Aku Ingin Memperbaiki Diri, Sebuah Ungkapan yang Begitu Bagus Namun Dilakukan Secara Salah

Pernahkah Kamu Bertanya Pada Diri Sendiri Tentang Refleksi Memperbaiki Diri?

Dari judul di atas sangat meyakinkan bahwa saya sok tahu. Ya ya, saya yakin hal itu ada dipikiran kalian. Siapa sih nih orang main salah salahin aja. Tapi terlepas saya sebagai manusia yang tak lepas dari salah, satu hal yang dapat kita sepakati bersama bahwa ungkapan “aku ingin memperbaiki diri” sudah sangat sering kita dengar. Biasanya timbul ketika seseorang ingin menolak secara halus kepada orang yang menyukainya, karena kalau bilang “kamu itu jelek” itu kasar. Begitu. Lalu beberapa situasi lainnya juga kadang kita mendengar ungkapan tersebut. Mari kita bedah bersama sebab musabab kenapa ungkapan ini kerap kali muncul. Bahkan kita juga sering menjadi subjek yang memakainya untuk menolak secara halus kepada orang yang menyukai kita, karena kalau bilang “aku suka yang lain” itu kasar. Terlepas dari situasi mainstream mengenai kapan munculnya ungkapan ini, terlebih dahulu kita harus mengerti apa makna sebenarnya dari ungkapan ajaib ini. “Aku ingin memperbaiki diri”. Biasanya juga ditambah di belakangnya dengan kata “dulu” jadinya : aku ingin memperbaiki diri dulu. Jika kita lihat secara harfiah, sudah sangat pasti bahwa maksud dari ungkapan ini adalah untuk menjadikan diri lebih bagus dari sebelumnya. Karena sepertinya diri yang dulu itu rusak. Karena benda yang diperbaiki adalah yang rusak. Kalau yang bagus dibuat lebih bagus bukan diperbaiki namanya, tapi dikembangkan. Sekilas susunan kata tersebut sangatlah indah maknanya. Siapa sih yang tak ingin menjadi bagus kembali? Siapapun mau pastinya. Dari makna kalimat tidak ada kesalahan. Bagus dan begitu bijaksana.

Advertisement

Sekarang mari masuk ke dalam penempatan kalimat. Analoginya, charger-an iPhone tidak akan pas buat hape Motorola. Seperti itu pula yang akan terjadi jika kalimat indah nan cantik tersebut ditempatkan pada sesuatu yang tidak sesuai. Mungkin alasannya cukup bagus untuk memperbaiki diri. Tapi sehabis itu apa? Dalam kasus ini marilah kita ambil sebuah contoh. Kamu ditawari tanggung jawab untuk mengemban jabatan tertentu dan kamu menolaknya dengan kalimat sakti tersebut karena menganggap diri kamu masih rusak. Ingin memperbaiki diri lebih dulu. Kemudian apa seterusnya? Apakah kamu sudah menjadi baik lagi?. Tepat memang jika mengetahui batasan diri sendiri dan menganggap ada kekurangan yang perlu diperbaiki. Tapi juga ada yang perlu diperhatikan yaitu kesiapan kita. Sebenarnya saya kira bahwa kamu hanya kurang mampu pada saat itu, benar bukan? Sehingga perlu waktu untuk meningkatkan kualitas diri. Tetapi bukan berarti berhenti untuk memperbaiki diri. Mungkin di sinilah akar masalahnya. Ungkapan memperbaiki diri ini kadang menjebak kita dalam mental-block. Bahwa kita tak semestinya dan selalu pantas untuk sesuatu. Lalu menjadikannya pelarian dan mencari sesuatu yang lebih mudah untuk dikendalikan.

Tak ada yang salah dengan memperbaiki diri. Karena sejatinya manusia memang harus selalu belajar. Bukan hanya tepat ketika kita berada di depan pintu tanggung jawab yang belum tahu apa risikonya, tapi juga di setiap momen kehidupan. Manusia harus selalu memperbaiki diri, manusia selalu belajar setiap saat. Jika nantinya sudah selesai dengan memperbaiki diri, apakah kamu akan berhenti untuk memperbaiki diri? Tentunya tidak. Hanya orang mati yang berhenti belajar memperbaiki diri. Menjadikan ungkapan tersebut sebagai pelarian bukan sebuah solusi untuk memenangkan tantangan. Kapan lagi ada kesempatan dan bisa saja dalam kesempatan itulah kamu menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Advertisement

Just do it and Take it.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang yang menatap langit yang sama denganmu

CLOSE