5 Pertanda Kalian Berada di Lingkungan yang Toxic

Padahal, semua orang memiliki hak yang sama untuk memperoleh suatu hal atas usahanya masing-masing

Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan peran orang lain sehingga akan hidup secara bermasyarakat. Dalam suatu lingkungan, penting adanya simbiosis mutualisme atau sifat saling membutuhkan antara dua individu. Kita membutuhkan lingkungan yang tepat agar memiliki hidup yang nyaman. Baik itu lingkungan keluarga, lingkungan pertemanan, atau lingkungan pekerjaan, kita sebagai individu harus bisa menempatkan diri kita bukan hanya untuk kepentingan bersama namun juga untuk kepentingan diri sendiri.

Advertisement

Menurut William Schutz (1966), terdapat tiga bagian dari teori kebutuhan interpersonal. Diantaranya adalah afeksi, setiap manusia pada dasarnya ingin memberikan dan mendapat kasih sayang. Lalu inklusif, yaitu manusia memiliki keinginan untuk menjadi bagian dari kelompok sosial tertentu. Yang terakhir adalah kontrol, yaitu kebutuhan untuk mempengaruhi suatu individu atau peristiwa dalam kehidupan.

Setiap orang tumbuh dan berkembang dari karakter dan lingkungan yang berbeda, sehingga setiap pribadi individu akan memiliki sifat yang berbeda pula. Ketika sudah tumbuh dan berkembang, seorang individu perlu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Memilih lingkungan yang tepat juga merupakan langkah penting yang perlu diperhatikan seorang individu dalam kehidupan bermasyarakat. Jika kita, sebagai individu terjebak di dalam lingkungan yang tidak nyaman maka sebagai manusia kita juga harus bisa mengontrol serta memilih lingkungan sekitar kita.

Menurut Maslow (Alwisol, 2011 : 205), Kebutuhan dasar ketiga adalah kebutuhan akan cinta dan dimiliki (love and belonging). Bagi mereka yang menjalin hubungan kedekatan antara satu sama lain, tentunya akan mendambakan kebahagiaan dalam hubungan tersebut. Namun banyak hubungan yang tidak sehat dan hanya merugikan salah satu maupun beberapa pihak. Biasanya hubungan tidak sehat dan merugikan itu disebut sebagai “Toxic Relationship”.

Advertisement

“Toxic Relationship” memiliki arti hubungan yang beracun. Dengan kata toxic yang diartikan sebagai racun, tentunya hubungan toxic dalam lingkungan harus bisa diatasi. Masih banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka sedang berada di dalam lingkungan yang toxic. Biasanya orang yang dirugikan dalam hubungan tersebut cenderung bertahan hanya karena tidak bisa menghentikan hubungan tersebut, dan lebih memilih untuk diam demi kenyamanan sesaat.

Dalam artikel ini, saya akan membahas enam pertanda yang muncul jika kalian sedang berada di dalam lingkungan yang toxic. Menurut John Bowlby (1988), terdapat empat gaya kelekatan yang terdiri dari gaya kelekatan aman (secure attachment style), gaya kelekatan takut (fearful attachment style), gaya kelekatan meremehkan (dismissive attachment style), dan gaya kelekatan cemas/ambivalen (anxious/ambivalent attachment style). Gaya kelekatan tersebut dapat dikaitkan dengan beberapa pertanda toxic-nya sebuah lingkungan. Berikut adalah lima pertanda kalian berada di dalam lingkungan yang toxic :

Advertisement


Egoisme yang Berlebihan


Manusia memiliki ego yang beragam, hal ini disebabkan karena setiap orang mendapatkan perlakuan dan didikan dengan cara yang berbeda. Pendidikan paling awal yang didapatkan oleh seorang individu yaitu pembelajaran dari keluarga. Seperti pada teori gaya kelekatan takut (fearful attachment style) seseorang yang terdidik dengan cara ini akan tumbuh dengan ketakutan dan kecemasan dalam hubungan sosial, mereka takut orang lain tidak dapat menerimanya. Salah satu akibatnya, yaitu timbulnya sifat yang egois dan mau menjadi paling hebat sendiri agar dihargai di lingkungannya.

Seseorang yang memiliki rasa egoisme tinggi cederung mendambakan validasi dari lingkungan sekitar, ia akan merasa gagal jika orang lain berhasil melakukan pencapaian yang tidak bisa ia lakukan. Padahal, semua orang memiliki hak yang sama untuk memperoleh suatu hal atas usahanya masing-masing. Egoisme yang berlebihan akan memakan korban jika individu tersebut hanya memikirkan diri sendiri tanpa peduli dengan apa yang dirasakan oleh orang lain. Egoisme yang berlebihan ini bisa membuat kita tidak nyaman, dan dapat mengarah ke hubungan yang manipulatif.


Kekerasan Secara Fisik Maupun Verbal


Bentuk kekerasan bisa berupa banyak hal, contohnya kekerasan fisik yang menyakiti hingga kekerasan verbal berupa ucapan yang bisa mempengaruhi kesehatan mental. Banyak yang tidak menyadari dan menganggap remeh mengenai verbal abuse, atau kekerasan verbal. Kata-kata yang menyakitkan dianggap tidak berpengaruh kepada hidup seseorang. Pelaku sering kali berlindung dibalik kata “bercanda”.

Namun kekerasan adalah kekerasan, tidak ada alasan yang bisa melindungi pelaku atas perbuatannya. Sebuah lingkungan yang sehat, bisa mengungkapkan segala macam emosi tanpa kekerasan. Harus dimengerti bahwa kekerasan bukan merupakan hal yang dapat ditoleransi. Kekerasan kecil dapat berkembang menjadi kekerasan besar yang berbahaya.


Tidak Saling Menghargai


Dalam sebuah lingkungan, alangkah baiknya jika para individu bersifat saling mendukung dan suportif dalam hal yang positif. Namun banyak sekali kasus yang merupakan akibat dari tidak adanya rasa saling menghargai dalam lingkungan, seperti tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Pada teori gaya kedekatan meremehkan (dismisiive attachment style) hasil dari pola asuh yang cuek dan tidak peduli akan menghasilkan suatu individu yang merasa dirinya tidak diperlukan.

Anggapan tersebut membuat pola pikir suatu individu merasa bahwa orang lain merupakan sosok yang tidak diperlukan, dan tidak perlu dihormati. Diperlakukan tanpa respect sebagai manusia tentunya membuat kita merasa negatif dan merasa pendapat yang kita miliki tidak berguna. Jika ada seorang individu yang tidak bisa menghargai orang lain, maka baik untuk kita menegaskan posisi kita sebagai manusia yang memiliki hak atas diri kita sendiri.


Guilt Tripping


Istilah guilt tripping berasal dari kata guilt yang berarti rasa bersalah. Istilah ini digunakan untuk menyebut perilaku yang cenderung membuat orang lain merasa bersalah untuk menutupi kesalahan diri sendiri. Jika melakukan kesalahan, semua orang dalam lingkungan harus bisa mengatasinya dengan mencari solusi dan mengakui kesalahan yang telah diperbuat. Namun, banyak orang yang merasa gengsi untuk meminta maaf atas perbuatannya.


Selalu Memiliki Respon Negatif


Menurut gaya kelekatan cemas/ ambivalen, gaya pengasuhan yang diterapkan cenderung tidak konsisten dan tidak dapat diprediksi. Hasil didik dari gaya pengasuhan ini dapat menghasilkan karakter individu yang merasa selalu salah. Individu akan bingung menempatkan dirinya pada posisi yang aman dan benar. Kecemasan yang dimiliki individu, akan berdampak kepada cara pandang ia terhadap lingkungannya.

Ketika seseorang selalu memandang negatif segala hal disekitarnya, ia telah memberikan energi tidak baik kepada lingkungannya. Memelihara negatifitas dalam sebuah lingkungan tentunya akan mempengaruhi kesehatan mental kita. Ketika melakukan suatu hal namun selalu mendapat respon yang negative merupakan pertanda bahawa kalian sedang berada dalam lingkungan yang toxic.

Lima pertanda di atas diharapkan bisa menyadari kalian akan lingkungan yang tidak sehat dan bisa menjadi salah satu cara untuk mengantisipasi hal-hal negatif yang dapat merugikan berbagai pihak.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE