Gambaran Tokoh Ayah di Film-Film Indonesia sebagai Fatherless Country

Mungkin tidak banyak yang mengetahui bahwa Indonesia merupakan negara ke-3 di dunia yang termasuk dalam negara tanpa ayah (fatherless country) menurut hasil survei Fatherhood Institute’s Fairness in Families Index. Artinya, di Indonesia ketidakhadiran seorang ayah baik secara fisik maupun psikologis dalam kehidupan anak cukup besar.

Advertisement

Bila hal tersebut dikaitkan dengan kenyataan bahwa Indonesia dominan menganut sistem patriarki, menjadi tidak mengherankan. Pada ideologi patriarki, terdapat sejumlah mitos yang melekat pada ayah, diantaranya ayah tidak dibutuhkan anak karena ayah hanya berperan mencari nafkah.

Namun, seiring dengan munculnya empat tren sosial penting yang terjadi di dunia, diawali dari Amerika Serikat, membawa perubahan signifikan terkait konsep peran ayah dalam relasinya dengan anak. Empat tren sosial tersebut antara lain: peningkatan partisipasi perempuan sebagai angkatan kerja, peningkatan kehadiran ayah di rumah, peningkatan keterlibatan ayah dalam sebuah keluarga utuh dan peningkatan keragaman budaya di Amerika Serikat.

Akibatnya, terjadi perubahan yang memunculkan konsep fatherhood  sebagai bentuk maskulinitas baru, yakni maskulinitas yang melibatkan ayah untuk lebih bertanggung jawab pada hal-hal yang terkait dengan pengasuhan anak dan pekerjaan rumah tangga.

Advertisement

Konsep fatherhood inilah yang mencoba diusung oleh para sineas film di Indonesia khususnya di era 2000-an. Tercatat paling tidak terdapat 10 film Indonesia yang mencoba mengangkat tema fatherhood melalui karakter ayah dalam relasinya dengan anak dalam kehidupan keluarga.

Kesepuluh film tersebut diantaranya  Nagabonar Jadi 2 (2007), Tampan Tailor (2013), Lovely Man (2011), Ayah Menyayangi Tanpa Akhir (2015), Mencari Hilal (2015), Sabtu Bersama Bapak (2016), Cek Toko Sebelah (2016), Keluarga Cemara (2019), Orang Kaya Baru (2019) dan Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (2020).

Advertisement

Menarik bila mencermati kesepuluh film tersebut, delapan dari sepuluh menampilkan karakter ayah sebagai single parent, baik disebabkan karena pasangan meninggal ataupun perceraian. Sisanya menampilkan karakter ayah dalam sebuah keluarga yang utuh.

Sejumlah hal menarik ditemukan terkait penggambaran fatherhood di kesepuluh film Indonesia tersebut. Pertama, film Indonesia era 2000-an menggambarkan ayah sebagai sosok yang tidak hanya berperan sebagai pemberi nafkah, namun juga berperan ssebagai supportive dan cooperative caregiver dan role model yang baik, termasuk menjadi bagian integral urusan domestik. Hal ini sekaligus mengkonfirmasi  bahwa  konteks sosio kultural dan trend sosial di dunia melatarbelakangi pergeseran penggambaran fatherhood di Indonesia.

Kedua, terkait dengan sejumlah mitos yang melekat pada ayah dalam sistem patriarki. Kesepuluh film tersebut disatu sisi mencoba mematahkannya, meski tetap saja ada mitos yang tetap dipertahankan. Mitos yang mencoba dipatahkan adalah mitos yang terkait dengan penggambaran ‘maskulinitas tradisional’ seorang ayah.

Dalam film-film tersebut ayah ditampilkan sebagai sosok yang sensitif, ekspresif dan memiliki hubungan lebih emosional dengan anaknya. Ayah juga digambarkan tidak hanya berperan di ranah publik, namun juga diranah domestik, bahkan ada di salah satu film yang memperlihatkan ayah berperan mengasuh anak semenjak lahir.

Ketiga, tidak dapat dipungkiri, konteks sosio kultural Indonesia yang beragam mempengaruhi sosialisasi nilai patriarki yang diajarkan dalam keluarga secara turun menurun. Konteks sosio kultural diantaranya etnis, agama, dan jenis kelamin anak, tentunya akan mempengaruhi bentuk fatherhood yang dilakukan ayah dalam relasinya dengan anak. Misalnya pada film Lovely Man, diperlihatkan bagaimana sosok ayah yang ditampilkan melalui karakter Ipuy, seorang transgender menjalankan peran fatherhood pada anak perempuannya yang berusia remaja.

Melalui kesepuluh film Indonesia dengan tema fatherhood tersebut, sedikit banyak kita akhirnya menjadi paham bahwa di masyarakat terdapat realitas perubahan konsep fatherhood. Realitas yang terjadi di masyarakat mencoba di potret melalui film oleh para sineas Indonesia. Oleh karena salah satu fungsi film adalah merepresentasikan realitas kehidupan di masyarakat.

Sehingga bila dikaitkan kembali dengan hasil survei yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara ke-3 sebagai fatherless country, ada upaya dari para sineas mengungkap realitas lain yang ada, tumbuh dan berkembang di masyarakat.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Editor

Penikmat buku dan perjalanan

CLOSE