Boleh Saja Kamu Berkomentar, Tapi Tak Akan Membuatku Gentar

Halo kamu, apa kabar?

Halo. Kamu apa kabar? Masihkah mengingat luka yang telah ditorehkan? Atau sudah lupa? Saya masih ingat dan akan terus ingat. Saya mau cerita ke kamu. Pagi tadi, teman kita heboh bertanya perihal tulisan yang saya kirimkan kemarin malam di blogspot.

Advertisement

“Siapa yang bilang kayak gitu? Aku juga merasa tersindir.’’

Seketika, saya mengingatmu. Kalimatmu tempo hari agaknya sangat membekas di ingatan. Tidak tahu kenapa. Pagi ini, ketika sedang mencuci pakaian, kata-katamu kembali terngiang. Kamu tahu, di saat saya mengangkat air, embernya jatuh dan duaaar embernya pecah. Kaget dong. Kenapa kalimat buruk mulut itu berhasil menghancurkan hari saya. Bahkan untuk hari yang masih terlampau pagi.

Omong-omong kamu kok tega ya, mengeluarkan kalimat jahat? Masih tidak menyangka. Kamu pernah bilang, kalau kamu juga ingin belajar menulis. Saya jawab, belajar kuncinya. Belajar baca dan nulis setiap hari. Kamu tahu kan menulis itu sukar. Ya, meskipun beberapa orang kerap menganggap menulis itu gampang. Nyatanya menulis itu pelik. Apalagi untuk pemula seperti saya ini.

Advertisement

Saya mesti baca ulang tulisan yang barusan dituliskan. Saya mesti edit ulang tulisan yang diketikkan. Saya mesti buka KBBI demi mendapatkan kosakata baru. Dikarenakan kosakata yang masih minim. Kamu pasti sudah banyak, kan ya kosakata yang dipunya? Makanya bisa berkomentar sejahat itu.

Enggak jarang tulisan saya yang sudah published sekalipun, masih ditemukan kata-kata yang saltik. Ribet, kan? Saat itu juga saya merasa gagal di dalam menulis. Apakah saya menyerah? Tidak. Terkadang saya malu dengan diri sendiri. Sok-sokan menulis A hingga Z, padahal menulis saja masih belum becus. Apakah saya menyerah? Tidak.

Advertisement

Sesekali saya juga kesal dengan mereka di luar sana yang hanya bisa berkomentar. Katanya sih, sekadar kritik dan saran, agar tulisan saya menjadi lebih baik (lagi). Tapi, kok ya, saya merasa mereka itu julid. Ah entahlah. Saya ini orangnya mudah baperan. Giliran mereka disuruh menulis, cuma elakan yang sering kali diberikan.

Jadi, kamu kapan mau mulai menulis? Saya pengin baca tulisanmu. Pasti kisah hidupmu jauh lebih menarik daripada kisah saya, yang nyatanya gemar sekali mengeluh. Eh tapi, mengeluh itu wajar, kan ya? Omong-omong, tidak dapat menulis satu hari satu tulisan, minimal satu tulisan setiap bulannya pun jadilah. Saya penasaran. Serius.

Kamu, ayolah menulis sedari sekarang! Saya juga ingin berkomentar di tulisanmu kelak. Kalau pun tulisanmu lebih bagus, saya bahagia dong. Karena saya bisa belajar darimu. Tapi, kalau tulisanmu jelek. Tenang. Saya tidak akan mengeluarkan kata-kata jahat, lantas, mengirimkannya ke kamu. Paling banter nih ya, saya berkomentarnya di dalam hati,

“Tulisanmu pun juga jelek dari saya. Lalu, kok sok? Modar!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Berjalan untuk bercerita, lalu menulis jejak.

CLOSE