Burung Kedasih, Si Ratu Tega dan Mitos Suaranya yang Menyeramkan

Burung Kedasih, Si Ratu Tega dan Mitos Suaranya yang Menyeramkan

Pernahkah Anda mendengar mitos ada suara burung yang dapat memberikan pertanda akan adanya orang yang meninggal? Jika ya, maka suara burung tersebut adalah suara burung Kedasih.

Burung Kedasih memiliki beberapa nama disetiap daerah, untuk wilayah Jawa Barat ada yang menyebutnya dengan nama burung Wikwik (bukan lagu dari Thailand lho ya) atau Cirit Uncuing, sementara daerah lain ada juga yang menyebutnya dengan nama burung Emprit Gantil, sedangkan nama ilmiahnya sendiri adalah Cuculus Merulinus.

Karakter suara dari burung kedasih ini memang terdengar menyeramkan bagi sebagian orang. Mitosnya, jika burung ini berkicau disuatu wilayah, maka itu adalah pertanda bahwa akan ada orang di sekitaran wilayah tersebut yang akan meninggal dunia.

Mitos lain juga menyebutkan bahwa jika burung ini berkicau diwilayah selatan, maka akan ada orang yang meninggal di wilayah utara, begitu pula sebaliknya.

Para "kicau mania" (sebutan untuk orang yang gemar atau hobi burung berkicau) sangat menghindari burung kicau peliharaannya untuk mendengar suara burung kedasih. Hal ini disebabkan karena khawatir burung kicau peliharaannya itu bisa menirukan suara burung kedasih.

Jika hal itu terjadi maka dapat dipastikan harga burung kicau peliharaannya akan menurun drastis karena dianggap membawa malapetaka.

Benar atau tidaknya mitos tersebut, saya sendiri meyakini bahwa umur manusia itu Tuhan yang menentukan. Jika memang ada kejadian orang meninggal setelah mendengar burung Kedasih berkicau, mungkin memang sudah takdirnya meninggal diwaktu itu.

Terlepas dari hal tersebut, dikehidupan nyata burung Kedasih adalah sosok burung yang karakternya tidak patut untuk ditiru.

Kenapa bisa demikian?

Jadi begini, pada saat musim kawin tiba, burung Kedasih jantan dan betina akan melakukan perkawinan. Setelah itu mereka akan bertelur.

"Itu kan normal, lalu masalahnya di mana?"

Yang jadi masalah adalah, burung Kedasih (baik jantan dan betina) tidak pernah membangun sarang untuk bertelur, menetaskan anaknya dan juga membesarkan anaknya. Yang mereka lakukan saat hendak bertelur adalah mencari sarang telur burung lain, lalu bertelur di dalam sarang burung tersebut, selanjutnya burung kedasih meninggalkan telurnya di sarang burung lain itu.

Burung lain yang tidak mengetahui hal tersebut akan menyangka bahwa telur burung kedasih itu adalah telur miliknya, sehingga dengan sukarela ia akan mengerami telur tersebut sampai menetas.

Saat sudah menetas inilah kekejaman burung Kedasih mulai terlihat. Anakan burung Kedasih yang masih kecil akan membuang telur dari burung yang ia tumpangi dengan cara menendang-nendangnya sampai keluar sarang dan terjatuh.

Versi lain menyebutkan bahwa indukan burung Kedasih yang membuang telur tumpangannya itu saat selesai bertelur. Tapi yang saya lihat di youtube adalah anakan burung Kedasih yang sudah menetas yang membuang telur dari sarang tumpangannya itu.

Sehingga nantinya yang tersisa di dalam sarang burung itu adalah hanya anakan burung Kedasih saja. Dari sini anakan burung Kedasih akan terus dirawat oleh pemilik sarang yang tidak menyadari bahwa telurnya sudah dibuang.

Sungguh sangat kejam, sudah numpang, tak tau diri pula.

Proses ini akan terus berlangsung sampai anakan burung Kedasih tumbuh dewasa dengan cara disuapi dan diberi makan oleh burung yang sarangnya ia tumpangi.

Sungguh malang nasibmu burung, membesarkan anak burung lain sementara anakmu sendiri dibuang olehnya, tapi kau tidak menyadari hal itu. Andai saja burung mempunyai pikiran, pasti dari awal ia akan terkejut ketika melihat telurnya menetas tetapi tidak mirip sama sekali dengan dirinya.

Karena hal ini pula burung Kedasih sering juga disebut sebagai burung ratu tega atau burung yang tidak tahu balas budi.

Sungguh prilaku yang tidak pantas untuk ditiru.

Ketika anakan burung Kedasih sudah dewasa, ia juga akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh induk aslinya dulu, yaitu menetaskan dan menitipkan telurnya di sarang burung lain. Proses ini akan terus berulang dari generasi ke generasi.

Semoga saja dari kisah burung Kedasih ini kita bisa mengambil suatu pelajar berharga untuk kehidupan kita bersama.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Saya hanyalah anak kemarin sore yang mempunyai keinginan untuk menjadi seorang pengusaha dan membantu negara dan orang sekitar dalam mengurangi angka pengangguran