Berkenalan dengan Dua Monumen Kebanggaan Indonesia Sembari Ditemani Rintik Hujan

Ratusan mobil pun berlomba-lomba untuk sampai tujuannya dengan cepat.

Hawa panas menyelimuti Kota Jakarta. Teriknya matahari yang dihiasi oleh awan-awan yang tidak beraturan bentuknya mengisi pemandanganku saat itu. Ditambah dengan rumah penduduk dan gedung-gedung tinggi yang mengisi pemandangan di sisi jalan. Ratusan mobil pun berlomba-lomba untuk sampai tujuannya dengan cepat. Setelah melalui perjalanan kurang lebih dari satu jam, kedatanganku di pusat Kota Jakarta disambut gumpalan awan yang tadinya berwarna putih seperti kapas kini berganti menjadi abu-abu kehitaman.

Tidak lama kemudian, butiran-butiran air pun mulai turun. Dari kejauhan, sebuah monumen yang pinggirnya ditemani ratusan pohon hijau yang ditata secara teratur sudah menarik perhatianku. Siapa yang tidak kenal Monas? Dipastikan seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke tahu monumen tersebut.  Monumen Nasional atau Monas merupakan salah satu magnet yang dimiliki Kota Jakarta untuk menarik minat turis atau rakyatnya untuk mengunjungi kota tersebut.  Lelah karena perjalanan yang cukup membosankan di mobil pun terbayar dengan melihat monumen yang menawan ini.

Presiden Soekarno sudah memiliki ide untuk membangun Monas sejak tahun 1949. Tujuan berdirinya Monas adalah untuk mengenang dan juga melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada tahun 1946 dalam meraih kemerdekaan hingga dapat bebas dari para penjajah. Pada tanggal 17 Agustus 1961, pembangunan monumen ini dimulai di bawah pengawasan Presiden Soekarno dan dikenalkan kepada umum pada tanggal 2 Juli 1975. Bangunan ini dirancang oleh arsitektur yang berasal dari Indonesia yaitu Soedarsono, Frederich Saliban dan Ir. Rooseno. Monas terletak tepat di Tengah Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat.

Aku dan ketiga teman lainnya memutuskan untuk  berjalan kaki menuju pintu masuk Monas menggunakan payung  karena pada saat itu rintik hujan terus mengguyur wilayah Jakarta Pusat.  Sepanjang jalan kawasan Monas ini banyak penjual makanan dan minuman. Mulai dari kerak telur hingga ketoprak. Pengunjung juga disediakan meja dan kursi untuk menyantap hidangan-hidangan khas Indonesia.  Tidak hanya itu saja, para pengunjung juga ditemani oleh pedagang mainan, pakaian dan aksesoris.  

Berbagai macam pedagang menawarkan dagangannya kepadaku tetapi kakiku menolaknya dan memilih untuk melangkah maju menuju monumen tersebut. Saat tiba di depan Monas, aku terkagum-kagum dengan bangunan megah itu.

Tugu Monas memiliki tinggi 132 meter sama saja dengan 433 kaki. Monumen ini merupakan aset kebanggaan bangsa Indonesia. Tugu yang berdiri tinggi dengan lidah api berwarna kuning keemasan dipuncaknya melambangkan semangat tinggi yang tidak akan padam di dalam dada bangsa Indonesia. Tinggi dari lidah api tersebut adalah tujuh belas meter apabila dihitung dari dasar. Angka tujuh belas memiliki makna tersendiri yaitu melambangkan hari lahirnya bangsa Indonesia yang jatuh pada tanggal tujuh belas.

Luas pelataran yang berbentuk pergi, berukuran 45 x 45 meter. Hal tersebut melambangkan tahun lahirnya bangsa Indonesia yakni pada tahun 1945. Museum Nasional yang terletak di bagian bawah Monas melambangkan bulan Agustus karena tingginya 8 meter dan Agustus merupakan bulan kedelapan. 

Pengunjung Monas lumayan ramai, ada rombongan sekolah yang mengunjungi monumen tersebut. Ada juga kelompok remaja yang sedang merekam video mereka sedang  menari sembari menggunakan Monas sebagai latarnya. Pengantrean tiket untuk masuk dan ketiga temanku memutuskan untuk menikmati pemandangan di sekitar Tugu Monas saja. Setelah puas mengambil foto, kami pun memutuskan untuk pergi dari tempat ini.

Kakiku melangkah menuju gerbang keluar dari area Tugu Monas, puluhan orang yang sedang mengantre untuk naik kereta wisata Monumen Nasional meramaikan jalur keluar. Kereta tersebut membawa pengunjung ke pintu masuk Monumen Nasional. Jelas, antreannya sangat padat karena penumpang tidak dipungut biaya untuk menaiki kereta ini alias gratis.

Saat menuju parkiran, suara petir terdengar di kedua telinga mengagetkanku menandakan bahwa sebentar lagi hujan akan mengguyur wilayah ini. Di sisi jalan, ada banyak permainan asyik yang telah disediakan untuk anak-anak. Mulai dari perosotan hingga kora-kora mini. Setelah jalan kurang lebih 10 menit, aku akhirnya sampai di mobil.

Tak hanya itu, aku juga melewati Bundaran HI, salah satu landmark Jakarta yang selalu ramai dikunjungi masyarakat Indonesia ataupun wisatawan lainnya.  Tentu saja, Bundaran HI selalu ramai dipenuhi para pengunjung karena letaknya yang tepat di depan Hotel Indonesia Kempinski, Hotel Grand Hyatt, dan Juga Hotel Mandarin. Tidak hanya tiga hotel tersebut namun, dua mall tebesar di Jakarta yakni Plaza Indonesia dan Grand Indonesia juga menemani Bundaran ini. Walaupun gerimis aku tetap dapat melihat Bundaran HI yang dihiasi oleh air mancur dan Monumen Selamat Datang, salah satu monumen yang juga merupakan kebanggaan bangsa Indonesia.

Ternyata ide pembuatan Monumen Selamat Datang juga diberikan oleh Presiden Pertama Tanah Air yaitu Soekarno.  Patung yang berada tepat di tengah Bundaran Hotel Indonesia ini terdiri dari dua pemuda dan pemudi yang sedang melambaikan tangan dan membawa bunga. Monumen ini dibangun dalam rangka Asian Games tahun 1962 yang melambangkan keramahan bangsa Indonesia dalam menyambut peserta Asian Games. Bunga yang berada di genggaman patung perempuan melambangkan persahabatan antara rakyat Indonesia dan peserta Asian Games lainnya.

Patung pemuda-pemudi ini memang disengajakan untuk menghadap ke arah utara karena pada saat itu, peserta Asian Games datang dari Bandara Kemayoran yang langsung diantar ke Hotel Indonesia dan Soekarno menginginkan  para peserta disambut oleh Monumen Selamat Datang.

Sayang sekali, aku tidak sempat turun dan melihat monumen Selamat Datang dari jarak dekat dikarenakan hujan disertai petir melanda wilayah Bundaran HI. Setelah itu, aku dan teman-teman melanjutkan perjalanan untuk mengisi perut kami yang sudah lapar. Kami mendatangi Lippo Mall yang terletak di kawasan Kemang. Setelah menyantap hidangan lezat, kami pun memutuskan untuk mengakhiri perjalanan. Tampak wajahku sudah lelah namun, kami berbagi tawa sembari melangkah menuju lobi utama.

Walaupun aku berkenalan dengan Monumen Nasional dan Monumen Selamat Datang dalam waktu yang singkat namun, aku tidak akan pernah melupakan pengalaman ini dan akan aku ingat terus sejarah pendiri bangsa karena  Indonesia telah diperjuangkan dengan air mata, darah dan juga nyawa. Masa depan Indonesia  ada di tanganku dan pemuda-pemudi lainnya. Dengan memperkuat rasa persatuan, pasti rakyat Indonesia dapat mempertahankan kedua aset kebanggaan tanah air ini.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini