Aku tak pernah berpapasan dengan beribu hal yang paling menyulitkan selain pada urusan hati. Ia adalah sesuatu yang begitu inkonsistensi dari setiap yang ada. Dan semua apa yang ia rasa kemudian menghasilkan refleksi, terkadang ia dikenai hukum dari pantulan kehidupan. Maka, sebaik manakah dirimu mampu menahkodai hal yang satu itu???
‘’Kau tahu wahai diri, aku selalu bertanya, apa yang kau mau sebenarnya.
Aku tahu betul keinginanmu, namun bias dalam realisasimu.
Kadang kau tersenyum dalam keadaan menangis.
Aku sering sekali menasihatimu, mencoba menenangkanmu. Sesering kau mengacuhkanku bahkan serasa meniadakanku.’’
Ini kisah tentang ruh maupun jiwa, antara hati dan logika yang mencoba menahkodai dirinya sendiri. Di Bumi, ruh dan jiwa itu menempati ruangnya, tubuh kita. Suatu saat tubuh itu akan rusak, mati dan tiada berarti. Kecuali ruh yang hakiki itu bukan hanya sekedar bayang-bayang yang bias ia terdengar, namun menjadi tempat berbagi pertimbangan bagi Sang Nahkoda sejati dalam mengarungi lautan kehidupan yang terlaknati, iya…terlaknati. Kecuali yang tersemat namaNya pada tiap-tiap langkah sederhana…, ia termaknai.
_*_*_
Awan melukis mendung, udara menyepoi bersenandung. Benar saja, butiran gemericik, jatuh beribu menggelitik.Ya, hujan turun dikampus itu. Mendung menggelayut manis tepat didadaku. Ada kelu yang jua tumbuhkan berjuta ragu. Sebab, nyaringnya hati dan logika berderu berdialektika. Hingga tertuju pada kata tanya, ‘’Mengapa?’’
Mengapa gadis ini masih saja begini? Mengapa ia tidak pernah mendengarku? Bukankah aku bagian darinya, Ruhnya, Jiwanya? Aku termangu. Menatap raut tanpa simpul simetris diwajahnya, tak ada senyum, jangan tanya tertawa. Agaknya rinai hari ini layaknya refleksi dari kelabu yang menyelimutinya.
‘’Kala nafasnya berdifusi dengan atmosfer buku2 yang terpajang
Pikirannya bercabang membentuk serabut halus yang menjalar
Sulit untuk ungkapkan, walau rasanya ingin Ia tumpahkan
Pada lembaran inilah Ia mampu, pada lantai keyboard jemarinya merayu
Sungguh, Ia bukan tanpa pekerjaan yang harus segera tertuntaskan
_*_*_
Gadis itu ayalnya pencari makna kehidupan yang hakiki. Menginjak 19 tahun pada bangku kuliah itulah, kini cerita berlabuh.
‘’Aku adalah perempuan yang mendobrak kehidupan, aku berjalan penuh keyakinan suatu saat doaku akan Allah jawab.’’ katanya, Sama persis ketika rasa iba sosok yang ia cinta, didalam darahnya mengalir keringat jerih payah.
Ya, dia katakan pada jiwa lembut itu. ‘’Ibu, aku ingin kuliah. bagaimanapun aku akan dapat beasiswa itu.’’ Tak dapat dia katakan jaminan yang lebih dari beasiswa penuh.
Ada cercah harapan, dari sosok yang dicinta. Matanya nanar, jelas sekali rasa sesak terpancar, dari sudut matanya yang kelu seorang ibu menyaksikan gelora seorang anak yang merayu. Bosan mendengar anak keduanya itu, tentang mimpi yang terlalu tinggi bagi keluarga macam ini.
_*_*_*_
Malam dibulan ramadhan, getaran ponsel tak sanggup membiarnya terpejam. Pesan masuk dari seorang temannya mengukir senyum simpulnya. ‘’Alhamdulillah, Allah meluluskan ku.’’ Teriaknya, memecah suasana. Aku turut bersyukur kepada Allah atas segala kehendaknya.
Tapi itu tak lama, kulihat ada yang tertahan di jiwanya. Dua bolamata itu menyapu isi pengumuman tentang jurusan apa yang ia dapatkan. Sekelebat saja, senyumnya tertahan. Logika nya mulai lagi, berdebat berdialektika. ‘’Mengapa bukan seperti do’a persisku? yang selalu aku lisankan pada tiap sujud-rukuk ku?’’ desisnya. Sungguh, pertanyaan yang melebur kegembiraanku yang baru saja lahir.
Waktu memberlalui, berikut cerita yang membersamai. Tak cukup membuatnya, menemukan makna dari perjuangan langkah kaki ditiap paginya. Menuju dinding-dinding kelas itu. Esensi dari semangat yang menggelora, rasa syukur dan bangga dengan gelar "Mahasiswa" tak ia temu. Kecuali rasa lelah akan jarak dan waktu yang menepis habis seluruh kekuatan dan motivasi.
Belajar tak lagi mudah baginya, ilmu tak mampu hadir, lebih lagi tentang membuka tabir. Belajar dan usahanya memahami ilmu tak berpengaruh dengan hasil yang selalu melesat jauh dari targetnya.
‘’Mengapa, ilmu ini menjadi begitu sulit teresapi? Apa yang tersalah, dan mengapa perjalanan dalam menyusuri jalan seakan tanpa esensi? Menghampakan makna yang harusnya disanalah kutemukan cinta dariNya, apakah ini pertanda bahwa seharusnya aku tidak disini?’’ Bisiknya, dalam perjalanan menuju perpustakaan.
Andai saja aku dapat dengan mudah mengarahkannya, andai saja aku dapat mengatakan bahwa ia sedang tersalah merangkai makna. Andai aku bisa meminjam raga insanMu yang lain Ya Rabbi, rasanya ingin kuguncangkan tubuhnya dan kupaksa ia untuk mendengarku. Namun, apalah kuasaku. Sebab Hatinya, ialah diantara jemariMu. Ya Muqollibal Quluub, berilah ia jalan dalam menemukan.
_*_*_*_
Satu waktu, pada rak-rak buku yang berjajar. Seorang perempuan sebaya, belum ia kenal sebelumnya, pergi bergegas lalu melempar senyuman kepadanya. Perempuan itu meninggalkan sebuah buku tergeletak diatas meja begitu saja.
Gadis ini memandang buku itu sejenak, kemudian mengacuhkan, kembali fokus pada tugasnya. Tepatnya masih memaksa fokus menyelesaikannya. Walau, kutahu sejak tadi buku itu begitu menarik perhatian. Benar saja, Fokusnya kabur, ia beralih, berlari memerhati lembar-lembarnya.
Dua lensa itu tertuju pada salah satu lembarnya, membunuh jenuh ditariknya buku itu. Matanya membesar, lebih lagi jiwanya meluas begitu lapang. Seluruh rangkaian kata terangkum membasahi dan memuhasabi diri sendiri. Otaknya kembali mengingat akan niat. Seperti halnya Al-Ghazali, yang membendung pertanyaan dalam jiwa yang ia rasa. Kemudian ia termenung menginsyafi.
‘’Sepenggal Kisah yang membuatku terenyuh akan perjalanan pengais ilmu seperti Al-Ghazali, Sang Imam tiada pernah tahu apa yang membuat ilmu jadi semakin sulit diresapi, hingga hidayahMu menghampirinya, akan kelirunya niat dalam mencari makna. Untuk hidup lah ia niatkan belajarnya, hingga ia paham bahwa belajar harus diniatkan hanya karena Engkau. Jadilah, ia terkenal akan kitabnya Ihya Ulumuddin."
Ya Allah ajari aku keikhlasan dalam mengais tiap ilmu dan pelajaran dariMu. Ajari aku seperti halnya Al-Ghazali, hambaMu yang begitu mudah menangkap ilmuMu karena senantiasa memperbarui niatnya hanya karena Engkau.’’
"Buku inikah yang kamu cari?" perempuan yang berkutat pada tumpukan rak-rak. Perempuan itu yang dulu melempar senyum padanya.
‘’Iya, benar. Waktu itu saya meninggalkannya dimeja perpustakaan begitu saja, saya tak sempat meminjamnya untuk referensi.’’
‘’Saya tak sengaja membacanya. lalu saya meminjamnya, Alhamdulillah ada banyak hikmah, Imam Ghazali sangat menginspirasi.’’ Jelasnya.
‘’Oya? Alhamdulillah. Saya bisa meminta kamu untuk menjelaskan hikmah dari apa yang kamu baca kalau begitu.’’ Lanjut Perempuan sebaya itu, melepas tawa diantara keduanya. Kini ia menemukan serpihan mozaik yang terserak dalam perjalanannya mengais ilmu bersama niat yang suci hanya karena Tuhannya.
Sebab niat itulah, yang akan mempertemukanmu pada ukhkuwah yang membiru. Yakni bersama orang-orang yang mendamba cinta yang hakiki. Maka carilah, semoga Allah senantiasa menuntunmu dalam menahkodai jiwamu. Karena hati kita, terletak diantara JemariNya.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”