Aku dengan Segala Ikhtiarku demi Satu Kata: Sembuh

Dulu ketika aku awal masuk kelas 6 MI, aku pergi latihan pramuka ke sekolah dengan menaiki sepeda pada jam 1 siang. Ketika di tengah perjalanan aku terjatuh dari sepeda karena kesempret kereta odong-odong. Lalu aku di antar ke rumahku oleh orang di sekitar tempat kejadian itu.

Advertisement

Aku tidak berani berbicara sama ibuku kalau aku kesakitan, aku hanya diam meraskan sakit. Lalu sore harinya, ketika aku hendak sholat asar aku merasakan sakitnya makin menjadi-jadi. Tapi aku belum berani untuk berbicara sama ibuku. 

Lalu saat makan malam, aku pun tidak bisa makan karena semakin lama tanganku susah untuk digerakan. Aku jujur kalau tanganku kesakitan akibat jatuh tadi, lalu ayah dan ibuku membawaku ke tempat urut patah tulang di Talun. Alhamdulillah, tanganku sudah bisa digerakkan seperti semula dan rasa sakitpun hilang. 

Beberapa bulan kemudian awal aku kelas 7 MTS, aku, saudara-saudaraku, serta ibuku sedang berkumpul bergurau ria. Salah satu saudaraku yang bernama Lisa memperhatikanku dan fokus kepada punggungku. Lisa salfok kenapa punggungku kaya agak beda dan agak membesar.

Advertisement

Setelah itu, ternyata ibuku dan semuanya pun melihat kalau memang punggungku agak besar. Ibuku panik lalu menghampiri ayahku yang sedang bekerja. Akhirnya, aku dibawa ke dokter klinik di Doro dan kebetulan dokter itu teman dari ayahku. Setelah diperiksa, dokter memperkirakan bahwa ada tumor di punggungku karena seperti ada benjolan di punggungku. Aku pun bersedih, terlebih lagi melihat ayah dan ibuku menangis. Aku sebenarnya tidak merasakan sakit sedikitpun tapi kadang memang merasa pegel banget kalo habis duduk lama.

Dokter menyarankan aku dicek laboratorium agar dapat diketahui pasti apa yang sebenarnya. Setelah dari klinik aku langsung pergi ke laboratorium di Pekalongan bersama ayah dan ibuku. Setelah melakukan pendaftaran akupun diperiksa. Dikarenakan hasilnya bisa keluar setelah 24 jam, akhirnya kita pulang ke rumah.

Advertisement

Keesokan harinya pihak laboratorium mengabarkan bahwa hasil laboratoriumku sudah keluar. Akhirnya aku bersama ayah dan ibuku pergi kesana untuk mengambil hasilnya. Menurut hasil laboratorium, tidak ada tumor di punggungku. Ayah dan ibuku senang mendengar hal itu. Tetapi kesenanganpun hilang seketika ketika dokter mengatakan bahwa tulangku membengkok atau skoliosis. 

Ayahku mencari informasi orang-orang yang ahli patah tulang mulai dari paling dekat dengan kecamatan sampai ke Pemalang dan sekitarnya. Awalnya aku dibawa ke tukang urut yang pernah aku datangi di Talun. Disana diurut tetapi tidak bisa menjamin sembuh total, tetapi karena ada kemauan untuk sembuh aku dan ayah ibuku urut ke sana seminggu sekali sampai 5 kali kesana. 

Ayahku mencari-cari lagi, ada temennya yang menyarankan dibawa ke tukang urut Jenggot, ada yang menyarankan ke Petarukan juga karena mereka dulunya pernah kesitu. Pertama aku dibawa ke Jenggot untuk pertama kalinya ke tukang urut. Tukang urut disitu memberi cara menelan berlian agar berlian itu menjadi tulang nantinya. Berlian akan dikasih dari sana, tinggal membayar sejumlah uang untuk satu berlian. Ayahku tidak langsung mengambil keputusan saat itu, akhirnya kita pulang ke rumah.

Ayahku berpikir matang-matang dan mendiskusikan dengan keluargaku. Aku ditanya bagaimana pendapatku mengenai itu. Aku tidak ingin cara itu karena aku takut dan tidak mau mengubah atau menambah ciptaan Allah yang telah diberikan kepada aku. Keesokan harinya kita lanjut ke tukang urut patah tulang di Petarukan. 

Aku ke sana bersama ayah dan ibuku. Sesampainya disana banyak orang yang sudah mengantri panjang dari berbagai kota. Padahal masih pagi sekitar jam 08.00 tapi sudah banyak yang antri. Di sana ada orang yang lumpuh duduk di kursi roda, ada yang memakai tongkat karena patah tulang sehabis kecelakaan dan masih banyak lagi.

Setelah menunggu lama, akhirnya tiba waktunya untuk aku masuk ke ruangan. Aku masuk ke ruangan bersama ayah dan ibuku. Aku terkejut melihat benda pusaka seperti pedang banyak sekali diletakkan di atas tembok. Aku tidak tau untuk apa benda itu, aku takut tapi aku mencoba untuk tetap tenang dan berbaik sangka.

Di dalam aku hanya dielus bukan diurut pada umumnya. Setelah itu tukang pijit meminta biaya 20 juta perban saja. Aku terkejut dan orang tuaku belum bawa uang segitu hanya membawa sekitar 7 juta. Akhirnya kita pulang dan kembali besok untuk membayar 20 juta. Setiap seminggu sekali aku selalu kesana hingga tanpa sadar hampir 9 bulanan lebih. Tapi belum ada perubahan punggungku masi saja membelok dan membesar, akhirnya aku sudahkan untuk kesana dan orang tuaku pun menyetujui. 

Setelah sekian lama aku tidak berobat kesana ke sini lagi karena trauma setelah kejadian itu, aku hanya berolahraga kecil. Setelah itu sekitar bulan januari 2020an aku diajak ke tukang urut lagi ke Batang. Aku urut disana seminggu sekali hingga tak terasa sudah 4 bulan lamanya. Namun, karena aku menganggap sama sekali tidak ada perubahan aku gamau kesana lagi. 

Hingga sekarang aku masih sakit skoliosis dan selalu merasa pegel. Sedih rasanya, tapi mau bagaimana lagi aku sudah ikhtiar kemana-mana namun belum bisa sembuh. Aku berpikir bahwa tidak ada manusia yang sempuna didunia ini dan aku berusaha untuk menerima takdirku ini. Aku hanya berharap semoga nantinya ada seseorang yang mau menerima segala kekuranganku.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE