Dusun Nitikan, Kampung Halaman yang Selalu Buat Rindu

Di sebelah timur Kota Jogja ada sebuah kabupaten yang salah satu wilayahnya terkenal dengan budaya, adat-istiadat, kesenian, religius, kerajinan bambu. bahkan keindahan alam yang masih asri tanpa tersentuh oleh limbah Pabrik-Pabrik industri besar. Tepatnya di Dusun Nitikan, Desa Semanu, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidu Provinsi DIYl. Di Dusun Nitikan inilah tempat penulis dilahirkan dan dibesarkan.

Dalam budaya dan adat-istiadat, Dusun Nitikan sangat khas dengan sengkuyung bareng atau bisa diartikan saling peduli satu sama lain serta gotong royong demi mencapai kemaslahatan bersama. Salah satu penerapannya adalah dengan upacara adat Rasulan. Rasulan merupakan upacara tahunan sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen padi, jagung, kacang, serta semua hasil bumi Dusun Nitikan. Selain ungkapan rasa syukur, Rasulan juga menjadi wadah bagi masyarakat untuk saling berbagi satu sama lain.

Upacara adat Rasulan terdiri dari beragam acara. Seminggu sebelum hari H, biasanya diadakan acara turnamen olahraga antar RT yaitu Voli, Badminton, serta permainan era 90-an seperti gobak slodor, lari karung dsb. Turnamen ini bisa dikatakan sebagai kegiatan pembuka tradisi Rasulan. Menariknya semua warga pasti turut berpartisipasi dalam kegiatan ini, baik anak kecil, anak muda dan juga golongan dewasa sampai orang tua. Selain memeriahkan acara kegiatan olahraga dapat menambah kebugaran jasmani serta sedikit bernostalgia permainan era 90-an.

Setelah acara turnamen olahraga, malam sebelum hari-H diadakan pertunjukan kesenian Tari, Ketoprak atau Teater, Campursari dan juga Dangdut. Didalam pertunjukan Tari, biasanya berasal dari anak-anak TK sampai SMP untuk meningkatkan mental serta kepercayaan diri. Untuk Ketoprak atau Teater, di Dusun Nitikan ada sebuah Sanggar Ketoprak yang anggotanya golongan tua. Sanggar ini juga menjadi tempat bagi golongan tua untuk selalu berkarya dalam bidang kesenian karena pada prinsipnya kesenian tidak hanya berlaku bagi kaum muda tapi semua kalangan usia. Setelah selesai acara Ketoprak, diikuti pertunjukan Campursari maupun Dangdut yang juga kelompoknya dari Dusun Nitikan sendiri. Biasanya acara Campursari maupun Dangdut dikhususkan bagi kaum muda yang ingin berjoget ria menikmati alunan musik khas daerah ini.

Sampai pada puncak acara pada hari H, paginya diadakan acara genduri atau masyarakat biasa menyebutnya metokke. Sebelum adzan subuh semua kepala keluarga menyembelih ayam jantan untuk dijadikan ingkung yang nantinya dibawa ke Balai Dusun dan menjadi syarat upacara metokke. Menyembelih ayam untuk ingkung ini wajib bagi setiap kepala keluarga karena pada dasarnya metokke adalah acara inti dari Rasulan. Nantinya setelah semua kepala keluarga berkumpul di Balai Dusun kepala kaum atau kepala suku akan memimpin jalannya upacara dan berdoa bersama. Setelah itu ingkung beserta nasi uduk akan saling ditukarkan agar semua saling merasakan masakan yang berbeda-beda. Selain itu ingkung juga dibagi menjadi dua yang belahan satunya diberikan kepada masyarakat yang keluarganya banyak akan tetapi kemampuan finansial kurang mencukupi, lansia yang sudah tidak mempunyai keluarga dan lainnya.

Selain itu, upacara metokke juga mengajarkan masyarakat untuk ikhlas dalam berbagi. Ada sebuah mitos bahwa ketika seseorang tidak ikhlas untuk menyembelih ayam ingkung, maka masakan ingkungnya akan menjadi tidak enak dan terkadang berbau tidak sedap. Menyembelih ayam itu wajib bagi setiap kepala keluarga, maka agar tidak memberatkan bagi masyarakat yang kurang mampu, acara rasulan ini sudah dirapatkan 3-4 bulan sebelumnya agar masyarakat mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk Rasulan.

Setelah acara metokke, Rasulan dilanjutkan dengan kirab budaya sepanjang jalan Dusun Nitikan. Kirab budaya ini diiringi dengan berbagai macam Gunungan, Bregodo, Reog, Jaranan dan masih banyak kesenian-kesenian daerah dari Dusun Nitikan. Nantinya kirab ini berhenti di Balai Dusun untuk menyelenggarakan upacara serta doa bersama. Setelah upacara dan doa bersama selesai, Gunungan hasil bumi berupa padi, jagung, buah-buahan nantinya diperebutkan oleh masyarakat yang mengharap keberkahan dari rentetan upacara Rasulan.

Selain Rasulan, Dusun Nitikan juga terkenal dengan sentra kerajinan bambu. Terutama pada pembuatan kerajinan sangkar burung. Hampir mayoritas penduduknya berpenghasilan dari penjualan kerajinan sangkar ini. Memang terlihat sepele, namun distribusi sangkarnya sudah mencapai luar Jawa. Bahkan jika ditekuni, pendapatan dari penjualan sangkar burung ini bisa melebihi gaji UMR. Beberapa orang juga menjual kerajinan bambu yang lain seperti lampion, meja bambu, kursi bambu, hiasan dinding dan masih banyak lagi.

Namun yang paling membuat rindu akan kampung halaman ialah alamnya yang masih asri. Suasana pedesaan, sawah, hutan jati, serta sungai alami yang airnya masih jernih tanpa tercemar limbah Pabrik. Bahkan banyak para perantau ketika pulang kampung menyempatkan pergi ke sungai maupun sawah hanya untuk menenangkan pikiran dari hiruk pikuknya kota. Karena memang suasana di Dusun ini selalu membuat candu untuk pulang. Entah bagi penduduk asli maupun bagi pendatang yang pernah berkunjung. Dan hal ini pun juga dirasakan penulis.

Begitulah sedikit ulasan mengenai kampung halaman penulis. Meskipun suasana di kota selalu megah dan modern, namun kecintaan dan kerinduan tempat lahir pasti akan selalu muncul di dalam pikiran maupun perasaan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini