Bagi sebagian besar manusia, filsafat identik dengan berpikir, abstrak, sulit, dan kata-kata lain yang terkesan suram dan menjenuhkan. Tepat sekali, kata-kata itu memang sangat cocok untuk mendefinisikan filsafat. Lalu apakah judul diatas hanyalah clickbait semata? Oh jelas, tidak. Sebenanrnya, filsafat mengalir dalam setiap sendi kehidupan tanpa kita sadari. Pada tulisan ini penulis akan berbagi pengalaman mempelajari filsafat yang dirasa cukup menyenangkan dan mudah untuk dipahami.
Mari kita mulai dengan definisi filsafat itu sendiri. Filsafat berasal dari bahasa arab فلسفة yang artinya hikmah. Jika kita menggali lebih jauh lagi, kata dalam bahasa Arab itu berasal dari bahasa Yunani Kuno philo dan sophia. Philo artinya cinta, sedangkan sophia artinya kebijaksanaan. Jadi, secara bahasa filsafat artinya mencintai kebijaksanaan. Pada dasarnya, setiap manusia hidup dalam pencarian kebijaksanaan. Mencari kebijaksanaan merupakan salah satu kegiatan dasar manusia untuk mempertahankan eksistensinya. Tentu saja kita semua mencintai kebijaksanaan, setidaknya bijak untuk diri kita sendiri walaupun belum tentu bijak untuk orang lain.
Penulis pertama kali mempelajari filsafat saat duduk di kelas 11 SMA. Saat itu kurikulum sekolah penulis menetapkan mata pelajaran filsafat sebagai mata pelajaran wajib untuk tingkat 11 dan 12. Awalnya penulis dan teman-teman merasa malas dan tidak bersemangat karena merasa pelajaran ini akan sangat sulit untuk dipahami apalagi filsafat adalah pelajaran wajib yang sudah pasti akan memengaruhi nilai di rapor. Akan tetapi semua pikiran itu hilang ketika pertama kali mengikuti pembelajaran. Saat itu guru filsafat kami membawa sebuah novel. Tentu saja kami semakin bingung. Ternyata novel itu menjadi textbook kami untuk setahun kedepan. Novel itu berjudul Dunia Sophie. Novel ini ditulis oleh seorang pengajar filsafat dari norwegia bernama Jostein Gaarder. Ketika mendapatkan buku tersebut, hal pertama yang penulis baca adalah sinopsis di cover belakang. Ternyata buku ini merupakan buku bacaan untuk anak-anak usia SMP di Norwegia sana. Di Indonesia, filsafat bahkan hanya menjadi mata kuliah pilihan di beberapa universitas. Sebagian universitas bahakan tidak memasukkan filsafat dalam pilihan mata kuliah di kurikulum mereka. Alangkah malunya diri penulis ketika menyadari ketertinggalan pendidikan di indonesia sudah sejauh itu.
Novel Dunia Sophie berisikan sejarah filsafat dimulai dari trio Thales-Anaximandros-Anaximenes yang diyakini sebagai filsuf pertama Yunani Kuno sampai filsuf modern seperti Immanuel Kahn dan Friedrich Nietzsche. Cara novel ini menjelaskan kisah hidup para filsuf itu pun sangat sederhana layaknya novel pada umumnya. Yah walaupun pemikiran dari para filsuf tersebut masih sulit dipahami, setidaknya penulis menjadi tahu bahwa filsafat tidak seabstrak itu. Filsafat dalam novel ini lebih condong ke kemampuan mempertanyakan keadaan. Sebagai contoh adalah Thales, sang filsuf pertama. Ia merupakan seseorang dari keluarga nelayan yang hidup di pantai. Suatu ketika entah kenapa ia bertanya darimana asal dunia ini?, apa unsur dasar dari dunia ini? Akhirnya ia mendapat jawaban dari pemikiran yang sederhana. Ia yang setiap harinya hanya melihat air dan pantai percaya bahwa dunia ini berasal dari air. Iya, filsafat pada masa itu ternyata sangat sederhana.
Pemikiran Filsafat itu sederhana mulai menghilang ketika memasuki kisah hidup para filsuf modern yang hampir semuanya mempertanyakan fenomena sosial. Kali ini penulis benar-benar meyakini bahwa filsafat itu abstrak. Apalagi jika menyangkut fenomena ketuhanan, sudah jelas penulis akan angkat tangan. Di masa itu penulis masih percaya bahwa mempelajari filsafat terlalu dalam dapat membuat penulis menjadi manusia yang tak beragama. Hal yang kemudian penulis tertawakan di masa sekarang.
Apakah mempelajari filsafat memberikan manfaat bagi kehidupan penulis? Tidak tahu, jawabannya masih abstrak dan penuh dengan variabel yang bisa berubah-ubah karena penulis percaya bahwa kebenaran bagi manusia adalah hal yang tidak mutlak. Jawaban penulis terlihat sebagai orang yang bingung karena terlalu banyak berpikir bukan? Sebenarnya manfaat dari mempelajari filsafat adalah kemauan serta kemampuan untuk tidak mudah percaya dan mempertanyakan sesuatu. Hal ini tentu saja menjadi sebuah keunggulan di masa sekarang ketika hoaks dan isu-isu negatif sangat mudah menyebar di dunia maya. Kemampuan suka bertanya juga sangat menguntungkan di berbagai situasi karena hal itu mendatangkan banyak sekali ilmu baru ke diri kita. Pepatah Malu bertanya sesat di jalan sangat relevan bagi orang yang telah memelajari filsafat.
Akhir kata, penulis ingin menyampaikan bahwa filsafat itu menyenangkan. Bahkan mungkin kita telah berfilsafat tanpa pernah kita sadari. Pernahkan anda membantah opini lawan bicara anda karena kerancuan argumen mereka? Atau pernahkan anda menulis jawaban di lembar soal ujian anada sesuai kata hati anda karena anda tidak sependapat dengan textbook? Selamat, itu artinya anda telah bergabung dengan komunitas berfilsafat tanpa anda menyadarinya.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”