#DiIndonesiaAja-Besiasat Saat Pertama Kali ke Pulau Lombok, Dua Pulau Bisa Terlampaui.

Liburan sambil ngerjain proker KKN

Beruntungnya bisa KKN ke luar pulau jawa. Iya, saya baru pertama kali keluar pulau jawa, dan ternyata. NAGIH !. Bukan ingin mengulang KKN lagi, tetapi sensasi berpergiannya dan ketemu orang baru itu lho, yang bikin saya merasa mainnya kurang jauh. Malaka, Lombok, NTB menjadi tujuan tim KKN kami pasca recovery gempa tahun 2018 silam. Pertama-tama saya diantar sama kakak laki-laki saya naik vespa Sprint nya. Kemungkinan kejutan akan saya temui saat sampai di Bandara Lombok yang sudah ganti nama menjadi bandara Zainuddin Abdul Majid (ZAMIA), atau saya akan jadi manja dan minta pulang saja, ngawur.

Advertisement

Tujuan selanjutnya adalah dusun Pandanan, dari posko kami menginap sekitar 3 menit berjalan sudah terlihat air laut, deburan ombak besar terdengar saat 3 hari setelah kami bermukim bahkan besok paginya kapal-kapal nelayan rusak, ini curhatan anak-anak nelayan yang main ke posko sambil belajar menggambar. Sayangnya di posko tidak ada bapak atau ibu angkat jadi sangat mandiri yang ada hanya tetangga.

Belajar bahasa sasak sesaat namun melekat saya simak saat berkunjung ke rumah mereka. “Tabeq!” itu yang melekat hingga sekarang yang artinya “Permisi!” tak hanya percakapan menggunakan bahasa daerah, kami juga menikmati makanan berupa sayur bening daun kelor. Pekerjaan nelayan ya melaut, berangkat saat matahari belum terbit antara jam empat pagi, hingga nelayan pulang sampai ke tepi pantai sekitar pukul delapan lebih. Kami mencoba membantu mereka mendorong kapal-kapal ke pinggir, pulang-pulang kami diberi ikan tongkol 20 ekor yang ukurannya gede-gede saran mereka paling enak di masak jadi ikan asap atau di bakar.

Tiba waktu malam hari kami ngopi Bajang ngumpul sambil ngobrol, kami ingin mendengar cerita pak Utsman tetangga baik kami selama KKN di Pandanan mengenai peristiwa gempa yang pernah terjadi. Mendengarkan ceritanya saya merasa sedang mendengar kisah dalam buku cerita masa lalu yang tak pernah saya rasakan seperti halnya mengajar ngaji di pulau yang terkenal dengan sebutan 1000 masjid ini bahkan saya dan rekan-rekan sempat membantu memindahkan pasir untuk membangun lantai masjid tempat kami mengajar ngaji bersama adik-adik di sana memakai ember lalu di oper-oper agar bebannya terasa ringan, setelah beberapa minggu pembangunan akhirnya selesai yang di lanjutkan dengan doa tasyakuran bersama berupa makan Begibung alias makan dalam satu loyang yang sama.

Advertisement

Rasa kebersamaan dibangun dari hal-hal yang sederhana setiap hari saya terima begitu saja, sulit saat saya dan tim kkn kami harus pulang dari dusun Pandanan rasanya saya ingin kesana lagi, suasana pagi yang sangat jarang saya rasakan meskipun ayam Taliwang khas lombok sudah saya rasakan, ikan tuna tusuk yang tiap pagi lewat depan posko, warung penjual ketipat mangkuk krupuk isi sayur kangkung rasa pedas asem, ikan bakar harga murah plus sambel terong bakar di makan di pinggir pantai. Bahkan saya sempat ke dusun Gangga mencari kopi dan membawa sebuah durian matang gratis dari pemilik kebun kemudian hasil temuan kopi kami antar ke penyangrai kopi tradisional yang terkenal membuat kopi beras di dusun Pandanan.

Kopi beras di sangrai menjadi satu hingga ke coklatan, saat di seduh dalam gelas kopi beras ini tidak akan terlalu banyak kafein. Kopi ini pula yang saya bawa pulang sebagai kenang-kenangan. Selain keindahan alamnya disana juga terdapat museum NTB yang cukup luas isinya antara lain terdapat replika penampakan geografis alam, benda-benda bersenjata, alat-alat matapencaharian, busana tradisional, dan perhiasan. Singkat waktu kami juga pergi ke kampung Sade untuk berkeliling mengitari perkampungan khas adat Sasak. Paket lengkap berwisata di pulau Lombok sambil mampir ke Gili Trawangan ataupun ke Desa Beliq juga.

Sebagai penutup di dusun Pandanan juga terdapat kegiatan kumpul-kumpul selain kopi Bajang yakni kompetisi burung Kecepret atau burung puyuh yang di kompetisikan di area lapangan saat malam hari sebagai hiburan rakyat yang mengikutipun cukup banyak jadi kompetisi ini adalah untuk mendengarkan berapa banyak burung puyuh itu mengeluarkan suara “Kecepret” itulah juaranya. Lagi-lagi kami belajar mengenai peristiwa kebersamaan di dusun Pandanan dengan tradisi yang berbeda hal ini pula yang membuat sikap saya menjadi semakin memahami sikap mengharagai dan bertoleransi.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE