Masih lekat ingatanku akan hari dimana aku menangis keras dalam kesendirian. Kamu yang saat itu menyelesaikan hubungan kita dengan alasan yang sangat ingin membuatku marah meneriakkimu. Mempertanyakan ketulusan cintamu dan menyadarkan keberadaanku. Ya, ini perihal wanita lain. Apakah kau ingat hari itu? Hari ketika aku menghampirimu untuk merayakan kelulusanmu. Dengan dress brukat krem yang baru saja aku beli dua hari sebelumnya, aku membawa bunga kertas yang juga telah kupesan.Â
Apakah kau ingat mengatakan padaku bahwa aku tidak perlu hadir di acara itu? Aku masih memikirkan hari itu, kenapa kau melarangku untuk hadir? Bukankah aku pacarmu? Jika tidak, lalu siapa aku?
Untuk memberimu kejutan, aku hadir. Menempuh jarak yang tidak dekat dari kota ku tinggali selama kuliah. Saat tiba dan berhasil membuatmu heran, dengan anehnya wajahmu tampak kebingungan dan berusaha membawaku pergi dari kerumunan. Kita hanya berdua. Aku memelukmu dan mengucapkan kata 'selamat'. Kau menyambut pelukanku dengan hangat. Meski aku merasa ada beberapa keanehan. Hingga akhirnya aku menyadari ada yang salah.Â
Kita berpisah dan kembali ke tempat masing-masing. Kamu yang kembali ke keluargamu dan pulang kerumah. Dan aku yang kembali ke kota tempatku kuliah dengan menempuh jarak ratusan kilometer lagi.Â
Dalam perjalanan kembali, aku menerima pesan dari seorang wanita yang tak lain teman semasa SMAku yang juga temanmu. Dia mengirimiku pesan dengan perkataan maaf. Mendapatkan pengakuannya yang membuat hatiku sakit. Mengetahui kebenaran bahwa dia selama ini disampingmu selama aku berada di kota yang berbeda denganmu.
Air mata dari sudut mataku mulai keluar. Aku segera menghubungimu. Berusaha untuk menahan amarah. Namun, apa kau ingat yang kau lakukan? menutup semua komunikasi denganku tanpa menyelesaikan masalah.Â
Aku semakin marah dan ingin memakimu. Tapi tidak ada yang bisa ku lakukan saat terjebak dalam perjalanan. Akhirnya, kita selesai tanpa adanya penyelesaian masalah. Kau yang lari dan aku yang masih ingin mempertahankan hubungan kita meski akhirnya juga terpaksa lari ketika melihatmu yang bahkan sudah berbalik arah.Â
Kemudian, apakah kau ingat? Beberapa bulan kemudian, kau membuka komunikasi dan memohon-mohon untuk kembali. Aku yang masih belum sembuh dari luka juga tak ingin menerimamu sama sekali. Hal ini terus berlanjut hingga tiga bulan lamanya. Lalu, aku memilih untuk tidak lagi berinteraksi denganmu. Meski dalam keadaan masalah yang belum selesai. Aku memilih untuk tidak melihatmu lagi dan meninggalkan semua perasaan tulus yang pernah kuberikan dari lubuk hati terdalam.Â
Tahun berganti, begitu juga manusia dengan berbagai macam sifat barunya. Kau tiba-tiba kembali. Memohon untuk melakukan pertemuan. Dengan perasaan yang sudah jauh terkubur dalam, aku mengizinkan pertemuan kita.Â
Saat itu, sore hari di kafe dekat danau. Aku dan kau yang semula terbiasa duduk dalam rangkulan kini hanya duduk bersebrangan. Menatap ketenangan danau dengan rasa yang sudah bias. Aku menoleh sejenak. Memperhatikan perubahan yang terjadi pada fisikmu. Janggut tipis yang selalu ku sukai, jari jemari yang biasa ku genggang, lalu bibir kering yang kerap ku cium. Semua tampak masih sama. Hanya pemiliknya saja yang sudah bukan kekasihku.Â
Apakah kau ingat? Kita berbincang mengenai perkembangan pribadi. Tepatnya tentang bagaimana cara pandang kita terhadap sesuatu, perubahan diri, dan semua kejadian yang kita lalui beberapa waktu terakhir setelah tidak berhubungan lagi. Kau yang masih dengan dirimu yang sama, dan aku yang sudah banyak melakukan perjalanan, penemuan karakter, serta menghasilkan prestasi yang ku torehkan di kampus.
Lalu kau menatapku dengan mata sayu yang dulu selalu kuperhatikan. Aku melihat tanganmu sedikit ingin menyentuhku meski kau menariknya kembali. Kau mengalihkan pandanganmu ke danau yang masih tenang itu. Kemudian mengatakan, "Kau, semakin cantik, semakin baik, dan semakin cerdas.. kau benar-benar berubah menjadi jauh lebih baik.. andai saat itu aku benar-benar menyelesaikan masalah dan berusaha mempertahankanmu.."
Aku hanya tersenyum dan tertawa kecil mendengarnya. Mengetahui kau yang masih menyesali perbuatan hinamu itu. Meski demikian, aku bersyukur dan berterimakasih kepadamu. Kuakui, atas kejadian itulah aku bisa menjadi diriku yang sekarang. Kau benar-benar memotivasiku untuk melesat lebih jauh dan menjadikan diriku sebagai perempuan yang sangat bernilai untuk dimiliki seseorang.Â
Terima kasih, untuk kau yang pernah membuatku menangis semalaman dan tidak pernah menghargai keberadaanku.Â
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”