[CERPEN] Selamat Ulang Tahun

Cerpen Romansa

“Sebentar lagi tanggal 17, bisa tolong ucapkan selamat ulang tahun untuknya?” Suaranya parau, begitupun dengan tubuhnya yang sedikit bergetar.

Namanya Miguelle, usianya akan menjadi 21 di bulan Agustus. Sudah kuceritakan sebelumnya, kan?

Ia sedang berbicara dengan seseorang di balik teleponnya—Arthes namanya, teman dekat keduanya; Miguelle dan Sam. Entah apa yang terlintas di pikirannya, Miguelle seolah tak malu-malu mengungkapkan keinginannya.

“Maksudmu? Siapa yang akan ulang tahun?” Jawab Arthes.

Terdengar dari nada bicaranya, Arthes nampak bingung. Karena sedari tadi tidak ada pembahasan mengenai siapapun yang akan ulang tahun.

“Sam…” jawab Miguelle pelan.

***

Semenjak malam itu, Miguelle tidak pernah berhenti memikirkan Sam; tentang kebiasaan Sam yang suka mengigit kuku, ataupun yang sering menjadi kaku. Sam yang antusias ketika membicarakan otomotif, dan juga Sam yang imajinatif. Kisah diantaranya sudah berakhir hampir 2 tahun. Namun nampaknya Miguelle tidak pernah sepenuhnya melupakan Sam. Terdengar klise, namun begitulah kisahnya.

Tanggal 17 adalah ulang tahun Sam. Akhirnya Sam sampai pada usianya yang ke-21. Dari beberapa tahun lalu, Miguelle selalu menantikan tanggal spesial itu. Hanya saja, Miguelle belum cukup beruntung—kisahnya terlanjur berakhir sebelum ia bisa merayakannya bersama dengan Sam. Esok, tanggal 17, menjadi hari spesial yang sudah kedua kalinya Miguelle harus lewati (lagi).

Setelahnya mengucap nama ‘Sam’, Miguelle melamun entah ke mana pikirannya pergi.  

“Sudah kubilang, hari ini, sampai besok-besok, kujamin rasaku tidak akan kembali untuknya.” Jawab Sam, dengan goresan kecil di pipinya; membentuk senyuman manis.

Hari itu—di awal Oktober, cuacanya sedikit dingin sampai membuat pipi Miguelle kemerahan. Entah, aku menjadi ragu; mungkin cuaca dingin yang membuat pipinya memerah? Atau perkataan Sam?

Sam dan Miguelle nampaknya menikmati perbincangan klasik berlandas kisah masa lalu. Ya, Miguelle yang sejatinya ‘penggemar’ Sam dalam diam mencoba mengungkit apa yang kemarin terjadi. Mereka tertawa malu—seperti kakek dan nenek tua yang menertawai kebodohan tanpa alasan. 

“Kau yakin? Aku mengingatnya dengan baik, saat kau merayakan ulang tahunnya yang ke-19. Sambil membawa kue ulang tahun, kau mengucapkan ‘selamat ulang tahun’ dengan tatapan penuh cinta. Jangan mengelak, siapa yang tahu cinta itu akan kembali? Rasanya menyedihkan, merasa sedih di hari bahagianya teman. Aku menangis di sepanjang jalan, berharap mimpi burukku tak terjadi.” Oceh Miguelle.

“Apa maksudnya yang kau sebut ‘mimpi buruk’ itu? Aku menjadikan dia sebagai kekasihku? Aku dan segala tentangku tak pernah takluk dengan apa yang dimilikinya. Hanya indah, tapi tak pernah terpikir olehku untuk bersamanya.” 

Sam tidak gemar memotong pembicaraan seseorang, tapi kurasa kali itu adalah waktu yang tepat untuknya menghentikan kecemburuan Miguelle pada hal lalu.

“Hmm, kau tahu? Tentang ulang tahun, mungkin aku bisa dibilang sebagai ‘Si Rajin’ yang merayakan ulang tahun teman. Namun nampaknya rajinku tak pernah berbalas.” Lanjut Sam, mengalihkan pembicaraan.

“Siapa yang tahu kalau kau akan berulang tahun jika kau saja selalu menutupinya, Sam?” Jawab Miguelle sambil tertawa heran. “Aku pun tak tahu, yang kutahu… hmm, mungkin pada Juli?” lanjutnya.

Sam tersenyum malu sambil melihat langit-langit rumah Miguelle, seolah sedang berpikir.

“Kalau kubilang benar, kau bisa tebak kapan tanggalnya?”

“Tujuh? Sepuluh? Hmm… Bagaimana dengan tujuh belas?” Terlihat jelas kerutan pada dahinya, Miguelle cukup berpikir keras untuk menebak hal yang sudah pasti dijawab jujur oleh Sam. Sia-sia, tapi begitulah Miguelle.

“Tujuh belas,” jawab Sam singkat. “Hmm, ini cukup unik. Kau tahu—aku, ayah, dan adikku punya tanggal ulang tahun yang berurut. Sayang, tanggal si ibu tidak ikut berurutan.” Lanjutnya.

Malam awal Oktober yang rasanya seperti hari tanpa habis; yang Miguelle dan Sam harapkan akan terus begitu. Jika Sam tidak berharap, setidaknya Miguelle mengharapkannya. Namun kita semua tahu, selalu ada akhir pada setiap awal.

Sam pulang, karena sudah terlalu larut. Keduanya berpelukkan; Sam mencium kening Miguelle sambil tersenyum.

“Aku pulang dulu, ya.” Kata Sam yang sedang mengenakan helm kesayangannya. “Nanti kukabari kalau sudah sampai. Walau aku tahu, pasti kau sudah terlelap ketika aku sampai di rumah.”

***

“Halo, Miguelle? Apa kau masih tersambung dengan teleponku?” Terdengar jelas suara Arthes yang sedikit membentak; karena sedari tadi terasa sepi tanpa jawaban. “Jadi, siapa yang akan berulang tahun di tanggal 17? Aku tidak mendengarmu.”

“Hmm, lupakan saja. Arthes, kurasa aku harus mematikan teleponnya. Kevin meneleponku.” Jawab Miguelle tanpa penjelasan.

Lamunan tadi terasa begitu singkat, dan menjadi terhenti ketika Miguelle melihat nama ‘Kevin’ pada notifikasi telepon di ponselnya. Tanpa basa-basi, Miguelle menghentikan pembicaraan dengan Arthes, dan mengangkat panggilan itu.

“Halo, sayang?” Ucap laki-laki di seberang sana.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Student of Marketing Communication at Bina Nusantara University📚