Akankah Kebijakan New Normal Menjadi Solusi di Tengah Pandemi? Atau Malah Jadi Bencana?

Yuk Kita Ketahui Apakah Wajar Masyarakat Takut Dengan Kebijakan New Normal Dari Sisi Psikologi

Akhir-akhir ini sedang hangat-hangatnya isu tentang kebijakan "New Normal" yang sudah mulai diberlakukan oleh beberapa daerah di Indonesia. Hal ini menuai pro dan kontra di tengah masyarakat, sebagian masyarakat menyetujui kebijakan baru tersebut, akan tetapi ada juga sebagian masyarakat yang tidak setuju dengan diberlakukannya kebijakan ini, alasan masyarakat untuk setuju ataupun tidak setuju sangat beragam.

Advertisement

Sebelum kita bahas lebih lanjut, sebenarnya apa itu "New Normal"? seperti dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Rabu (20/05/2020), ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmita mengatakan, "New Normal" adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalani aktivitas normal. Namun, perubahan ini ditambah dengan menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19.

Menurut Wiku, prinsip utama dari penerapan "New Normal" adalah penyesuaian pola hidup yang biasa kita jalani dengan penerapan protokol kesehatan, seperti menjaga jarak fisik dengan orang lain, rajin mencuci tangan, dan selalu memakai masker apabila bepergian keluar rumah. Wiku juga mengatakan masyarakat akan menjalani kehidupan normal yang baru sampai ditemukannya vaksin untuk Covid-19.

Pemerintah menerapkan kebijakan "New Normal" dengan tujuan untuk memperkuat dari sisi kesehatan dan perekonomian. Penyesuaian dari sisi kesehatan dilakukan untuk menekan jumlah korban yang terinfeksi Covid-19, sedangkan penyesuaian dari sisi ekonomi dilakukan untuk menekan jumlah pengangguran yang terus meningkat belakangan ini karena maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh suatu perusahaan terhadap karyawan nya, serta untuk memperbarui sosial ekonomi masyarakat.

Advertisement

Disinilah permasalahan baru muncul, sebagian masyarakat Indonesia menolak diberlakukannya kebijakan "New Normal" dengan alasan takut apabila kebijakan ini diberlakukan maka akan terjadi lonjakan yang signifikan korban terjangkit Covid-19, mereka mengatakan kebijakan "New Normal" bukan merupakan solusi karena bisa menyebabkan bencana Covid-19 yang lebih parah lagi. Mereka takut negara Indonesia akan mengalami apa yang telah dialami oleh Korea Selatan baru-baru ini, yakni gagalnya kebijakan "New Normal" yang diberlakukan oleh Korea Selatan. Sebelumnya Korea Selatan telah melaporkan penurunan kurva jumlah orang yang terinfeksi Covid-19, akan tetapi setelah dilakukan kebijakan "New Normal" terjadi peningkatan orang terinfeksi Covid-19 yang signifikan, hingga akhirnya pemerintah Korea Selatan memberlakukan kembali kebijakan pembatasan sosial mulai Jumat (29/05/2020) hingga 14 Juni mendatang.

Jika kita lihat dari sisi psikologi, takut akan diberlakukannya kebijakan "New Normal" sangat manusiawi. Hal ini bisa dijelaskan dengan teori hierarki kebutuhan (kebutuhan dasar) Abraham Maslow yang merupakan seorang tokoh psikologi terkenal. Pada teori hierarkinya Maslow menyatakan ada 5 kebutuhan dasar manusia, salah satunya dalah rasa aman. Jika dilihat dari teori ini maka bisa dijelaskan bahwa masyarakat takut dengan diberlakukanya kebijakan ini maka rasa aman mereka selama berdiam diri dirumah menjadi terancam, contohnya saja bagi orang yang pekerjaannya mengharuskannya untuk bekerja diluar rumah maka potensi mereka untuk terjangkit Covid-19 akan lebih besar dibandingkan jika mereka tetap berada dirumah, contoh lainnya adalah bagi para orang tua, kebijakan ini juga akan membuat mereka khawatir, karena jika anak mereka kembali bersekolah seperti biasa maka para orang tua tidak lagi bisa mengontrol bagaimana dan dengan siapa saja anaknya berinteraksi dari mulai dia berangkat sekolah sampai dia pulang kembali. Jadi tidak salah jika ada masyarakat yang takut apabila kebijakan "New Normal" ini diberlakukan.

Advertisement

Akan tetapi tidak sedikit juga masyarakat yang setuju dan menganggap kebijakan "New Normal" ini merupakan solusi ditengah pandemi, dengan salah satu alasannya adalah akan membuka kembali kesempatan bekerja bagi masyrakat yang sedang menganggur, apalagi akhir-akhir ini sedang maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh perusahaan karena ikut terdampak pandemi Covid-19. Mereka juga berharap dengan diberlakukan nya kebijakan "New Normal" maka angka pengangguran yang belakangan terus meningkat dapat ditekan, serta perekonomian yang sebelumnya kacau dapat dinormalkan kembali.

Sebenarnya, apakah kebijakan "New Normal" ini akan menjadi solusi atau menjadi bencana sangat bergantung pada kerjasama yang baik antara pihak pemerintah dengan pihak masyarakat. Bagi pihak pemerintah diperlukan penerapan protokol kesehatan yang tegas dan merata, seperti menugaskan aparat keamanan untuk menjaga tempat-tempat yang berpotensi menjadi pusat keramaian dan juga dengan tegas menerapkan kebijakan physical distancing.

Serta bagi pihak masyarakat sendiri walaupun sudah diberikan kelonggaran untuk bekerja, bersekolah, hingga beribadah di luar rumah, jangan sampai membuat kita lengah. Kita sebagai masyarakat juga harus tetap waspada dan selalu mematuhi serta menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan agar bisa terhindar dari Covid-19.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Saya merupakan anak kedua dari empat bersaudara yang saat ini sedang berkuliah di salah satu universitas di Indonesia, yakni Universitas Syiah Kuala. Saat ini saya sedang menempuh jenjang pendidikan S1 di Prodi Psikologi.

CLOSE