Seperti inilah bumi kita…
Tanah tempat kita berpijak
Menampung air hujan tiada henti
Sungai tempat kita bermain
Berubah warna menjadi cokelat
Di laut tempat kita melihat keindahan
Terdampar penyu tanpa tempurung
Di udara tempat kita menghirup kesegaran
Banyak asap dari jantung hutan
Sungguh memprihatinkan…
Tulisan puisi singkat di atas menggambarkan kehidupan bumi yang begitu rusak. Banjir terjadi di mana-mana dan merusak tanah. Banyak hewan di laut yang mati, sungai mulai tercemar, udara menjadi kotor, dan hutan terbakar. Sudah banyak puisi sindiran untuk manusia yang merusak bumi ini. Namun, kita tetap tidak peduli. Semua itu hanya kita anggap sebagai angin lalu. Hanya sekadar hiburan.
Bahkan, hanya karya sastra biasa!
Pernahkah terlintas di benak kalian, betapa sengsaranya bumi kita selama ini? Bumi yang diciptakan Tuhan dengan begitu sempurna, dengan begitu indah, harus menangis akibat ulah kita sebagai manusia. Kita selalu mencari pembelaan ke sana dan ke sini, kita seolah tak pernah mau disalahkan atas segala bencana alam yang terjadi.
Sangat memalukan!
Kita sebagai manusia adalah khalifah di muka bumi ini. Sudah seharusnya kita menjaga dan merawat alam dengan sangat baik. Melestarikan bumi agar tetap asri dan hijau. Akan tetapi, apa yang terjadi? Kita melakukan yang sebaliknya. Kita banyak mengeksploitasi alam ini. Sadar? Sepertinya tidak. Setelah ditegur berkali-kali oleh Tuhan melalui bencana yang terjadi, kita tetap mengulanginya. Pertanyaannya, kapan mau berubah?
Ribuan tahun yang lalu, bumi tampak bercahaya dengan segala keajaiban alam yang ada di dalamnya. Saat manusia masuk dan meninggalinya, keadaan telah berubah. Pada 1960 sampai 1970-an, Amerika Serikat mengalami gejolak ekonomi dan politik. Masyarakat di sana mengisap gas bertimbal dalam jumlah besar karena pabrik-pabrik pada saat itu menghasilkan lumpur dan banyak asap yang tidak terkontrol.
Di tahun ini, keadaan bumi terlihat sangat kacau. Polusi udara terjadi di mana-mana. Menanggapi hal tersebut, pada 1962, seseorang bernama Rachel Carson menerbitkan buku yang menyoroti masalah lingkungan, terutama bahaya pestisida di daerah pedesaan Amerika Serikat. Penerbitan buku tersebut menjadi langkah awal yang baik untuk meningkatkan kesadaran manusia terhadap kelestarian lingkungan. Buku sebanyak 500.000 eksemplar ini terjual di 24 negara berbeda di dunia.
Peristiwa inilah yang menjadi awal terbentuknya gerakan peduli lingkungan modern. Dari tahun ke tahun semakin banyak aktivis lingkungan yang hebat. Hal ini terlihat dari salah satu gagasan mengenai ‘Hari Bumi’ yang disampaikan oleh Gaylord Nelson pada 1969 saat banyak masyarakat tidak mengetahui istilah daur ulang. Hari Bumi pertama yang dilaksanakan berhasil membawa perubahan pada lingkungan. Sejak saat itulah, Hari Bumi terus diperingati setiap 22 April hingga saat ini.
Dari sejarah singkat lahirnya Hari Bumi, sebenarnya kita bisa melihat bahwa sejak saat itu, kegigihan dan semangat para aktivis lingkungan telah diwariskan kepada kita. Para aktivis hebat zaman itu tentu mengharapkan kita sebagai generasi penerus untuk melanjutkan perjuangan yang sudah mereka rintis dari nol.
Mulai dari hal yang sederhana
Untuk menjaga warisan sejarah yang sudah dilimpahkan kepada kita, memang bukan hal yang mudah. Akan tetapi, tidak ada salahnya untuk dimulai dan dicoba dari sekarang. Penyesalan memang selalu datang di akhir. Maka dari itu, jangan biarkan perasaan tersebut menyelimuti pikiran kita karena kesalahan yang kita lakukan sendiri.
Sebagai generasi penerus, sebaiknya kita mulai berpikir dari sekarang. Apa yang bisa kita berikan untuk bumi ini? Apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga lingkungan ini? Merenung, berpikir, dan melakukan refleksi terhadap diri sendiri adalah hal yang tepat untuk dilakukan.
Bumi kita bukanlah bumi yang sombong. Bumi kita tidak perlu harta dan kekayaan yang melimpah. Hanya dengan tindakan yang sederhana, bumi kita sudah bahagia. Sebagai generasi penerus, kita bisa mulai dari hal yang paling muda seperti menanam pohon. Kenapa?
Tentu saja bumi akan senang jika kita menanam banyak pohon untuk menghiasi lingkungan di sekitar kita. Tahukah kalian bahwa satu pohon bisa membersihkan udara bersih untuk satu kota? Sungguh hal yang menakjubkan! Pohon yang kita tanam bisa menjadi fondasi dasar dalam merawat setiap ekosistem yang ada. Dilansir dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), disebutkan bahwa pada 1 hektare Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dipenuhi pohon besar, dihasilkan 0,6 ton oksigen untuk 1.500 penduduk/hari. Dapat kita lihat bahwa pohon memang berperan sebagai penopang berbagai sendi kehidupan di muka bumi ini.
Masa pandemi bukan penghalang
Kehidupan kita di tengah pandemi Covid-19 memang sangat berubah, dapat dikatakan cukup meresahkan. Semua aktivitas menjadi terhambat. Namun, kita harus tetap menjaga bumi dan memperingati Hari Bumi. Kenapa tidak? Saat ini kita telah berada di era new normal. Perlahan-lahan, seluruh aktivitas manusia akan kembali seperti semula. Kita cukup menerapkan protokol kesehatan: mencuci tangan, menggunakan masker, dan menjaga jarak. Selain itu, dengan kreativitas dan kecerdasan manusia, Hari Bumi dapat diperingati dengan berbagai inovasi yang menarik.
Saat ini, kita berada di era teknologi modern. Meskipun pandemi Covid-19, kita tetap bisa melestarikan bumi dengan merawat lingkungan di rumah masing-masing dan melakukan kampanye melalui media sosial. Hari Bumi selalu dimaknai sebagai gerakan memupuk kesadaran kolektif guna menjaga kelestarian lingkungan hidup. Dukungan menjaga bumi pun juga dilakukan oleh Google. Pada peringatan di tengah pandemi, melalui Google Doodle, perusahaan ini membuat animasi yang mengingatkan kita mengenai pentingnya untuk menanam benih. Dari hal ini, secara tidak langsung, Google telah mengedukasi masyarakat dan ikut menghargai warisan sejarah para aktivis lingkungan hebat dengan meramaikan Hari Bumi melalui inovasi digital. Kita sebagai generasi penerus juga bisa melakukan hal serupa.
Membuat senyum bumi Indonesia
Sebagai penerus warisan sejarah, kita harus sadar akan pentingnya menjaga lingkungan sekitar. Sudah sangat lama bumi ini menangis meminta pertolongan. Sudah sangat lama bumi meronta-ronta. Tidak ada satu orang pun yang mendengarkan. Tidak ada satu orang pun yang peduli.
Sangat menyedihkan!
Kini, kita sebagai manusia sekaligus masyarakat Indonesia harus segera membuka mata dan mengulurkan tangan kepada bumi di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tercinta ini. Sudah cukup penderitaan yang ditanggung. Sudah cukup air mata yang dikeluarkannya. Saat ini, giliran kita yang harus bekerja keras, membenahi semua kehancuran yang sudah kita perbuat.
Semoga paparan ini mampu membukakan pikiran kita bersama dan sanggup mengusung tanya dalam diri kita masing-masing.
“Sudahkah kita melakukan yang terbaik bagi bumi Indonesia?”
Mari! Kita jawab itu dengan tindakan nyata yang kita lakukan. Selamat Hari Bumi Sedunia!
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”