Mengantre Adalah Belajar Soal Kesabaran dan Menghargai Orang Lain. Benarkah Budaya Mengantre Semakin Usang di Era Ini?

belajar menghargai orang lain lewat mengantre

"Mbak, bisa ya toilet ini dibuka? Bentar aja mbak, nggak sampai 5 menit." Lalu seorang wanita yang dipanggil mbak ini tanpa bersuara menekan tombol kunci toilet bertuliskan "khusus difabel."

Advertisement

Dan akhirnya wanita paruh baya yang sebenarnya sedang mengantre di depan saya ini masuk ke toilet itu.Ya, seperti itulah pemandangan pagi kedua saya di tahun 2020, di sebuah toilet bandara. Tak banyak merespons, saya putuskan untuk diam dan tetap mengantre. Tapi tiba-tiba datang seorang wanita paruh baya membawa tas ranselnya yang besar, maju ke depan, tanpa berkata-kata, lalu dia menyerobot antrean. Lalu, beberapa antrean di depan saya yang merasa dicurangi mulai saling menengok dan berpandang-pandangan tanpa suara. Kemudian, seorang wanita muda di depannya, berkata, "Bu, sampean mboten sakno nggeh kale sing ngantre sakdurunge sampean? Tulung sampean nderek ngantre Bu."' Wanita muda ini berusaha menjelaskan dengan sopan agar Ibu ini ikut mengantre, karena kasihan pada yang sudah lama mengantre tapi malah diserobot. Tapi, entah apa yang ada di pikirannya, wanita paruh baya ini memutuskan untuk tersenyum saja. Apa? Iya, dia hanya tersenyum simpul. Lalu tetap menyerobot antrean, tanpa sedikitpun merasa malu dan bersalah.

Oh Tuhan, beginikah pemandangan di pagi hari ke-dua di tahun yang baru ini? Tak lama setelahnya, satu orang petugas toilet datang dan bertanya kepada petugas toilet wanita yang tadi diminta untuk membukakan pintu toilet difabel. Dan percakapan mereka seperti ini (sudah di translate dari bahasa Jawa ke Indonesia, karena terlalu panjang hehe), "Ini masih ada orangnya nggak?" ucap petugas pria sambil menunjuk toilet difabel. Lalu dijawab petugas wanita, "Waduh, nggak ngerti, izinnya sih nggak sampai 5 menit mas, tapi kok nggak keluar-keluar." Lalu petugas pria jawab lagi, "Lain kali nggak usah dibuka, khusus difabel ini mbak. Nggak usah takut dan merasa sungkan nolak, malah kita bisa kena marah nanti mbak." Lalu saya melihat wajah petugas wanita itu tertunduk lesu dan tak berusaha menjawab lagi.

Dalam hati saya berucap, "Hadeh baru aja tahun baru, ini masih di toilet, eh udah banyak aja drama. Ya, drama orang enggan mengantre. Iya, semua orang maunya serba ingin cepat. Serba ingin instan. Serba ingin gampang. Ini belum lagi di kantor, pasti lebih banyak dramanya. Hmm semakin banyak orang yang ingin serba cepet-instan-gampang. Nggak ngerti lagi lah."

Advertisement

Berusaha mengakhiri percakapan dalam hati, saya langkahkan kaki saya maju beberapa langkah lagi untuk segera sampai di tujuan yang sudah bosan saya nantikan, yaitu, toilet. Namun, tiba-tiba sebuah drama datang kembali menyapa di bilik antrean kami.

"Mama, aku gak mau, ini kan tempat nenek-nenek." Lalu mamanya menjawab, "Lha tapi kamu kan udah kebelet pipis." Anaknya menjawab lagi, "Ini tempat nenek-nenek ma, nggak mau." Dan mengakhiri semuanya, mamanya dengan tegas menyahut, "Udah cepet masuk," "Mbak ini gimana bukanya?"

Advertisement

Begitulah sebuah percakapan antara seorang anak dan ibunya. Kami yang mendengarnya sedikit merasa geli, malu, ya, tapi lucu juga sih. Kemudian sebuah suara menyahut, "Anak kecil aja ngerti, lha kok ibunya malah nggak ngerti ya." Saya yang sudah mengantre cukup panjang di toilet itu hanya bisa tersenyum simpul merespons suara tersebut.

Huft. Lagi-lagi tidak mau antre. Lagi-lagi ingin cepat. Lagi-lagi seenaknya sendiri. Lagi-lagi oh lagi-lagi, kapan giliranku masuk bilik-paling-dinantikan (baca : toilet) datang, supaya segera aku mengakhiri semua drama per-toilet-an ini. Huhuhu. Meski begitu, semua drama antrean ini mengajari saya sesuatu, yaitu, tentang menghargai orang lain. Iya, harusnya kita itu belajar untuk lebih memikirkan orang lain. Pikirkanlah tentang orang-orang yang akhirnya (harus) bertanggung jawab akan ketidaksabaran kita. Hargai hak mereka juga untuk mendapat perlakuan yang adil. Iya adil, agar mereka tidak mendapat masalah (teguran, makian, omelan) karena ketidaksabaran kita.

Lalu, kalau menurut kalian gimana? Benarkah budaya mengantre sudah semakin usang di era serba instan seperti sekarang ini?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Shangrila.(n) ; any place of complete bliss and delight and peace→The Lost Horizon, James Hilton(England,1933)™ Passion Never Weak

CLOSE