Aku Nahan Lapar, dengan Nontonin Orang Makan di Youtube. Rasanya Sudah Kenyang.

Obrolan antara saya dan teman terjadi ketika kami sedang asyik mencari sarapan di online food delivery. Tangan saya tidak bisa berhenti scrolling dari atas ke bawah kembali lagi ke atas. Hampir lima belas menit berlalu tanpa ada keputusan ingin pesan menu makan apa. Kemudian, teman saya menyarankan untuk beralih mencari menu makan di food instagram atau melihat feed Instagram para mukbang youtubers. Si Teman tiba-tiba nyeletuk, “Kenapa ya orang-orang ini bisa makan sebanyak itu terus banyak pula yang nonton video makan mereka?”

Advertisement

Saya terdiam, tidak menanggapi. Tapi aslinya berpikir, iya juga ya. Kenapa orang-orang pada tertarik nontonin orang makan ya? Mana durasi videonya bisa sampai berpuluh menit, dan itu isinya makan doang. Jujur, saya pun pernah menonton video mukbang yang tanpa sadar bisa bertahan sampai menit terakhir. Selesai nonton, tepok jidat sendiri! Wah, hebat kali aku ini sudah menghabiskan  dua puluh menit dengan sia-sia. Merasa “berdosa” pada diri sendiri membuang waktu untuk nontonin orang makan.

Makan dengan porsi abnormal dengan super bangganya diunggah ke media sosial. Dan boom! Ternyata banyak yang nonton ya, bund. Tren mukbang ini jauh di lubuk hati saya yang paling dalam lebih membagongkan daripada cerita Prabowo yang berakhir menjadi Menteri Jokowi.

Mukbang tidak bertujuan untuk mengenalkan makanan ke publik melainkan untuk memperlihatkan seberapa jago orang makan dengan porsi super besar. Padahal, makanan yang ditampilkan di video mukbang merupakan fastfood, junkfood, makanan dengan kolesterol dan lemak yang tinggi.

Advertisement

Pokoknya, kebanyakan isinya makanan yang dikategorikan tidak sehat, Sejauh mata memandang, konten makan dengan kepedasan tingkat setan neraka jahanam menjadi konten yang disenangi para pemirsanya. Tau nggak sih, bund? Acara Mukbang atau eating broadcast yang empunya berasal dari tanah ginseng alias di Korea Selatan sana ternyata salah satu faktornya disebabkan oleh keinginan untuk mengusir kesendirian, loh.

Berbagai penelitian menyebutkan ternyata faktor kesendirian menjadi salah satu faktor terkuat orang-orang melampiaskan diri untuk makan dengan porsi super jumbo. Usut punya usut, semua bermula dari acara live streaming bernama afreeca tv yang menyediakan wadah untuk orang biasa alias bukan selebriti menyiarkan acaranya sendiri dengan konsep bebas sesuka hati.

Advertisement

Nah, si livestremer ini dinamakan BJ (Broadcasting Jockey) mulai membuat konsep makan yang tidak tanggung-tanggung, “porsi kuli” pun kalah banyak. Mereka makan nih, sambil ngobrol sama layar kamera. Konsepnya “makan bareng” dengan ditemani orang-orang yang menonton acara tersebut.

Bisa satu jam lebih sheyeng. Apa tidak pegal mulut itu mengunyah? Mungkin, tapi dapat adsense mah akan dengan senang hati menjalaninnya. Selain adsense yang menggiurkan, dorongan untuk mengisi kekosongan makan sendirian juga membuat mukbangers ini terasa begitu superior ketika bisa menghabiskan semua makanannya. Dikutip dari artikel Hong dan Park yang berjudul Internet Mukbang (Foodcasting) in South Korea, sebelum maraknya tren Mukbang ini, masyarakat Korea merupakan masyarakat yang senang makan secara bersama-sama. Memenuhi meja makan dengan makanan inti dan segala macam side dish kebanggaan mereka.

Mengkampanyekan makanan dengan sejarah yang panjang, resep sehat yang dibuat dengan lama dan dimasak dengan penuh cinta. Kemudian, secara bersama-sama dimakan dengan hati yang bahagia. Begitulah, nilai etik dari makanan yang dinarasikan sebelum tren mukbang menjadi mendunia.

Apa sih nilai yang ditawarkan dari Mukbang ini? Cepat dan instan. Yep, dengan banyaknya anak-anak muda di Korea Selatan yang memilih untuk tidak menikah dan hidup sendiri, mereka lebih banyak memesan makanan atau membeli makanan instan di convenient store. Yang dulu biasanya makan sambil cerita sama sanak keluarga, nungguin masakan Bunda, sekarang lebih banyak makan sendiri sambil menatap layar tv atau karena sudah bisa diuangkan ya menatap layar kamera. Jadi, tidak heran tren makan dengan porsi besar yang dihabiskan sendirian ini semakin banyak dijumpai bahkan di youtube dan instagram. Dan tentunya, semakin mendunia, Kalau kata anak-anak kpopers mah, loneliness paves the way!

Tapi tahan dulu, menurut International Journal Mental Health and Addiction (2020) orang-orang yang senang menonton acara Mukbang merupakan orang-orang yang memiliki ikatan secara emosional dengan kehidupan yang menyendiri. Ada pula yang terobsesi dengan suara renyah ketika mukbangers mengunyah makanan (dikenal dengan ASMR). Atau dengan menonton video Mukbang dapat membuat kenyang secara “virtual” dan kemudian memperlancar agenda diet.

“Aku nahan laper, dengan nontonin orang makan di youtube. Rasanya udah kenyang” Ujar salah satu kawan ketika sedang menceritakan agenda dietnya. Ditambah senang aja melihat orang bisa makan dengan tidak cemot sana-sini dengan porsi yang begitu banyak. Glek! Menggiurkan.

Baiklah. Bisa jadi alternatif lain nih, kalau nggak ada yang diajakin makan bareng. Makan sama mas dan mbak Mukbangers aja di media sosial.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Suka pungut-pungut kucing, Kuatnya cuma minum kopi susu.

CLOSE