Dear Para Laki-laki, Kamu Harus Percaya dengan Kekuatan Kata-Kata Agar Tak Sembarang Bicara

Dalam cinta, laki-laki kerap dipangkukan beban pada tindakannya.


“Tolong buktikan dengan tindakan, jangan hanya bicara.”, kata seseorang pada mantan kekasihnya. 


Advertisement

Sekiranya demikian, itu lebih baik. Saya selalu skeptis ketika ada kalimat semacam itu. Khususnya dalam percintaan. Seolah-olah kata-kata hanyalah kekosongan saja. Rasanya kurang fair, kita tak bisa memberi nilai ‘nol’ pada ujaran-ujaran yang ditukarkan dalam percintaan. 

Sering kita jumpai bahwa pria yang banyak ngomong kerap dianggap sebagai pria yang bukan alpha male. Pria yang baik adalah pria yang banyak praktek-nya. Banyak gerak dan aksi, bukan yang jago berbasa-basi. Akhirnya, kata-kata jadi sesuatu yang dihindari oleh sebagian laki-laki. 

Izinkan saya untuk melakukan counter attack atas narasi tersebut. Wahai pria, percayalah pada kekuatan kata-kata. Bukankah tindakan selalu diawali dengan kata-kata–paling tidak di dalam kepala? Bukankah “basa-basi” kini harus kita akui sebagai suatu kemampuan yang sangat dibutuhkan? Ejekan “bacot” yang dulu kita berikan pada kawan sepermainan, kini menjadi semacam soft skill yang bermanfaat.

Advertisement

Tanpa penjelasan yang memadai, perseteruan dengan kekasih bisa berujung PHK (Pemutusan Hubungan Kasih). Kalau gegabah bertindak, secuil pertanyaan “Kenapa?” bisa membuat keringat dingin. Apalagi dalam kondisi pandemi begini, kamu dan dirinya tak bisa semudah itu bertemu. Komunikasi tanpa bertatap muka menjadi pilihan. Maka mau tak mau kamu harus mampu bicara dengan baik, mengandalkan pemilihan kata yang oke, dan bermanis-manis tanpa terkesan norak agar komunikasi terjalin dengan lancar. 

Ketika Anda dalam konflik, misalnya, tentu lebih butuh rangkaian maaf yang jujur dibanding buru-buru membelikan sekotak martabak atau membawakan setangkai mawar merah. Itu baik, sih, tapi tanpa ada pendahuluan yang mengawali, martabak itu mungkin bisa dilempar balik ke wajah Anda. Kalau Anda sedang menjalani hubungan jarak jauh, maka mengungkapkan perasaan bisa menghilangkan jarak, yang kata penyair Joko Pinurbo, “Jarak itu sebenarnya tak pernah ada. Pertemuan dan perpisahan dilahirkan oleh perasaan.”

Advertisement

Tapi ngomong-ngomong soal penyair, bukan berarti di sini saya bilang kita harus mendaftar 40 kutipan penyair Indonesia lalu menyampaikannya kepada pasangan secara rutin. Kalau itu Anda lakukan, maka percayalah perut pasangan Anda akan mual di hari ke-30. Kata-kata di sini adalah bagaimana kita bertutur, berbicara, atau menulis pesan di chat. Sesederhana itu. 

Yang harus Anda lakukan hanyalah percaya pada kata-kata. Percaya bahwa bertindak adalah penting, namun kata-kata sama pentingnya. Jack Schafer, seorang behavioral analyst untuk Federal Bureau Investigation (FBI, badan agen rahasia Amerika), bilang bahwa “Kata-kata memang tidak bisa mengubah realitas, tapi bisa mengubah bagaimana kita melihat realitas.” Bila kita akan berkenalan dengan seseorang, lalu teman kita bilang bahwa orang itu tidak bisa dipercaya, maka kita cenderung menilai orang tersebut sebagai orang yang tidak layak dipercaya. Ini bisa dinamakan primacy effect

Ketika kita berkomunikasi dengan pasangan, penting sekali untuk memilih bahkan pada tiap kata yang kita ucapkan. Penting juga kita mengetahui “kata” apa yang disampaikan orang lain mengenai hubungan dengan pasangan kita. Bahkan kata-kata memiliki dampak buat otak kita. Menurut Andrew Newberg dan Mark R. Waldman, penulis buku Words Can Change Your Brain, menjelaskan bahwa sebuah kata mampu menimbulkan respon emosional tertentu. 

Ia menjelaskan bahwa kata-kata positif seperti “damai” dan “cinta”, memperkuat area frontal lobes (bagian otak yang berhubungan dengan pengambilan keputusan) dan meningkatkan fungsi kognitif kita. Maka, berikanlah kata-kata positif pada mereka. Sebaliknya, satu kata negatif bisa memicu respon di bagian otak kita, yaitu amygdala, yang merupakan pusat rasa takut manusia. 

Lantas, jangan menganggap kata-kata menghasilkan kekosongan. Kata Plato,

“Mereka yang tidak tersentuh karena cinta, adalah orang-orang yang berjalan di dalam gelap gulita. Dan pada sentuhan cinta, setiap orang jadi penyair.” Atau kalau penyair terlalu berlebihan, paling tidak kita memberi nilai pada kata-kata.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE