Setelah Euforia Wisuda dan Jadi Sarjana, Ragam Suka Duka Inilah yang Akan Kamu Rasa!

Suka duka setelah wisuda

Lulus kuliah adalah mimpi semua mahasiswa. Rasanya nggak sabar untuk segera melepas gelar mahasiswa dan menggantinya dengan sarjana. Setelah itu, baru kita bisa lebih percaya diri bersaing di dunia kerja yang katanya keras.

Ada yang sudah merancang masa depannya sedemikian rupa. Ada juga yang membiarkan segalanya mengalir begitu saja, sampai tak terasa dua tahun sudah berlalu misalnya. Kira-kira apa saja ya yang sudah terjadi selama dua tahun itu?

1. Momen wisuda memang begitu berkesan. Sulit bagimu untuk melupakannya

Pasti jadi salah satu momen paling berkesan | Photo by Gift Habeshaw via www.pexels.com

Segala jerih payahmu selama empat tahun akan terbayar di momen ini. Berkurangnya berat badan, mata bengkak karena kebanyakan begadang, sakit hati mengejar-ngejar dosen pembimbing yang nggak tepat janji selama pengerjaan skripsi – semua akan terbayar saat kamu naik ke podium, berjabat tangan dengan rektor, lalu berfoto bersama orang tua dengan toga dan ijazah di tangan. Senyum mengembang di wajah orang tuamu membuatmu merasa perjuanganmu selama ini impas.

Kamu puas, orang tuamu bangga. Wisuda menjadi momen bahagia.

2. Sayangnya, itu cuma euforia sesaat saja. Setelah wisuda, kamu kembali harus berjibaku mencari kerja

Tanda kamu sudah resmi masuk persaingan dunia pencari kerja | Photo by Qalam Eka Maulana via unsplash.com

Setelah masa senang-senang merayakan kelulusan usai, kamu akan segera sadar bahwa kamu tidak bisa berlama-lama bahagia dan harus segera mencari kerja. Sudah sarjana, malu dong kalau nganggur lama-lama. Sudah saatnya kamu mulai mencari pekerjaan dan mandiri secara finansial.

3. Kamu juga mungkin dibingungkan dengan pertanyaan khas generasi kita: “mending kerja atau ambil S2 dulu, ya?”

Teman-teman yang dulu seperjuangan, kini bakal menjalani pilihan hidup yang berbeda-beda | Photo by Aidan McGloin via unsplash.com

Kalau dulu ijazah S1 saja rasanya cukup untuk bersaing di dunia kerja. Tapi sekarang kok ijazah S2 dan S3 bertebaran. Bagaimana kita bisa cukup PD dengan ijazah S1?

Ada yang memilih ‘sekolah dulu ajalah’ dengan alasan ‘kalau nanti-nanti pasti malas lagi belajarnya. Ada juga yang memilih ‘kerja dulu deh, S2 bisa nanti-nanti kalau udah punya penghasilan sendiri.’

Apapun pilihanmu, keduanya membutuhkan persiapan dan usaha yang nggak main-main. Kalau kamu pilih S2, kamu akan disibukkan dengan segala persiapan terkait pendaftaran di kampus yang kamu inginkan. Mulai dari berburu surat rekomendasi sampai berburu informasi beasiswa.

4. Pilih passion, kerjaan yang sesuai gelar, gaji tinggi, prestige, atau yang penting pengalaman aja?

Dengan diploma di tangan, kamu masih harus menjawab pertanyaan yang lebih sulit daripada ujian akhir semester | Photo by Davis Sanchez via www.pexels.com

Kamu yang memutuskan untuk langsung kerja juga akan dihadapkan pada dilema. Lowongan yang tersedia memang banyak, tapi manakah yang paling tepat untukmu? Tentunya semua orang ingin bekerja sesuai passion atau gelar supaya waktu 4 tahun yang kita tempuh untuk kuliah tidak sia-sia. Tapi kadang kamu harus menghadapi kenyataan. Lowongan yang tersedia nggak sesuai passion atau gelar, tapi yang sesuai passion dan gelar nggak buka lowongan.

Galau deh! Mau menunggu yang sesuai, nggak sabar jadi pengangguran lama-lama. Apalagi kalau teman-teman yang lulus barengan sudah punya pekerjaan masing-masing. Di titik ini tak jarang kamu memutuskan untuk kerja apa saja, yang penting masih masuk akal. Ya, ‘kan lumayan untuk pengalaman…

5. Kamu jadi tahu rasanya berburu job fair, keluar masuk gedung perkantoran sambil panas-panas demi mengantar surat lamaran dan wawancara kerja

Dan bertemu puluhan atau bahkan ratusan orang melakukan hal yang sama | Photo by C Technical via www.pexels.com

Kalau kamu freshgrad, kamu akan mulai berkenalan dengan jobfair. Alih-alih mention-an dengan teman, sekarang tujuanmu membuka Twitter adalah untuk melihat informasi lowongan pekerjaan yang diupdate oleh berbagai macam akun penyedia layanan kerja yang kamu follow. Kamu juga akan bergabung dengan berbagai milis yang akan mengirimi email lowongan pekerjaan setiap hari.

Kamu yang cukup percaya diri dengan IP yang tinggi, terkadang harus kecewa karena ternyata perusahaan lebih mementingkan pengalaman daripada nilai akademis. Tapi kamu tidak menyerah. Panas-panasan mencari alamat, ngejar bus, interview di sana-sini semuanya tidak terasa kalau kamu akhirnya mendapat pekerjaan yang kamu idamkan

6. Setelah beberapa lama, kamu akhirnya paham juga: “Ilmu yang didapat di S1 itu ternyata belum ada apa-apanya!”

Ilmu yang jadi ‘dunia’-mu 4 tahun terakhir, cuma secuil dari apa yang dibutuhkan untuk bertahan di dunia nyata | Photo by Leon Wu via unsplash.com

Dunia kerja tidak sama dengan dunia kuliah. Begitu memasuki dunia kerja, kamu akan dihadapkan pada hal-hal yang belum pernah kamu bayangkan sebelumnya. Teori-teori yang kamu pelajari setengah mati di bangku kuliah, ternyata tidak semua nyangkut dengan kasus nyata.

Di titik ini kamu akan paham kalau ilmu yang kamu pelajari di bangku kuliah itu belum ada apa-apa. Banyak hal-hal baru yang tidak pernah kamu bayangkan sebelumnya. Intinya kamu harus tetap belajar, meskipun sudah bukan di bangku kuliah lagi.

7. Kamu juga akan sering bergumam: “Kok enakan kuliah ya daripada kerja…”

Akan ada berbagai deadline mau bagaikan skripsi di dunia kerja | Photo by C Technical via www.pexels.com

Masalah di dunia kerja jelas lebih kompleks dibandingkan dengan masalah di kampus. Mulai dari pekerjaan yang numpuk-numpuk, deadline yang sudah di depan mata, tekanan dari atasan yang luar biasa, sampai rekan kerja yang menyebalkan.

Saat kamu tertekan dengan segala beban pekerjaan, kamu akan mengenang masa-masa kamu sebagai mahasiswa. Mendadak kamu kangen dengan ceramah dosen dan tugas-tugas kuliah. Kamu juga merasa deadline skripsi tidak seberat deadline pekerjaan dan dosen penguji tidak se-mengerikan atasan.

8. Udah pusing perkara kerja atau kuliah, eh masih juga ada yang nanya: “Kapan nikah?” KZL AH!

Baru saja belajar berjuang bertahan dengan dua kaki sendiri, eh langsung ditanya kapan siap bersanding bersama orang lain | Photo by Ali Abdelbari via unsplash.com

Sudah lulus, sudah bekerja, sama artinya dengan memasuki usia menikah. Orang tuamu yang sudah berbangga hati dengan kelulusanmu kini punya tuntutan lain: menantu. Sebentar lagi akan berubah menjadi: cucu.

Jangan kaget kalau saat kumpul keluarga besar, kamu ditodong dengan pertanyaan ‘kapan nikah’. Mending kalau udah ada calon. Kalau jomblo, mau bilang apa? 🙁

Tapi tidak perlu senewen. Kamu bisa memberi pengertian kepada keluargamu bahwa kamu belum siap untuk menikah. Tidak ada salahnya kok menunda sampai saat yang tepat daripada terburu-buru dan tidak sesuai yang kita harapkan.

9. Di saat yang sama, kamu juga harus mikirin nasibmu di tempat kerja. Mending pindah, stay, atau malah cari jodoh aja?

Masa-masa di mana konflik personal dan profesional sama-sama menjulang | Photo by Andrea Piacquadio via www.pexels.com

Setelah sekian lama bekerja, kamu akan merenungi seluruh pekerjaanmu dan apa yang sudah kamu dapatkan selama ini. Terkadang kamu merasa apa yang kamu berikan tidak sebanding dengan yang kamu dapatkan. Kamu juga mulai memikirkan jenjang karirmu kelak, apakah tempat kerjamu saat ini bisa membawamu ke tingkat yang lebih tinggi atau tidak.

Belum lagi kalau kamu ada masalah personal. Namanya dunia kerja, konflik dengan rekan kerja sering tidak bisa dihindari. Jika tidak diatasi, konflik semacam ini bagaimanapun juga akan membuatmu tidak nyaman bekerja.

Kamu mulai mempertimbangkan untuk mencari kantor baru. Kamu kembali memfollow akun penyedia informasi lowongan pekerjaan dan mulai memasukkan lamaran-lamaran pekerjaan. Tapi kamu harus ingat bahwa pindah ke kantor baru berarti kamu juga harus beradaptasi lagi dengan lingkungan baru.

10. Hidup sedang sibuk-sibuknya, sama orang rumah yang paling dicinta pun kamu jadi gampang lupa

Masih belum bisa menyeimbangkan tuntutan kerja, orang-orang terdekat sering terbengkalai | Photo by Nick Bondarev via www.pexels.com

Mengejar karir, mengejar jodoh, mengejar waktu, ternyata sangat menyita waktumu. Kamu harus berangkat pagi-pagi untuk menghindari macet supaya bisa tiba di kantor tepat waktu. Saat pulang kerja pun kamu sudah dalam kondisi yang lelah setelah memforsir tenagamu di kantor. Akhir pekan pun kamu lebih banyak menghabiskannya dengan teman. Ngobrol dengan keluarga jadi jarang. Kamu sering lupa bahwa mendengar ceritamu hari ini sudah sangat membahagiakan bagi Ayah dan Ibumu.

11. Tanpa kamu sadari, Ayah dan Ibu bertambah tua dan banyak waktu yang kamu lewatkan tanpa mereka

Begitu ada kesempatan ‘benar-benar’ bertemu atau ngobrol dengan orangtua, kamu bakal langsung dipenuhi berbagai penyesalan | Photo by Nikki Bernadez via www.pexels.com

Saat melihat rambut Ayah dan Ibu yang memutih serta jalannya yang mulai tertatih-tatih, kamu menyadari bahwa kamu sudah melewatkan banyak waktu untuk mereka. Apalagi saat mereka mulai sakit-sakitan. Saat itu kamu menyadari bahwa mereka tidak hanya butuh materi tapi juga perhatian. Kamu jadi khawatir Ayah dan Ibumu jatuh sakit saat kamu sedang sibuk di kantor.

Kamu yang bekerja di luar kota yang jauh dari orang tua, akan mulai memikirkan untuk pindah kantor yang lebih dekat. Supaya jika Ayah dan Ibumu membutuhkan sesuatu, kamu bisa segera datang. Lagi-lagi kamu menyadari bahwa Ayah dan Ibumu yang sudah tua membutuhkan banyak perhatian.

12. Tak bisa dipungkiri, di usia ini kamu jadi sering membanding-bandingkan pencapaian diri dengan teman yang lain

Yang dulunya sama-sama berstatus pelajar atau mahasiswa, kini punya titel dan posisi yang berbeda-beda | Photo by Helena Lopes via www.pexels.com

Datang ke acara reuni dengan teman lama tidak selamanya membuatmu senang. Kadang mendengar cerita temanmu yang sudah sukses bisa membuatmu down. Membuka akun sosial media pun kadang bikin sakit hati karena isinya hanya temanmu yang meng-upload foto-foto pengalamannya keliling dunia. Kamu merasa temanmu sudah melakukan hal-hal yang hebat.

“Si itu sudah begini, begitu, tapi aku masih gini-gini aja….”

Seperti quote terkenal dari film 3 Idiots: Kamu sedih jika temanmu tidak lulus, tapi kamu akan lebih sedih saat melihat temanmu lebih sukses. Kesuksesan temanmu seringkali membuatmu merasa kecil dan bukan apa-apa dibanding dirinya.

Tak perlu lama-lama berkecil hati. Kamu bisa mengubah rasa irimu pada keberhasilan teman-temanmu menjadi motivasi untuk berusaha lebih baik.

13. Hidup terasa berjalan cepat sekali, kadang dirimu sendiri sampai merasa ngeri

Begitu banyak akhir yang kamu temui, hanya untuk menemukan tantangan yang lebih sulit| Photo by Moaid Mefleh via www.pexels.com

Teman sekelompokmu yang dulu bersama-sama mengerjakan tugas dari dosen, sekarang sudah lulus S2 di luar negeri. Teman mainmu masa kecil, kini sudah mengendong anak dan sedang hamil anak kedua. Temanmu yang lain, yang dulu terlihat malas-malasan kuliah, sekarang sudah menjadi manager di sebuah perusahaan multinasional.

Semuanya terasa berjalan begitu cepat selain dirimu sendiri. Sementara masa depan masih dipenuhi misteri. Di sini kamu merasa sedikit ngeri memikirkan masa depanmu. Ngeri mengecewakan dirimu sendiri.

Itulah hal-hal yang bisa terjadi dalam waktu 2 tahun setelah kelulusan. Banyak yang manis, banyak pula yang pahit. Tapi tenanglah, semua akan baik-baik saja. Selamat sudah sampai sejauh ini. Jika kamu berusaha semaksimal mungkin, masih banyak hal baik yang datang padamu di masa depan nanti!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi