#BeraniWujudkanMimpi-Bagaimana Sebuah Mimpi Pantas untuk Dikejar?

Terkadang, sebuah mimpi tak layak untuk dikejar.

Kita semua dipukul habis-habisan oleh narasi di luar bahwa kita harus selalu mengikuti impian kita, selalu mengejar passion kita, selalu mengubah kenyataan menjadi apa yang kita yakini akan membuat kita bahagia. Memang, kamu berhak untuk mengejar impianmu. Kamu berhutang pada dirimu sendiri untuk #BeraniWujudkanMimpi dengan segala cara. Raih impianmu dan itu akhirnya akan membuatmu bahagia untuk selamanya.

Advertisement

Barangkali itu berupa karier idaman, meraih penghargaan Nobel, menjadi orang dengan pakaian terbaik dalam sebuah pesta, atau mendapatkan pasangan romantis di belahan bumi lain. Kita diberitahu bahwa kita berhutang pada diri sendiri untuk pergi keluar dan mewujudkannya. Dan kita adalah sejenis kegagalan apabila tidak melakukannya.

Aku terlelap dalam kepercayaan itu selama lebih dari seperempat usiaku. Selama masa kecil dan awal remaja, aku berfantasi menjadi seorang pemain sepak bola handal. Setiap kali menonton pertandingan sepak bola Eropa, aku selalu menutup mata dan membayangkan diriku berada di atas lapangan stadion yang megah, menari-nari menggiring bola melewati semua pemain lawan di tengah kerumunan penonton, dan orang-orang pun pasti akan lupa diri saat melihat permainan kakiku yang begitu memukau.

Fantasi itu bisa menghanyutkanku selama berjam-jam. Bagiku, pertanyaannya sangat mudah: yaitu kapan? Kapan aku harus merencanakan itu semua?

Advertisement

Sederhana, aku harus terlebih dahulu menentukan waktu sebelum mencurahkan tenaga dan upaya untuk sampai di sana dan menorehkan namaku. Pertama, aku harus menyampingkan kegiatan sekolah. Kemudian, aku perlu mendapatkan uang untuk membeli peralatan sepak bola. Lalu, aku harus mencari waktu luang yang cukup untuk berlatih, mengurangi waktu rebahan, berhenti bermain media sosial. Kemudian … seterusnya hingga tak ada lagi yang perlu aku kerjakan.

Meskipun aku terus memfantasikan ini sejak lama, dalam kenyataannya, hasilnya tidak pernah terwujud. Dan aku perlu waktu yang lama hanya untuk perjuangan yang melelahkan, sampai pada akhirnya aku tahu alasannya: bahwa aku tak benar-benar menginginkannya.

Advertisement

Aku jatuh cinta pada hasil akhir–bayanganku berada di atas lapangan megah, orang-orang meneriakkan namaku, menumpahkan pikiranku dalam giringan bola – tetapi aku tak jatuh cinta pada prosesnya. Dan karena itu aku gagal. Berulang kali.

Bahkan kegagalan itu pun bukan hasil dari perjuangan apa pun. Aku hampir tak pernah berusaha. Kebosanan saat berlatih, tidak mau menemukan klub untukku ikut bergabung, sulitnya mengajak teman untuk berlatih bersama, sepatu yang jebol, kaos kaki yang belum dicuci dalam 2 minggu terakhir, berlari mengelilingi lapangan di siang bolong, dan pergi ke lapangan hanya berjalan kaki.

Itulah impian yang serupa puncak gunung, dan seseorang harus berjuang mendakinya. Dan dibutuhkan waktu yang lama bagiku untuk tersadar bahwa aku tak suka mendaki gunung itu. Aku hanya suka membayangkan puncak gunungnya yang menawan.

Narasi di luaran secara umum akan memborbardir dengan aneka petuah, bahwa aku telah gagal, pecundang, cepat menyerah, hanya kurang ini-itu, bahwa aku menyerah atas mimpiku sendiri, dan mungkin aku membiarkan diri tumbang oleh tekanan dari “mereka”. Namun, kebenarannya jauh lebih menarik daripada salah satu penjelasan petuah tersebut. Kebenarannya adalah: aku pikir aku menginginkan sesuatu, tapi pada kenyataannya, tidak. Habis perkara!

Aku menginginkan imbalan, bukannya jerih payah. Aku menginginkan hasil dan bukan proses. Aku hanya jatuh cinta pada kemenangan dan bukan perjuangan.

Dan hidup tidak berjalan demikian.

Aku mendapati sesuatu yang lain, bahwa saat semua keinginan kita dikabulkan, banyak impian kita akan hancur. Sungguh!

Aku sudah menulis 3 buku dan menerbitkannya di usia 17 tahun, yang barangkali itu sebuah impian yang terwujud bagi sebagian orang sebayaku. Aku pikir ini mengundang kebahagiaan. Ketenaran di lingkungan temanku, tabungan yang lebih besar dibanding mereka, mendapat kritik sosial; ternyata secara paradoksal, aku adalah orang yang paling sengsara di antara mereka. Atau barangkali, aku lebih sengsara daripada orang-orang yang hidup di kolong jembatan.

Realitas tidak sesuai dengan fantasiku. Ada tekanan dan rasa sakit yang tak pernah aku bayangkan. Pikiran selalu diiming-imingi kejahatan. Karakter orang-orang di sekitar telah berubah. Hati bersikukuh ingin diperlakukan spesial. Aku merasa telah mencapai apa yang aku inginkan di usia 17 tahun ini. Dan kelebihan itu menghancurkanku!

Sebenarnya rasa sakit, kerinduan, dan frustasi hanyalah fakta kehidupan. Kita percaya bahwa impian kita akan menyelesaikan semua masalah kita saat ini tanpa menyadari bahwa mimpi tersebut hanya akan menciptakan varian baru dari masalah kita sekarang. Tentu, ini sering kali merupakan masalah yang lebih baik untuk dimiliki. Tetapi terkadang, ini bisa lebih buruk!

Ada kalanya kita lebih baik menangani masalah kita saat ini daripada sibuk mengejar cita-cita di masa depan. Aku harap setiap orang dapat mencapai kekayaan dan ketenaran dan segala hal yang mereka impikan. Jadi mereka bisa sedikit tersadar, bahwa itu semua bukan jawabannya.

Aku tahu ini cukup konyol! Tapi aku telah membuktikannya sendiri, bahwa terkadang impian itu tidak harus dikejar. Dan aku ingin kamu mempelajarinya! Jadi bagaimana kita mengetahui perbedaannya? Bagaimana kita tahu sebuah mimpi pantas untuk dikejar? Setidak-tidaknya, ada dua pedoman yang dapat membantu. 

Pertama, jatuh cinta dengan prosesnya, bukan hasilnya. Berjuang meraih impian adalah spiral yang merambat ke atas tanpa pernah selesai. Dan jika kamu masih berpikir bahwa kamu boleh berhenti mendaki di titik mana pun, aku khawatir kamu belum cukup paham. Karena kegembiraannya justru terletak pada pendakian itu sendiri. Kebahagiaannya justru terletak pada proses dan perjuangan kita dalam mencapai impian.

Kedua, apa yang memotivasi kamu? Perhatikan baik-baik pada apa yang sebenarnya mendorongmu. Apakah impian itu hanya untuk membuat orang lain menyukaimu? Atau apakah itu ekspresi antusiasme dan kegembiraan yang tulus? Selalu hati-hati, karena kita cenderung suka untuk diperhatikan. Jangan-jangan impianmu hanya untuk membuat orang lain menyukaimu. Jika demikian, impianmu hanyalah impian berkedok.

Apakah ini berarti kamu tidak boleh mengejar impianmu? Bukan tentang itu! Aku hanya mendorongmu untuk sedikit berhati-hati. Kita semua telah dibombardir dengan pesan bahwa jika kita tak menjadi istimewa dalam beberapa hal, maka kita tidak penting, pengecut, pecundang.

Tetapi seperti yang ditulis panjang lebar oleh David Foster Wallace, beberapa orang paling heroik di dunia adalah mereka yang bekerja diam-diam melalui kebosanan dan kebosanan. Mereka menjalani hidup dengan kepuasan sederhana dan kesuksesan tanpa nama. Dan tidak ada yang salah dengan itu.

Aku tak mengejar kesuksesan. Aku hanya fokus pada apa yang penting dan tetap melangkah. Kesuksesan itu datang tanpa pernah diundang. Dan karenanya, aku pun selalu siap untuk kehilangannya kapan pun dan di mana pun.

Karena satu-satunya cara untuk “menghancurkan” sebuah mimpi adalah dengan mendapatkannya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang pria membosankan yang tak menyedihkan.

CLOSE