Balasan Untuk Surat yang Engkau Selipkan dalam Novel Mario Vargas Llosa

Empat tahun setelah surat itu aku terima, aku berniat membalasnya melalui ini.

Empat tahun aku kumpulkan niat untuk membalas suratmu. Aku memberi jarak yang panjang antara saat aku menerima surat itu dan waktu dimana aku memutuskan untuk membalasnya. Di samping karena kesibukan kerja sejak menamatkan kuliah sampai hari ini, aku juga ingin membalasnya dengan cukup rasional tanpa terlalu banyak melibatkan perasaan. Karena ini tentangmu maka aku membutuhkan waktu yang cukup lama. 

Aku bayangkan jika setelah aku menerima suratmu siang itu, aku membaca dan segera membalasnya. Andai itu yang terjadi maka engkau menerima puluhan bekas-bekas air mata di lembaran surat itu. Mungkin juga isinya akan lebih banyak tentang kekecewaan dan serpihan hati yang patah sepatah-patahnya hari itu. Dan yang kukenang hanyalah patah hati yang bertumbuh dalam selembar kertas.  Aku bersyukur telah mengurungkan niatku untuk membalas suratmu dengan segera kala itu.

Empat tahun yang lalu, hati yang utuh kuberikan ini telah engkau patahkan. Aku teringat malam di saat aku mendengar suarammu di telepon. Sebenarnya aku menyalahkan instingku kala itu, kenapa itu benar-benar terjadi. Kala itu aku tidak punya cukup cara untuk kendalikan hati dan air mata, aku patah sepatah-patahnya. 

Saat ini aku memikirkan hal itu kembali, engkau tahu kenapa aku merasa begitu patah hati? Karena saat itu, aku memberikan hatiku utuh kepadamu dan aku berelasi dengan tulus dalam beberapa tahun sebelum aku mendengar kisah itu. Aku menaruh harapan dan mendengar sambil berkhayal tentang keinginan dan masa depanmu yang tentu saja ada aku di dalamnya. 

Mungkin engkau lupa bagaimana kita menghabiskan paketan telepon tiap Minggunya. Kita membahas banyak hal dan jika itu berkaitan dengan ide-ide baru, unik dan lucu maka kita berdua akan bersama-sama menuliskan itu di ''bank ide'' sebuah buku yang kita sebutkan demikian. Andai bukumu itu masih ada, mungkin dilembaran ke sekian ada sebuah tulisan tentang ''kami ingin mendirikan rumah baca di kampung, menjadi wartawan dan sesekali menjual koran'' dan juga sebuah hal lucu lainnya ''aku ingin menerbitkan banyak buku dan pensiun dengan royalti'' itu adalah sebagian dari hal-hal lucu di telepon yang berhasil kita catat. 

Ada lagi hal lain yang berhasil kita catat dan kita teriakan dari salah satu bukit di Labuan Bajo. Sepertinya itu hari terakhir kita bertemu dan mengukir mimpi-mimpi. Saat itu kita cukup rasional. Berdua kita ikuti sosialisasi beasiswa untuk study magister dan cukup antusias mendengar sharing dari para awardee. Kita saling melempar senyum untuk saling meyakini bahwa kita berdua bisa ambil magister dengan beasiswa ke luar negeri. 

Engkau dengan benar menjawab beberapa pertanyaan dalam sesi kuis dan mendapat hadiah tote bag dengan simbol negara pnyedeia beasiswa tersebut. Engkau mendapat beberapa dan memberikan dua tote bag itu kepadaku. Aku menyimpannya pertama sebagai motivasi agar aku bisa ke sana dan kedua sebagai kenangan bahwa kita pernah bersama. 

Totebag itu berisikan buku catatan dengan lambang yang menghiasi sisi kanan dan kirinya. Kertas dari buku catatan itulah yang engkau pakai untuk menuliskan surat terakhir untukku yang engkau selipkan dalam novel Mario Vargas Llosa. Engkau memberikan itu sebagai hadiah untukku yang dalam suratmu engkau ingatkan sebagai hadiah yang tidak sentimental. 

Engkau mengirimkan pesan singkat sesaat setelah bus yang membawa bungkisan itu melaju ke kotaku. Aku ingat beberapa kali kita berpisah di depan sebuah agen bus itu dengan saling memasangkan gelang berwarna putih berhiaskan kerang. Aku ingat bahwa engkau selalu ingin memastikan semuanya aman. Pagi di bulan Agustus adalah pelukan kita yang terakhir sembari meyakinkan diri bahwa kita akan berjumpa kembali. Bus membawaku pergi dengan genangan air mata sambil kita berbicara di telepon. 

Baru saja aku merasa aman di kota itu lalu engkau membuat diri ini tak ingin kembali ke sana dalam waktu yang cukup lama karena merelakan membutuhkan waktu. Seperti saat kita duduk melihat senja yang perlahan tergantikan dengan indahnya lampu kota, lampu kapal, angin pantai dan aroma laut bahwa tidak ada yang abadi. Aku tidak ingin menganalogikannya dengan apa-apa lagi. 

Aku perlahan ingat akan pesan-pesan yang telah engkau tulis dalam tiga lembar buku catatan bergambar Kangguru. Pertama, aku baik-baik saja hari itu. Walau aku membaca suratmu dengan penuh air mata dan mengikuti acara pemindahan toga dengan demam. Aku senang bahwa jhari itu aku diwisudakan sebagaimana doamu dalam lembaran itu. Aku pun menjadi apa yang aku inginkan walau dengan banyak perjuangan dan jatuh bangunnya sampai hari ini. Aku sempat melamar menjadi Guru Agama untuk mengajar di Sumatera tetapi surat tanda bukti aku diterima kalah cepat dengan datangnya SK pelantikanku menjadi penyelenggara salah satu kegiatan besar di kota ini. Aku merasa bahwa doa-doamu turut serta dalam beberapa hal-hal baik dalam hidupku. 

Kedua, saat ini aku tidak menyesal telah mengenali kamu. Walau relasi itu tidak berlanjut tapi di beberapa tahun dalam hidup saya engkau pernah ada. Kita saling bertukar ide dan saling berbagi cerita tentang langkah-langkah yang kita tempuh untuk meraih impian. Oh ya, selamat untuk hal baik di tahun 2018 walau belum sampai akhir setidaknya telah berusaha. 

Ketiga, terima kasih karena mengenang aku sebagai orang yang baik dan berharga dalama hidupmu. Selebihnya kita adalah saudara yang sama-sama menyukai literasi dan hal-hal privasi. 

Keempat, surat-surat darimu masih ada. Tidak kubakar walau engkau memintaku untuk membakarnya. Aku menyimpannya di sebuah kota yang pernah kita impikan untuk tinggal, kukirimkan ke sana agar aku melupakanmu dengan cepat tanpa dibayangi suratmu masih ada di daratan Flores ini. Aku telah menghargai segalanya. 

Mungkin ada bagian-bagian yang tidak sempat aku balas. Aku meminta maaf untuk segala cuek dan membebani kamu dengan hal-hal konyol yang pernah ada dalam kepala saya. 

Tetap berbahagia. (Cici Ndiwa)

 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis