Pengingat Sederhana Untuk Kita Bahwa Bahagia Adalah Perasaan, dan Bukan Barang-Barang

“Kenapa lo, Bro? Surem amat. Mending ke kost gua, maen WE yang baru aja.”

“Kamu kok mukanya sedih gitu sih? Keluar aja yuk! Aku temenin belanja deh…”

“Gue lagi ngidam froyo nih. Ntar sore jalan yuk?”

Advertisement

Game teranyar, baju dan sepatu diskonan, kue-kue mungil di etalase mal. Dewasa ini, perasaan kita begitu dipengaruhi oleh barang-barang yang kita beli dan konsumsi. Bisa punya uang untuk menikmati atau membeli produk merk tertentu, begitu bangga dan bahagia rasanya. Lebih lagi jika kita bisa menunjukkannya pada teman-teman kita.

Tak heran jika sekarang kita selalu ingin mengeluarkan uang jika sedang merasa sedih atau bosan. Perlahan, kita mengaitkan kebahagiaan dengan produk-produk atau barang. Kita telah lupa bahwa prinsip bahagia sebenarnya sederhana. Bahwa sebenarnya, kebahagiaan adalah rasa yang bisa kita panggil kapan saja — bahkan jika kita tak punya uang sepeser pun dalam dompet kita.

Perasaan bahagia tak bisa diukur dari barang yang kita konsumsi. Kebahagiaan adalah perasaan murni, yang berasal dari hati.

Minumlah segelas minuman hangat

kebahagiaan adalah perasaan murni via powerathletehq.com

Selama ini, kita terlalu mudah mengaitkan perasaan bahagia dengan barang. Bisa menabung untuk mendapatkan produk keluaran terbaru, kita akan merasa senang. Dihadiahi gawai elektronik, sepatu, atau bahkan voucher makan oleh teman, kita pun riang — walau sebenarnya kita tahu hadiah-hadiah itu tak terlalu kita butuhkan.

Advertisement

Sebaliknya: jika sudah lama tak membeli apa-apa, kita akan merasa ada yang kurang. Rasanya ingin mengkonsumsi sesuatu saja untuk mengganjal “kekurangan” itu. Layaknya pecandu, kita butuh barang baru untuk merasa lebih bahagia.

Padahal barang-barang tak pernah jadi syarat bahagia seorang manusia. Buktinya, orang-orang di luar sana yang belum dan tidak mampu membeli barang-barang itu juga bisa merasa cukup akan hidupnya.

Kebahagiaan sebenarnya adalah tentang merasa cukup dengan apa yang kita punya. Dengan begitu, kita tak akan pernah merasa “gatal” untuk menambal lubang di hati dengan membeli barang-barang yang sebenarnya belum tentu jelas faedahnya bagi kita.

Pribadimu tak ditentukan oleh merk-merk di pasaran. Yang mampu mendefinisikanmu adalah diri sendiri, bukannya benda-benda mati!

Akhir bulan ada pahlawan yang dibutuhkan, si kembaran

Kamulah yang mendefinisikan hidup sendiri via www.business2community.com

Advertisement

Kamu adalah manusia yang utuh. Renjanamu, cita-citamu, suara tawamu, teman-teman yang kamu pilih dan keluarga adalah pembentuk jati dirimu yang sebenarnya. Kamu tidak butuh barang-barang bermerk untuk menjelaskan pada dunia identitas yang kamu punya.

Jangan pernah membeli sepatu dengan merk tertentu hanya karena kamu ingin terlihat cool di hadapan teman-temanmu. Jangan pernah menghabiskan uang untuk kacamata brand tertentu yang bahkan bentuknya saja kamu tak suka. Berbeda dari apa yang berusaha diteriakkan iklan-iklan padamu, brand atau merk tak bisa mendefinisikanmu. Ya, yang menentukan siapa kamu adalah dirimu sendiri. Seorang manusia, bukannya benda-benda mati!

Dorongan untuk terus berbelanja terus meracuni hidup kita. Namun sebagaimana semua racun di dunia, ia juga punya penawarnya.

1. Pertama, pahat niatmu sekuat baja. Saat kamu ingin hidup lebih sederhana, tak ada yang bisa menghalangimu untuk melakukannya.

niat

Mulailah dengan niat yang benar via webblog.myjodoh.net

Konsumerisme saat ini telah membudaya di masyarakat kita, khususnya di kalangan anak muda. Maklum saja: anak muda banyak menjadi target iklan perusahaan karena rasa gengsi mereka yang masih tinggi, dan bayangan mereka yang masih idealis tentang bagaimana kehidupan seharusnya berjalan.

Karena itu, mungkin kamu akan ragu akan kemampuan diri sendiri dalam menjalani hidup yang lebih sederhana. Kamu akan bertanya-tanya: bisakah kamu melakukan sesuatu yang begitu bertentangan dengan budaya yang mendominasi di sekelilingmu?

Niat yang benar dan kuat bisa menjadi motivasimu di sini. Putarlah dalam kepala: kebahagiaan adalah perasaan, dan bukan barang-barang. Dengan ini, hatimu akan lebih terbentengi setiap kali kamu merasa “gatal” untuk mengeluarkan uang dan membeli barang.

2. Pandanglah kehidupan sebagai sebuah perjalanan besar. Kamu akan memegang mental pengembara — membawa hanya yang ia perlu dan meninggalkan sisanya.

Hidup adalah perjalanan yang berlangsung selamanya

Hidup adalah perjalanan yang berlangsung selamanya

Ketika kamu bepergian dalam waktu yang lama, kamu hanya membawa barang-barang yang kamu butuhkan. Alhasil, perasaan bebas, bawaan lebih ringan, fleksibel dalam melakukan berbagai macam kegiatan, menjadi hal yang bisa kamu dapatkan. Adaptasi mental tersebut ke dalam kehidupan kamu sehari-hari, belilah barang yang benar-benar kamu butuhkan bukan sebaliknya. semakin banyak kamu memiliki barang, semakin habis waktu yang kamu miliki untuk merawat dan menjaga barang tersebut.

3. Iklan-iklan di media berusaha berkata bahwa kontribusi terbesarmu pada dunia adalah ketika kamu berbelanja. Jangan percaya.

Kamu bisa melakukan kontribusi lain selain berbelanja!

Kamu bisa melakukan kontribusi lain selain berbelanja! via www.bikewalktwincities.org

Saat ini kita tengah hidup di dunia yang mendorong kamu untuk mempercayai bahwa kontribusi terbesarmu untuk kebaikan dunia adalah dengan membelanjakan uangmu. Bukti nyatanya, hampir setiap hari, kita dihadapkan dengan iklan yang mendorong hasrat kamu untuk terus membeli dan membeli. Sosial media, TV, radio tidak pernah terlepas dari iklan yang mengelilinginya. Pembangunan mall dan hotel yang mengatasnamakan pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, daripada mengalokasikan dana tersebut untuk membangun perpustakaan.

Menyadari pola pikir dunia yang serba konsumtif saat ini tidak lantas secara langsung menghilangkan budaya tersebut dari diri kamu. Tapi hal tersebut, merupakan awal yang penting untuk memulai awal perjalananmu.

Ketika kamu latah ingin membandingkan diri dengan manusia lain, sekalian saja bandingkan dirimu dengan sapi atau kerbau. Pasalnya, kamu dan siapapun yang kamu bandingkan itu adalah dua individu yang terlalu berbeda.

Jangan pacaran kalau cuma karena cinta!

Jangan pacaran kalau cuma karena cinta! via truephotography.com

Ketika kamu mulai membandingkan hidupmu dan harta benda yang kamu miliki dengan orang lain yang lebih dari kamu, rasa cemas, tidak bahagia, dan selalu kekurangan akan bangkit bagai sel kanker di dalam darah. Berusaha memperkecil jarakmu dengan orang itu akan menjadi hal yang selanjutnya kamu lakukan, hampir dengan segala cara. Bahkan bukan mustahil kamu akan melakukan hal-hal memalukan yang tak akan kamu lakukan dalam kondisi normal.

Hasrat itu muncul karena kamu selalu membandingkan dirimu dengan orang yang lebih segalanya dari kamu. Sebagai gantinya, bagaimana dengan membandingkan dirimu dengan orang yang tidak seberuntung dirimu saja? Kamu akan tahu bahwa barang-barang yang kamu miliki saat ini sudah lebih dari cukup untuk membuat hidupmu bahagia.

Sadarlah bahwa kamu tak hanya akan membeli suatu barang dengan uang. Kamu juga harus “membelinya” dengan waktu, tenaga, dan segenap perhatian.

Perhatianmu juga akan tersita

Perhatianmu juga akan tersita via sproutsocial.com

Biasanya, ketika kamu ingn membeli suatu barang, kamu hanya melihat daftar harga yang diperlihatkan. Tetapi, apabila kamu perhatikan, barang-barang yang kamu beli itu akan meminta biaya tambahan berupa waktu, tenaga, dan perhatian kamu. Tentu kamu akan berusaha untuk merawat, membersihkan, dan menjaga barang yang susah payah kamu beli, bahkan kamu akan berusaha memperbaikinya ketika barang kesayanganmu rusak.

Waktu yang kamu miliki akan habis tersita untuk benda tersebut, padahal banyak orang lain disekitar kamu yang mampu memberikan kebahagiaan yang tidak dapat diberikan oleh barang tersebut.

Matikan TV. Buktikan bahwa kamu jauh lebih punya daya daripada kotak ini.

Matikan

Matikan

Televisi memang tidak memberi dampak sekuat internet. Tapi, tahukah kamu tahu bahwa penetrasi TV masih menduduki tempat teratas, mengalahkan internet? Ya, para pemilik modal menggelontorkan anggaran selangit untuk memasang iklan yang hanya beberapa detik di televisi. Sebabnya, penonton televisi jauh lebih “rentan” dalam membeli produk yang mereka tawarkan via medium ini.

“Televisi merupakan sebuah industri yang dibangun atas asumsi untuk meyakinkan penontonnya menghabiskan semua uang yang mereka punya.” – Joshua Becker

Belajarlah bermurah hati. Ini adalah salah satu cara paling mulia untuk membahagiakan diri.

Bermurah hatilah terhadap sesama

Bermurah hatilah terhadap sesama via en.wikipedia.org

Jika kamu sadar, bahwa hakikat sebenarnya dari kebahagiaan adalah kemurahan hati. Contoh sederhananya adalah, kamu akan ikut senang, ketika orang yang kamu cinta, senang dengan hadiah yang kamu miliki. Kedermawanan akan membuat dunia kita menjadi lebih baik, hal tersebut akan meningkatkan hidup dari orang yang kamu beri, dan juga akan memberikan kebahagian bagi kamu sendiri. Satu hal lagi, bermurah hati merupakan hal langka yang dapat kamu temui saat ini.

“Berikan apa yang kamu punya. Bagi orang lain, tindakanmu mungkin saja lebih mulia daripada apa yang berani kamu bayangkan dalam pikiran.” – Henry Longfellow

Selalu catat mantra kebahagiaan yang sebenarnya di dalam kepala. Putarlah ketika niatmu meluntur, atau semangatmu mengendur.

Catatlah hidupmu

Catatlah mantra itu via daianapirgaru.wordpress.com

Karena kamu akan selalu dibombardir dengan iklan yang selalu mengelilingimu di setiap kegiatan yang kamu lakukan, penting bagi kamu untuk selalu mengingat niat yang kamu tulis di awal. Disiplinkan diri kamu, karena ini adalah sebuah perjalanan yang panjang, bukan pencapaian instan.

Catatlah mantra ini di dalam kepala. Ketika niatmu luntur, atau semangatmu mengendur, putar ini kembali dalam pikiran:

Kebahagiaan adalah perasaan, bukan barang-barang.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Verba Volant, Scripta Manent

CLOSE