Guru di Masa Pandemi, Kondisi Ini Menjadi Batu Ujian Bagi Kami.

Guru digugu lan ditiru, bagi kami kaum honorer yang bekerja berdasarkan ingin mengamalkan ilmu pendidikan meski dengan jadi yang tak bisa dianggap pantas. Regulasi dan wacana kenaikan gaji hanyalah sebuah mimpi dengan segudang acara dan aturan dan syarat tertentu, meski begitu bukan berarti kami pantang mundur, karena pada kenyataannya masih banyak sekali yang membutuhkan seorang guru. Di era pandemi yang kian membabi buta, ketika regulasi dan aturan makin diperketat, bahkan wacana mau bagaimana pendidikan ini berlangsung masih digaungkan, pembelajaran tetap berlangsung, suka ataupun tidak dengan kondisi dan situasi sekarang yang tidak jelas kapan akan berhenti, kita sebagai tenaga pendidiktetap harus menyampaikan materi .

Advertisement

Kondisi pandemi ini menjadi batu ujian bagi kami, karena nyatanya angka putus sekolah, bahkan menikah dini di masa pandemi ini meningkat, alasan yang dilontarkan tentu tak bisa ditampik, tak paham materi, bosan, minimnya informasi dan lain-lain. Tantangan di era pandemi ini harusnya membuat kami makin berinovasi untuk tetap menarik minat anak-anak dalam menuntut ilmu, kendala kendala lain yang masih menjadi momok bagi anak-anak di masa ini yang masih mengikuti juga berpengaruh dalam pembelajaran.

Tak bisa dipungkiri akses internet menjadi salah satu bagian terpenting yang harus ada, tak hanya akses tapi kuota internet pun juga menjadi bagian yang tak terpisahkan. kita seolah dihadapkan pada sebuah tuntutan, dimana laju informasi yang kian berjalan terdepan tak diimbangi dengan kemampuan penyerapan siswa dalam menyaring hal yang positif dan negatif.

Ini juga menjadi tugas guru yang tak terbantahkan harus selalu mendampingi siswa, menjadi sahabat, terdengar klise memang karena jika kita menilik jauh ke belakang tak menutup kemungkinan ada guru yang dinilai negatif dan positif. Masa pandemi ini membuat kita harus semakin introspeksi diri, terkadang ingin mengesampingkan ego dengan mengedepankan rasa "ngesakke" yang membuat kita harus menilai anak dengan segala tindak tandukknya, nilai yang harusnya minuspun terkadang harus diputar otak untuk membuat plus, hmmmm ilmu ngesakne di masa pandemi ini kadang menjadikan kita seperti orang jahat.

Advertisement

Bagaimana tidak? Harusnya kita menyiapkan mental, fisik bakal mereka terjun ke masyarakat dengan sebuah kejujuran, dan realistis sebuah kemampuan, tapi pada kenyataannya? Berapa persen di antata kita yang menilai sebuah objek dengan objektif? Bukan malah subjektif.

Kita tak perlu terlalu muluk muluk berharap anak harus terlihat sempurna, dan paham terhadap semua materi kita, lawong kita saja terkadang masih blank, alangkah kita lebih baik maju selangkah demi selangkah untuk mengajar mereka. Di era ini nyawa kita dipertaruhkan, masa depan bangsa ada di ujung tombak, perkembangan zaman yang makin brutal membuat kita sendiri susah apalagi kelak di masa depan, 

Advertisement

Tiada manusia yang sempurna, maka dari itu sebagai pengajar kitapun mesti berintrospeksi diri, tak hanya menuntut anak tapi juga harus memberikan yang terbaik untuk anak didik kita, ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tutwuri handayani. Tiada anak didik yang bodoh tapi hanya guru yang tak mampu memberikan pehaman. 

Setiap anak terlahir spesial, berikan kasih sayang tanpa pamrih, maka adab yang baik juga akan timbul.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

menuju bahagia baru

CLOSE