Ketika Aku Terus Mencari Jati Diri, Kenyataannya Aku Masih Suka Mengulangi Kesalahan Sendiri

Aku ingin berbicara tentang kecenderunganku untuk terpengaruh dan mengulangi kesalahan yang sama ketika aku bersama seseorang yang membuatku bersikap seperti itu. Tulisan ini tidak dibuat untuk menuduh atau menyalahkan siapapun. Hanya untukku, untuk pengingatku, dan menyalahkanku sekaligus berharap menemukan orang yang sepemikiran denganku.

Advertisement

Akhir-akhir ini, aku sering bertemu dengan teman-teman lama. Kami bertemu, berbincang dan dari perbincangan itulah aku mengerti seberapa jauh aku berubah dan berbeda dari diriku yang dulu, atau aku tidak berubah sama sekali. Semuanya sangat terasa. Semuanya sangat mempengaruhi setiap sikap, ucapan yang aku tunjukkan kepada mereka dan diriku sendiri nantinya.

Aku melihat kecenderungan diriku untuk melakukan kesalahan yang sama, memanipulasi diri agar dapat membaur dengan mereka, memaksakan diriku untuk ‘memanggil diriku’ yang dahulu kembali kepadaku saat itu juga, yang semua itu membuatku kehilangan separuh pelajaran yang aku dapatkan dari perantauan antara diriku yang dahulu dengan yang sekarang. Iya, beberapa hal membuatku kehilangan diriku.

Ketika aku melakukan kesalahan yang sama, tepatnya adalah ketika memutuskan untuk menjauhi sesuatu dan aku akhirnya melakukannya, tetapi semua itu berhenti kulakukan ketika aku bersama dengan mereka. Meskipun aku tahu persis alasan apa yang kupakai untuk meyakinkanku saat itu, semua itu begitu saja terlupakan. Sesuatu yang membuatku lelah dan yang kurasa tidak sesuai, akan kulakukan lagi ketika aku bertemu dengan orang yang membuatku berpikir perlu melakukannya lagi.

Advertisement

Sebenarnya bukan tanpa sebab, tapi bisa jadi karena itulah caraku dahulu yang kuanggap baik-baik saja awalnya, untuk berbaur dengan mereka dan ada pemikiran untuk mempertahankan itu semua meskipun aku tidak mau melakukannya lagi. Permasalahannya adalah, aku tidak cukup tegas untuk membatasi itu semua agar tidak kulakukan lagi.

Berkaitan dengan memanipulasi diri agar mampu membaur dengan mereka (lagi) dan ‘memaksa diriku untuk memanggil diriku yang dulu’, ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan diriku tapi kupaksakan. Rasanya ada sesuatu dalam diriku yang membuatku berpikir lebih baik melakukannya daripada tidak, seperti pikiran bahwa “Kau sedang berusaha menghangatkan suasana, jadi lakukan saja” atau pernyataan seperti “Turunkan standarmu sedikit saja, demi kehangatan momen ini”.

Advertisement

Kemudian yang kutahu pada malam hari, aku akan duduk di kamar, sendirian dan berpikir, “Aku benar-benar salah telah melakukannya.” Itu membuatku kehilangan diriku sendiri dan aku akhirnya akan berpikir, “Apakah tidak ada orang yang berpikir sepertiku?”.

Aku tahu dan sangat paham untuk mencoba tidak melakukannya karena aku perlahan akan kehilangan diriku sendiri. Salah satu contohnya, ketika kita membicarakan hal yang berkaitan dengan agama, standar semu, kemerdekaan berpendapat, atau kehidupan yang mereka anggap ‘normal’. Kemudian dari lubuk hatiku, aku berkata itu membosankan dan kau tidak bisa memaksakan orang melakukan sesuai standarmu, aku mulai lelah untuk memaksakan diriku menyetujui mereka. Aku merasa beberapa konsep adalah keyakinan kuno dan benar-benar sebuah bualan.

Sebagian diriku tidak menyetujuinya, tapi aku tidak bisa mengatakannya karena kupikir ada beberapa hal yang semakin didebat, semakin tidak berujung. Meski begitu, perlahan aku berusaha tetap menjawabnya sesuai keyakinanku, dengan kalimat paling umum agar dapat dimengerti. Entah itu berhasil atau tidak, yang kutahu, aku tidak terus-menerus tinggal diam.

Aku yang saat ini sedang menikmati untuk mengakui keberadaan pendapat apapun dan situasi apapun. Salah satu contohnya, seperti pengakuan terhadap keberadaan wanita-wanita Carmen dan gadis Lolita dit engah feminisme begitupun sebaliknya. Kemudian membanggakan Bonnie dan Clyde ditengah kemerdekaan lagu tentang 'I am the Woman but also a Man' atau 'I am the one and only, the Robber'. Mengakui pula keberadaan prinsip dan keyakinan wanita yang bebas ditengah standar masyarakat patriarki, serta mengakui juga wanita yang masih membanggakan sistem patriarki. 

Mungkin aku menyayangi mereka dengan cara yang berbeda. Wajar pula apabila terdapat perbedaan yang sangat banyak diantara kami. Hal yang aku sayangkan adalah, diriku yang berubah menjadi ‘diriku yang dahulu’ atau yang ‘lebih memaksakan diri’ ketika aku bersama mereka. Tentu saja semua ini perlahan melelahkanku dan meremehkan segala hal yang kupelajari selama ini.

Aku harap semua ini dapat kuperbaiki, aku sedang dalam perjalanan menuju ketempat itu. Mungkin aku menjadi tidak peduli, atau melawan, atau semakin yakin dengan standar dan pilihanku sendiri, apapun itu. Mungkin aku bisa berhenti memanggil ‘diriku yang dulu’ yang telah meremehkan ‘diriku yang sekarang’ yang telah belajar, atau mungkin aku harus benar-benar kill the old me untuk berhenti datang dan memaksakan keberadaannya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

reach me through email: fianniafs98@gmail.com

CLOSE