Pengalaman Ramadan saat Pandemi: ‘Dirumahkan’ dari Pekerjaan dan Harus Putar Otak Cari Cuan

Ramadan saat pandemi

Ramadan 2021 ini terasa berbeda dengan tahun lalu, meski masih sama-sama dijalani di tengah pandemi. Rasanya lebih ringan tanpa beban, nggak seperti tahun lalu yang rasanya berat sekali di jalani. Bisa dibilang Ramadan 2020 adalah Ramadan paling ‘ngenes’ yang pernah saya alami. Astaghfirullah, sampai segitunya saya melabeli pengalaman tersebut, padahal banyak banget hikmah dan berkah yang bisa saya dapatkan dari sana. Fix bakal jadi pengalaman hidup berharga yang kelak akan saya ceritakan ke anak cucu~ Let’s the story begin!

Dirumahkan dari kantor, cuma digaji 750 ribu, padahal banyak tanggungan kuliah yang harus dibayar dan kebutuhan Ramadan

Krisis keuangan, gaji nggak bisa mencukupi kebutuhan | Photo by Stios via id.depositphotos.com

Surat resmi dari kantor sudah jelas bahwa saya harus menerima pemotongan gaji yang lumayan besar dengan konsekuensi tetap harus bekerja dari rumah. Maklum, usaha travel di tengah pandemi nyaris gulung tikar. Apalagi kantor saya mengalami belasan gagal kontrak dan puluhan cancelation trip sepanjang 2020. Harusnya saya bersyukur karena masih menerima gaji meski hanya 750 ribu. Namun, saat itu saya terlanjur stres karena banyak sekali tanggungan dan target yang harus saya selesaikan setelah lebaran.

Saat itu saya masih kuliah semester akhir, masih harus bayar SPP tiap bulan, masih harus beli kuota internet banyak buat bimbingan skripsi online dan harus nabung buat banyak hal yang harus dibayar ke kampus sampai wisuda. Duit 750 ribu itu nggak cukup buat keperluan kuliah aja, belum lagi kebutuhan Ramadan. Masa iya nggak ngasih sesuatu buat ibu, lebaran nggak ngasih angpau buat adik-adik. Duh, sedihnya nggak karuan saat itu.

Putar otak cari cuan dengan modal 400 ribu. Jiwa-jiwa dagang terpanggil di kondisi kritis seperti ini

Distributor tempat cari barang dagangan via www.hipwee.com

“Badai pasti berlalu”

Begitu afirmasi positif yang saya terapkan ke diri sendiri ketika menjalani Ramadan saat itu. Klasik banget afirmasinya, tapi cukuplah buat memupuk rasa optimis kalau hari esok bisa lebih baik lagi. “Supaya bisa lebih baik, berarti harus bisa berpikir yang baik,” pikir saya. Satu hal yang ada dalam pikiran saya saat itu adalah ‘harus dagang sesuatu’.

Butuh seharian untuk bertapa, sesekali guling-guling di kasur sambil teriak-teriak meski dibekap bantal. Akhirnya, menjelang malam saya menemukan ide dagang yang ‘biasa aja’ tapi harapannya besar luar biasa, yakni dagang jajan buat lebaran. Biasa dan lumrah banget, tapi harapannya bisa punya penghasilan tambahan.

Bermodal mengais tabungan di rekening, saya berangkat ke gudang jajan atau semacam distributor tangan pertama. Sampai di gudang, jiwa dagang saya terpanggil begitu melihat tumpukan aneka jajanan yang menggunung. Saya memilih sekitar 6 jenis jajan yang akan saya uji coba untuk dijual. Saya hanya membeli 1 kg untuk masing-masing jenis, karena modal terbatas dan belum tahu prospek pasar.

Bermodal belajar strategi bisnis yang masih ‘cetek’, pengalaman handle produk dan copy writing yang saya pelajari di kantor, saya mencoba membuat konsep jualan yang menarik

Foto produk buat katalog via www.hipwee.com

Saya buat konsep yang kekinian pakai tag #JajananLebaran. Produknya hanya mengandalkan tag, karena nggak punya merek sama sekali. Padahal cuma jajan kiloan biasa lo. Saya menargetkan pasar pada anak-anak milenial yang suka jajanan kering bermicin untuk lebaran. Nggak semua orang suka kue-kue kering, jadi saya fokus untuk mengemas jajan kiloan saja. Cara ini saya lakukan supaya bisa jadi pembeda dari jajan lebaran yang lain. Di kota saya nggak ada yang jual jajan lebaran pakai konsep seperti ini. Saya buat packaging yang instragamable, supaya orang yang beli ingin foto dan upload produknya.

Dagangan sampel yang sudah saya beli, saya jadikan bahan konten iklan di media sosial. Semuanya saya lakukan dengan banyak keterbatasan. Foto produk saya buat dibantu adik, menggunakan kamera ponsel dan pakai lampu senter sebagai lighting. Fotonya saya edit tipis-tipis dan diberi copy writing yang menarik.

Saya mencoba promosi secara online lewat WhatsApp dan Instagram. Target awalnya teman-teman di kontak WhatsApp yang berdomisili dalam kota saja. Namun, supaya lebih kekinian saya buatkan Instagram supaya yang beli bisa upload foto dan tag. Rencananya tag ini saya jadikan konten promosi juga.

Nggak nyangka, jualan saya laris bahkan sampai kirim ke luar kota. Ramadan yang sulit tapi sungguh penuh berkah

Semangat saya sangat menggebu-gebu, meski sering ditolak, diabaikan, dianggap remeh, tapi saya nggak peduli. Saya percaya setiap barang dagangan akan ketemu sama pembelinya, yang penting jangan berhenti jualan. Masuk minggu ke-3 Ramadan, ada klien kantor yang merespon WhatsApp story saya yang berisi katalog jajanan. Singkat cerita dia order sejumlah jajanan dan harus dikirim ke luar kota. Dalam seminggu dia order hingga 5 kali, untuk dikirim ke teman-temannya. Setiap kirim paket, saya jadikan konten iklan juga. Alhasil banyak teman-teman di luar kota yang tertarik beli.

Alhamdulillah, gaji 750 ribu yang awalnya saya kira kurang, malah nggak tersentuh sama sekali. Jadi bisa buat tabungan deh. Saya bisa bayar SPP kuliah dan biaya penelitian dari hasil dagang. Bisa bantu ibu dikit-dikit buat keperluan Ramadan juga. Terharu banget dikasih jalan rezeki seperti ini. Ngenesnya dirumahkan saat pandemi dan Ramadan, ternyata punya hikmah yang luar biasa besar.

Sejak saat itu saya berusaha untuk bersyukur dari hal-hal kecil. Nggak peduli lagi mau cukup atau nggak cukup, yang penting bersyukur biar nikmatnya nggak terhingga!

Coba aja kalau saat itu masih digaji full dari kantor, mungkin nggak tahu cara putar otak cari cuan, nggak akan merasakan dagang jajan kiloan, nggak merasakan pedihnya penolakan orang-orang saat ditawari dagangan. Bersyukur banget Ramadan tahun ini nggak mengalami stres seperti tahun lalu, semoga bisa menjadi Ramadan yang lebih berkah dan bisa beribadah lebih baik.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat buku dan perjalanan