Tak Perlulah Buru-buru Menikah. Puaskan Dulu Hatimu Patah

Pertanyaan “Kapan?” buat kita seperti jadi pengganti pertanyaan “Apa kabar?” Teman mulai menikah satu persatu. Bahkan beberapa dari mereka sudah ada yang menghasilkan putra-putri lucu. Foto pertunangan, lamaran, resepsi, sampai upload foto bayi sudah tak asing lagi. Hidup memang sudah berjalan sejauh ini.

Tapi beberapa dari kita adalah antitesis dari semua kenormalan yang ada. Ketika kawan-kawan lain sudah menemukan pasangan pastinya, kita masih santai-santai saja. Bukan berarti tak mau. Kita hanya merasa pernikahan bukan event yang pelaksanannya perlu diburu-buru.

Rasanya tak perlulah buru-buru menikah. Lebih baik saat ini kita habiskan jatah bersama orang yang salah. Memuaskan diri merasakan hati yang patah.

ADVERTISEMENTS

Jangan salah kira. Pernikahan malah membuat kita harus patah hati berkali-kali pada orang yang sama

Pernikahan malah membuat kita harus patah hati berkali-kali pada orang yang sama

Pernikahan malah membuat kita harus patah hati berkali-kali pada orang yang sama via www.engagedandinspired.com

Dia yang terlihat cantik dan gagah sekarang belum tentu tetap menawan saat sudah resmi jadi pasangan. Bisa saja dia punya kebiasaan mendengkur atau menunda yang menyebalkan. Membuat beberapa tanggung jawab bersama keteran, membuat malam-malam istirahat jadi tak nyaman.

Hanya karena sudah berada di bawah institusi resmi, tak ada jaminan bahwa dia tak akan menyakiti hatimu lagi. Justru sekarang aksesnya sungguh terbuka untuk membuatmu sakit hati. Orang yang kita pilih untuk jadi partner bercinta tanpa dosa ini bisa mengeluarkan pendapat yang menyakiti harga diri. Kalian bisa bertukar argumen dengan nada meninggi. Selepasnya kamu memilih tidur memunggunginya sembari memeluk diri sendiri.

Pernikahan bukan tanda “FIN” seperti di kebanyakan film drama.

Dalam ikatan ini kita dibentuk untuk jadi manusia yang tulus memberikan cinta. Rela patah hati berkali-kali pada orang yang sama. Namun kemudian belajar kembali untuk jatuh cinta.

ADVERTISEMENTS

Tidak ada salahnya menjalani hubungan tanpa ujung sepenuh hati. Paling tidak lewat sini kita digembleng agar tak manja waktu harus membuka diri

Lewat hubungan yang salah kita digembleng untuk pintar membuka diri

Lewat hubungan yang salah kita digembleng untuk pintar membuka diri via storyboardwedding.com

“Buat apa sih kamu jalanin hubungan yang gak jelas? Gak usah lah pacaran lama-lama. Langsung nikah aja.”

Geli rasanya saat mendengar pernyataan yang membuat pernikahan jadi seperti makanan instan. Langsung nikah saja, kemudian akan habis perkara. Mungkin mereka lupa bahwa pernikahan yang tak melibatkan 2 orang yang sudah cukup tegar hatinya hanya akan menimbulkan masalah baru setelahnya.

Jika mau meyakini bahwa tidak ada sesuatu yang sia-sia, bahkan hubungan yang tampak tak ada ujungnya itu juga akan ambil andil untuk menguatkanmu sebagai manusia.

Darinya kamu bisa belajar soal berdamai dengan rasa sakit, tentang membagi keluh pada orang-orang dekat yang tak memberikan komentar sengit. Kegagalan, rasa tidak cukup untuk dicintai, perasaan dinomorduakan dan hanya jadi pilihan, sampai susahnya membuka hati selepas perasaan bertransformasi jadi sehalus serpihan — sesungguhnya menguatkan.

Bukankah tidak ada yang salah dengan memberikan sebaik-baik yang dipunya? Bahkan pada hubungan yang tak jelas ke mana ujungnya, kita tak harus jadi orang brengsek di dalamnya. Sebab ini malah jadi reherseal demi menghadapi gempuran rasa yang lebih intens datang selepas ikrar “Saya terima nikahnya.” 

ADVERTISEMENTS

Kenapa harus memencet tombol  fast forward untuk momen kecut patah hatimu? Jalani saja dulu. Toh jodoh, komitmen, dan pernikahan bisa menunggu

Jodoh, komitmen, dan pernikahan selalu bisa menunggu

Jodoh, komitmen, dan pernikahan selalu bisa menunggu via www.engagedandinspired.com

Tidak enak memang menjalani hari dengan hati yang rasanya berlubang. Hidup jadi seperti zombie yang tak punya kemampuan menggerakkan badan dengan seimbang. Jika ada mikrophone yang diarahkan ke kepala, otakmu sepertinya sudah berteriak:

“Pulang! Pulang!” sekuat tenaga.

Tanda agar kamu segera mencari pelabuhan nyaman yang bisa disisipi jemarinya. Sinyal supaya kamu segera mengakhiri episode jadi pesakitan ini dengan kebahagiaan segera.

Namun bukankah seperti momen-momen hidup lainnya, patah hati tak seharusnya di fast forward hanya karena tidak nyaman terasa? Jika langsung membenturkan diri pada orang yang dianggap tepat untuk mendampingi sampai tua bisa jadi malah lebamnya belum sembuh sempurna.

Kita ini bukan ayam petelur yang harus selalu khawatir karena masalah umur. Kita juga bukan anak SMP yang kena kritik guru BP sedikit langsung ingin mundur. Kamu, saya — kita adalah orang-orang dewasa yang semestinya tak takut lagi untuk sekadar terbentur.

Memilih segera menikah hanya karena sudah malas patah hati itu pecundang sekali. Pernikahan, semestinya jadi komitmen suci selepas selesai dengan diri sendiri. Jodoh juga bukan one fit jacket medicine yang ampuh menyembuhkan semua perih yang sudah dialami.

Tuntaskan dulu episode-episode patah hatimu. Jodoh, komitmen, dan pernikahan selalu bisa menunggu. Komposisi yang menghangatkan hati itu akan menghampiri selepas tuntas dengan episode yang kini membuat pilu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat puisi dan penggemar bakwan kawi yang rasanya cuma kanji.