiri, “Ya kali nggak pulang kampung lagi tahun ini.” Meski sudah bertahun-tahun terbiasa di tanah rantau, saya masih anak bungsu yang sering rindu kampung halaman. Ya, walaupun nggak sering pulang juga sih, tapi saya selalu menyempatkan pulang setahun sekali di momen puasa Ramadan atau lebaran.

Bayangan soal mudik yang selalu bikin saya antusias buyar begitu saja semenjak pandemi virus Covid-19 menghantam Indonesia. Tahun lalu, saya mau nggak mau harus lebaran di perantauan. Jangan tanya rasanya, udah pasti pahit! Hidup sendirian di kota orang, apalagi di momen hari Raya Idulfitri itu nggak menyenangkan sama sekali. Apesnya,  saya harus mengalaminya lagi tahun ini. Namun setelah  menghibur diri sendiri berpikir ulang, nggak bisa mudik ternyata memberikan hal baik juga kok.

1. Nggak bisa mudik artinya nggak perlu menyisihkan uang buat beli oleh-oleh dan biaya transportasi. Uangnya bisa ditabung aja~

Ilustrasi rencana keuangan | Photo by Michal Jarmoluk via pixnio.com

Mudik tanpa buah tangan itu aneh banget dalam budaya kita selama ini. Saya pun akhirnya terbiasa membeli oleh-oleh dulu sebelum mudik. Sebagai anak yang pengin sesekali menyenangkan hati orangtua, saya memang sengaja memberikan sesuatu. Makanya, saya selalu menyisihkan gaji untuk budget mudik. Nggak cuma beli oleh-oleh, biaya transportasi pun perlu dipersiapkan. Apalagi mengingat jarak tanah kelahiran saya dan kota perantauan nggak dekat, sekitar 606 kilometer atau 12 jam 30 menit kalau naik kereta api. Nah, jika nggak mudik, tentunya semua budget itu dipangkas dari buku perencanaan keuangan per bulan.

2. Nggak perlu pusing menyiapkan angpau buat ponakan dan anak-anak tetangga

Angpau lebaran | Photo by Mohamad Trilaksono via pxhere.com

Semenjak menyandang status sebagai pekerja alias buruh, saya udah nggak pernah mendapatkan angpau lagi saat Hari Raya Idulfitri. Sebaliknya, saya yang ditagih angpau sama ponakan-ponakan dan anak tetangga yang datang bersilahturahmi. Namun, saya bisa sedikit lega tahun ini. Meskipun rindu sekali dengan kampung halaman, dompet saya bisa sedikit ‘aman’. Saya akan berdalih, “angpaunya nanti aja pas tante udah pulang.” Padahal saya nggak tahu pasti kapan bisa pulang ke rumah; mungkin seminggu, sebulan, atau malah setahun lagi. Nggak ada yang pasti di dunia ini, apalagi di masa pandemi begini~

3. Tak bisa mudik nyatanya bisa menyelamatkan saya dari pertanyaan ‘kapan’ yang khas sekali di momen lebaran

Ilustrasi kumpul keluarga saat lebaran | Photo by mentatdgt via www.pexels.com

Memiliki orangtua yang suportif dan nggak kebelet pengin anaknya nikah memang nikmat yang patut disyukuri, tapi itu bukan berarti saya lepas dari pertanyaan ‘kapan nikah?’. Saya selalu dibandingkan dengan teman-teman sepantaran yang lebih dulu nikah dan sekarang udah punya anak. Pertanyaan ‘kapan nikah?’ sudah pasti saya terima tiap kali pulang ke rumah. Saat lebaran, pertanyaan itu kian menjadi-jadi. Kini, saya nggak perlu memikirkan jawaban atas pertanyaan itu. Karena nggak mudik, otomatis saya nggak akan mendapatkan pertanyaan ‘kapan nikah’ dari keluarga besar atau tetangga. Tenang~ 😌

4. Karena nggak mudik, saya bisa dengan mudah menolak ajakan halal bihalal teman-teman sekolah yang kerap menyebalkan

Ilustrasi halal bihalal teman sekolah | Photo by Ashley Williams via www.pexels.com

Selain reuni, saya paling malas diajak halal bihalal atau acara kumpul bersama keluarga atau teman saat perayaan Idulfitri. Saya makin enggan datang kalau undangan halal bihalal teman-teman sekolah terutama teman SD atau SMP. Bukan sombong atau nggak menghargai pertemanan, tapi bertemu dengan teman SD itu ngggak gampang lo. Apalagi kalau kami jarang bertemu dan nggak pernah komunikasi selama ini. Alih-alih suasana hangat dan akrab, halal bihalal malah ‘krik-krik’. Canggung!

Belum lagi teman menyebalkan yang selalu ada di setiap acara seperti reuni atau halal bihalal. Mereka yang sering pamer pencapaian dan harta meski saya dan teman-teman yang lainnya nggak peduli. Mendengarkan orang lain itu nggak gampang, kawan. Percayalah, energi bisa terkuras habis dan itu sangat melelahkan. Kalau mengingat itu, saya sedikit bersyukur nggak mudik lagi tahun ini.

5. Tahun ini, saya nggak bakal ‘bertemu’ sama kaleng Khong Guan isi rengginang

Kaleng isi rengginang | Photo by Wikimedia /Wikimedia via commons.wikimedia.org

Sebagian orang mungkin kangen dengan ‘jebakan’ kaleng Khong Guan yang legendaris. Sejauh ini kaleng Khong Guan yang berisi rengginang sudah menelan banyak korban, termasuk saya. Meski sering bikin kecewa orang yang membukanya, nggak sedikit kok orang yang kangen kaleng penuh ‘kejutan’ itu. Namun, saya bukan golongan orang yang kangen kaleng Khong Guan saat lebaran. Berkali-kali saya kecewa dengan kaleng Khong Guan, saya nggak pengin kena tipu dayanya lagi. Huh! 😤

6. Hikmah nggak bisa mudik ini benar-benar ampuh menjauhkan saya dengan mantan yang resek di kampung halaman

Ekspresi nggak bertemu mantan menyebakan | Photo by Ava Motive via www.pexels.com

Saya akui kalau nggak semua mantan resek, tapi mantan saya satu ini bikin pening kepala. Kami nggak pernah komunikasi selama ini. Hanya saja, setiap kali saya pulang kampung, ada aja tingkahnya yang mengesalkan. Saya bersyukur nggak bisa mudik tahun ini, berarti saya nggak harus bertemu dengan si mantan yang menyebalkan. Kami memang udah nggak punya harapan untuk bersama dan saya nggak berharap juga. Namun, ia selalu bertekad membuktikan kalau saya salah telah berpisah dengannya. Ia belum puas kalau saya belum merasa menyesal. Buat apa coba?!

7. Selain mantan, saya juga bebas dari tekanan anggota keluarga besar yang getol banget menjodoh-jodohkan saya dengan pegawai di kantor Kepala Desa

Ilustrasi menghindari perjodohan | Photo by aliceabc0 via pixabay.com

Bagi saya yang masih pengin melajang dan belum punya rencana menikah dalam waktu dekat, perjodohan seperti momok yang harus dihindari. Orangtua saya sih santai aja, tapi nggak tahu mengapa justru keluarga besar yang getol banget menjodohkan saya. Menurut mereka, saya sudah waktunya menikah dan mengurus rumah tangga. Menurut mereka lagi, seorang pegawai di kantor Kepala Desa tempat tinggal saya adalah jodoh paling tepat. Padahal saya sendiri nggak pernah ngobrol sama orangnya. Sebatas tahu namanya aja.

Dua kali ngak mudik selama masa pandemi ini memang menyedihkan. Seperti kutub positif dan kutub negatif, di dunia ini nggak ada yang benar-benar sepenuhnya buruk dan baik. Dalam setiap keadaan pun selalu ada sisi plus dan minus. Sama seperti nggak mudik tahun ini; memang ada minusnya, tapi bukan berarti nggak plusnya. Kalau kata seorang yang saya kenal, selalu ada sisi-sisi baik yang patut dirayakan, sekecil apa pun itu.

#HipweeJurnal adalah ruang dari para penulis Hipwee kesayanganmu untuk berbagi opini, pengalaman, serta kisah pribadinya yang seru dan mungkin kamu perlu tahu

Baca tulisan #HipweeJurnal dari penulis lainnya di sini!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini