Demi Sebuah Perasaan yang Membuatku Kembali Bertahan, Perasaan Kasih Sayang Tulus dan Menenangkan

Ku dengar rintikan keras yang berasal dari atas langit-langit atapku. Yap, hujan akhirnya turun

Malam ini kembali datang. Ku rebahkan tubuhku di atas kasur empuk yang di sprei rapi. Masih dalam kondisi lelah, ku ambil ponsel dari dalam ransel dan langsung ku putar playlist favorit yang biasa kudengar saat menjelang tidur.

Advertisement

Tak terasa sudah berjam-jam mataku masih kokoh tak terpejam. Entah sudah berapa kali aku membaringkan tubuhku ke kanan dan ke kiri, hanya untuk mencari posisi nyaman agar bisa terlelap. Tapi rasanya sulit, jangankan ingin terlelap, tanpa sadar air mataku tiba-tiba berlinang membasahi seluruh pipi dan bantal usang kesayanganku. Ahh~ perasaan ini muncul lagi, pikirku.

Hari itu aku baru saja bertengkar dengan seorang perempuan, yang bisa dibilang sampai detik ini aku belum siap untuk kehilangannya, lagi. Hampir genap setahun aku dan dia menjalani hubungan bersama. Hanya biasa, tidak ada yang istimewa seperti kisah percintaan di sinetron ftv yang tayang hampir setiap hari. Makan bareng, nonton bareng, jalan bareng, pulang kuliah bareng sampai hingga dititik di mana adu emosi pun bareng.

Kehidupan percintaanku dengan dia tidak semulus aspal di jalanan. Pribadiku yang terlalu mandiri membuat aku menjadi lelaki yang pandai menutupi perasaanku sendiri. Perasaanku yang luluh, rapuh dan mudah runtuh, mungkin.

Advertisement

Ku dengar rintikan keras yang berasal dari atas langit-langit atapku. Yap, hujan akhirnya turun. Menambah atmosfer kesedihanku semakin mendalam.

Aku sangat suka menyendiri. Mendengarkan musik, sambil melakukan hal favoritku seperti biasa. Menutup mata sambil menyilangkan tangan kanan di atas jidat. Di tempat sepi sambil terkadang meratapi hal yang jauh di atas angan. Seperti "Introvert", begitu mereka bilang. Bukan mauku, tapi aku bahagia dengan takdir ini. Ya, sebagai seorang "Introvert".

Advertisement

Mungkin itu adalah satu dari sekian masalah yang sering terjadi antara aku dan dia. Dia yang mencintai dan aku yang dicintai. Aku pun sadari itu. Terbukti mulai dari aku berpacaran dengan sahabat sebangkunya di kampus, dia ternyata sudah lebih dulu menaruh hati dan perasaanya padaku. Semula aku tidak sadar, sampai pada akhirnya aku putus dengan sahabatnya itu dan dia mulai jujur akan perasaannya. Selang beberapa minggu setelah aku putus dengan sahabatnya, kini dia lebih berusaha untuk menarik perhatian dan simpatiku.

Waktu sudah menunjukkan pukul 00.23 dan aku masih belum berhasil memejamkan mata ini. Playlist lagu diponselku pun sudah sampai urutan terakhir. Ku peluk kembali guling dinginku akibat hawa hujan yang juga tak kunjung reda sambil menenggelamkan diriku kembali pada atmosfer kesedihan.

"Kringg…." Dering ponselku pun berbunyi. Terdengar suara khas di seberang sana yang sangat ku kenal.

"Halo?? Masih belum tidur?"

Suaranya merindukanku dan perlahan aku mulai bangkit dari kasur empuk kesayanganku.

"Iya, belum nih," ucapku bersusah payah mengendalikan suara agar tidak terdengar seperti isak tangis.

"Terus gimana sama masalah kita tadi? Udah dapet jawabannya?" Dia kembali bertanya. Kali ini suaranya terdengar seperti orang yang penasaran. Ternyata aku tidak sekuat itu. Entah kenapa, air mataku yang semula sempat mengering, kini kembali jatuh perlahan.

"Kamu bisa bohong sama semua orang, bahkan sama diri kamu sendiri. Tapi kamu nggak bisa bohong dari aku," Kembali pernyataannya menyudutkanku. Merasa aku semakin belum siap untuk kehilangannya. 

"Dasar lelaki lemah dan cengeng, bicara!" ucapku dalam hati. Berusaha untuk menguatkan diri sendiri, agar bisa menjawab pertanyaan seorang perempuan yang masih menunggu jawabanku di seberang sana.

"Aku masih belum dapat jawabannya. Aku butuh waktu," ucapku hati-hati.

"Mau sampai kapan?"

"Maksudnya?" Jawabku.

"Ya, mau sampai kapan kamu lari dari masalah? diemin aku berlarut-larut kayak gini." 

Aku kembali terdiam. Sejenak mencerna dan memikirkan kata-katanya. Aku baru menyadari selama ini bukan masalah atau dia yang jadi masalah. Tapi aku lah masalah itu sendiri. Aku yang selalu lari dari masalah dan aku yang lebih memilih menyendiri ketimbang mengutarakan perasaanku padanya.

"Coba kamu pikirin baik-baik.." Dia memulai kembali percakapan setelah lama menungguku yang tak kunjung menjawab. Kemudian dia melanjutkan.

"Kamu itu laki-laki. Yang di mana nantinya kamu bakal jadi imam buat keluarga kamu. Kalo kamu nggak bisa ngubah sikap dan sifat kamu, aku cuma khawatir nantinya kamu malah terlalu asik sama kesendirian kamu. Itu nggak baik,"

"Hmm…" Aku mengehela nafas panjang sebelum akhirnya ia kembali melanjutkan.

"Aku tau kamu itu introvert, punya perasaan yang sensitif dan gampang tersinggung. Tapi mau sampai kapan kamu bersikap kayak gini. Semua hal bisa berubah, tergantung niat dan kesungguhan dari orang itu sendiri. Percaya kan kalo Allah itu Maha Adil? Kamu hanya perlu ikhlas, bersyukur dan lapangkan hati,"

"Aku juga minta maaf kalo sifat dan cara aku bersikap ke kamu sering buat kamu tersinggung dan marah, mungkin. Tapi kalo emang kamu sekecewa itu dan lebih memilih untuk menyelesaikan hubungan yang udah kamu mulai ini, aku ikhlas. Karena aku nggak bisa maksain seseorang yang bahkan nggak mau bertahan sama aku,"

Aku kembali mencerna setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya. Kalo dipikir lagi, kata-katanya emang 'ngena' banget. Selama ini aku hanya terlalu memikirkan perasaan dan ego aku sendiri, tanpa aku sadari aku sudah lama menyakiti perasaannya.

"Aku mau di bulan ramadan ini, jadi kesempatan buat kita saling intropeksi diri, menjadi lebih baik setiap harinya dan bisa berubah ke hal yang lebih positif," Lanjutnya, kali ini dengan suara yang lebih lembut dan menenangkan. Aku coba beranikan diri untuk mulai berbicara. Menjawab semua pertanyaan yang sudah dia lontarkan.

"Iya, aku minta maaf kalo emang aku salah. Aku yang terlalu asik sama kesendirian aku, sampai aku lupa kalo ada kamu yang selalu jagain aku, ngertiin aku, nungguin aku dan sayang sama aku. Aku nggak tahu ke depannya hubungan kita kayak gimana, cuma seperti yang kamu bilang, di bulan ramadan ini aku mau kita berubah jadi pribadi yang lebih baik lagi,"

"Iya aku mau. Aku mau semuanya asal tetep sama kamu." Aku tersenyum. Meskipun aku tahu dia tidak bisa melihatnya.

Tak terasa saat kulihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 03.28 pagi. Hujan pun sudah lama reda. Mataku mulai lebam dan kepalaku mulai terasa berat. Ingin rasanya segera tidur agar pikiranku malam ini bisa sejenak beristirahat.

"By the way, makasih ya buat nasihat dan pencerahan kamu malam ini. Maaf jadi ganggu waktu istirahat kamu."

"Iya, tak apa kok. Selagi aku mampu, aku akan selalu ada buat kamu." Jawabannya kembali menenangkanku. Meskipun dia diseberang sana, aku tahu dia sedang tersenyum karena jawabanku.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

karena setelah ini akan ada setelah itu, maka dari itu selesaikan dulu yang ini.

CLOSE