Saat itu, usiaku 5 tahun. Entah apa yang berenang dikepalaku, sesaat aku berkhayal. Bila terlahir kembali di dunia, aku ingin menjadi burung. Ya, senang sekali rasanya dapat terbang tinggi dan berkicau menyanyi riang. Melihat burung dan kawanannya terbang di sore hari selalu membuatku ingin bergabung untuk merayakan indahnya hari. Begitu hebat kemampuannya,mereka menembus awan, melintasi gedung tinggi, dan mampu terbang di atas lautan. Namun, semua bayangan indah itu seketika sirna saat aku menyadari, menjadi burung mempunyai banyak kesialan yang menurutku sangat menyakitkan. Aku tidak ingin lagi menjadi burung, aku takut dikurung, dan aku takut ditembak pemburu. Segala kebebasan yang dimiliki burung, menjadi percuma bila hal tersebut terjadi. Aku melupakan mimpiku itu.
Ribuan sore kulalui, kini aku menjadi dewasa. Melihat burung terbang ternyata masih menjadi kegemaranku. Meski aku melupakan mimpi yang ku anggap konyol itu. Aku kembali teringat, bahwa saat kecil aku pernah bercita cita menjadi seekor burung . Diriku sempat menertawakan mimpi itu. Namun, ingatan itu membuatku menyadari suatu hal. Jika aku takut dengan pemburu, itu berarti aku takut dengan manusia. Saat itu kupikir pemburu adalah monster, padahal pemburu adalah manusia. Ya, aku juga manusia. Rumit, seketika aku marah dengan manusia hingga aku lupa aku juga bagian dari manusia.Â
Betapa menyedihkannya, hak seekor makluk hidup diambil begitu saja untuk dinikmati kicauannya. Merdukah kicauan belas kasihan oleh burung yang dikandangkan?. Entah bagaimana hal tersebut menjadi wajar dan dinormalisasikan. Semakin luas aku berpandang, ternyata manusia menyimpan keserakahan. Bagaimana tentang aku yang juga manusia?. Mempunyai daya, tapi tak sanggup bergerak pula. Mengetahui bahwa bumi manusia kini tidak baik baik saja, tapi merasa sia sia bila berjuang sendiri. Aku kembali ingin menjadi burung, aku mungkin harus berusaha sedikit lebih keras. Ya, mengusahakan kehadiranku kembali di dunia ini sesuai dengan apa yang aku andaikan. Mengusahakan hak terbang bebas, memakan biji buah dari pohon manpun, terbang tanpa rasa takut akan suara tembakan pemburu, berkicau riang tanpa mengirup polusi, dan berlidung di pepohonan rindang yang tak ditebang. Terdengar sangat berat, haruskah aku urungkan kembali mimpi konyolku itu?. Sepertinya aku menyerah dengan manusia, diriku sendiri.
Mungkin tulisan ini mengisahkan tentang burung dan mimpi seorang anak kecil yang dapat beramai ramai ditertawakan, tapi naasnya, ini bukan hanya tentang burung.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”