#BelajarDiNegeriOrang-Seputar Benci dan Menyerah

Sebenarnya, aku insecure lhoh sama kamu

Entah kenapa yang terlintas ada wajah-wajah calon orang sukses di masa depan. Pemikiranku langsung tertuju pada seorang penyanyi terkenal tanah air, Maudy Ayunda. Ia berhasil menyelesaikan studi S1-nya di Harvard University. Sekarang, Beliau sedang melanjutkan gelar masternya di universitas terbaik dunia lagi, Stanford University. Atau mungkin, Jerome Polin? Mahasiswa muda yang mengambil jurusan Matematika Terapan di Waseda University, Jepang. Selain keduanya, ada Gita Savitri, Nadhira Afifa, dan masih banyak lagi. Banyak yang bilang, mereka adalah para pemilik otak cerdas. 

Advertisement

Saya pribadi, sering kali berpikir mengenai kepiawaian mereka semua dalam menimba ilmu. Menyebar ke berbagai belahan dunia. Mungkin memiliki cita untuk menjadi sosok B.J.Habibie selanjutnya. Meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia mendatang. Tapi sayangnya, di sini, saya tidak ingin membicarakan putra-putri kebanggaan bangsa tersebut. Ini semua tentang mimpi saya. Mungkin berbalik jauh dengan jalan yang sedang saya tempuh. Namun, tak ada salahnya aku menceritakan akan mimpi ini, bukan?

Beberapa hari lalu, aku melihat sebuah video tentang pendidikan di berbagai negara dalam satu kanal youtube. Yang paling membuat saya tertarik adalah proses belajar dan mengajar di Finlandia. Katanya, menjadi negara dengan kualitas pendidikan nomor satu di dunia? Awalnya, saya terpikir. Mungkin saja, manusia-manusia semacam Maudy Ayunda tadi mampu mengubah pendidikan Indonesia. Minimal, tidak seburuk sekarang. Tetapi, nyatanya kita tak bisa hanya bertumpu tangan seperti ini, kan?

Sekilat semangat mulai menyambar. Belajar, menjadi kata kuncinya. Tak lupa, menengadahkan tangan pada Yang Kuasa juga jadi pintunya. Ah, jiwa menyerah itu cepat sekali datang. Hasil nilai belajar saya tak sebaik perkiraan. Bahkan, mendapat kritikan tajam dari orang sekitar. Mundur? Sempat tentunya. Menangis? Jelas iya. Marah? Tak bisa dipungkiri lagi.

Advertisement

Di usia yang masih labil, saya menjadi benci dengan kata berusaha dan belajar. Orang-orang seperti tak ada puasnya dengan kinerja ini. Padahal, mereka tak mengerti apa yang aku lakukan di balik nilai enam puluh, bahkan dua puluh. Setelah itu, aku selalu disuguhkan dengan video tour kampus ternama, seperti UGM. Lalu, perjalanan serta perjuangan pelajar di negara asing. Justru di sana, tak ada dorongan yang saya rasa dapatkan. Saya malah semakin membenci belajar.

Dibandingkan dengan peraih nilai terbaik? Aku bukan mereka. Ini aku, bukan dia. Semangatku bukan dari prestasi orang. Mungkin ada yang semodel itu. Tapi, aku malah menjadi semakin menjauhi nama-nama hebat itu. Bisakah aku merasakan dibanggakan? Semakin berjalannya waktu, aku paham sesuatu. Bukan orang lain, tapi aku yang dulu.

Advertisement

Ya, lingkunganku menuntutku menjadi dulu. Dengan jiwa ambisi yang semenggelegar itu. Mengatakan aku berubah karena pergaulan teman baru. Menyuruhku memilih jalinan kawan yang memiliki otak encer. Oh, tidak bisa. Ini kehidupanku. Jika ditanya titik terendah, aku jelas punya sampai saat ini. Ketika kemampuan berhitungku diwajibkan menyamai kecepatan menyelesaikan soal matematika adik. Dia pintar di bidang itu, lalu apakah aku juga harus?

Aku tak pernah ingin menjadi ahli matematika atau fisika. Namun, ketika aku tak mendapat nilai baik dalam kedua mata pelajaran itu, aku dianggap remeh dan tak bisa. Hal ini membuatku tertutup. Menolak bantuan untuk diajar.  Mendapat nilai buruk adalah mimpi nyata yang paling menakutkan. 

Hah. Aku ingin mendapat beasiswa juga seperti contoh yang telah dituturkan. Tapi, bisakah aku menjadi seperti apa yang aku impikan? Tidak, bukan matematika. Apalagi fisika. Jauh sekali dari Bahasa Inggris tentunya. Berapa kali sudah, impianku dianggap rendah. Aku ingin menjadi penulis terkenal. Aku bermimpi mengubah dunia dengan deret kalimat sederhanaku. Minimal, impianku akan menjadi baik jika sungguhan terwujud, kawan.

Bukankah #BelajarDiNegeriOrang tak harus duduk di bangku universitas dengan mata kuliah terkenal, kan? Apa salahnya aku memiliki jalan sendiri? Lambat laun, aku juga sadar. Prinsipku tak selamanya benar. Untuk sekarang, aku masih perlu semua ilmu. Tanpa terkecuali. Hasil buruk dan 'serbuk semangat' mungkin harus membumbui kehidupan remaja tanggungku. Bukan, aku sama sekali tak boleh menyentuh kata menyerah. 

Satu hal, sesuatu selalu memiliki minimal dua sisi berbeda untuk dipandang. Yang terbaik untuk kita, bukan berarti sama bagi yang lain. Yang jelas, jangan pernah berlagak seperti tokoh menyedihkan dalam komik sehingga patut mendapat uluran tangan pemain lain. 

Jika ini jalan kehidupanmu, maka seharusnya kamu yang berjuang. Mimpimu, biar menjadi milikmu. Orang lain akan tahu ketika kamu sudah bersinar dengan segala cita nyatamu. Tapi, untuk orang hebat diluar sana, ada yang ingin aku sampaikan. Aku Pernah Insecure Padamu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE