Hati yang Terjaga di Sujud Doa. Memahami Seluruh Rasa yang Ada

renungan hati

Pergantian tahun menghitung hari. Detik dari detik yang berganti menorehkan banyak hikmah dan karunia sepaket dengan makna dan juga pesan hangatnya dalam senyuman. Haru, sendu dan ucap syukur dikecup syahdu di sujud munajat yang terjaga. Terlampau dalam diresapi, terlampau lara melepaskan rasa yang singgah. Ada hal-hal yang terjadi menguji rasa, ada pahit serta tumpukan manis di baliknya.

Advertisement

Terima kasih atas kesempatan dan karunia kepercayaan terlebih kepada Allah yang maha menjaga. Meniatkan dari hati, menjalani teruntuk Allah dan semua tuk Allah yang terkasih. Ada yang tak terduga atau bahkan tak sanggup tuk kita membayangkan dari sebelumnya. Ada yang mengalir terlalu dalam menyusuri sebuah arti pembelajaran. Ada arti dari kehilangan.

Perihal sebuah rasa yang tiba-tiba menyapa tanpa aba-aba lalu ia mengalir tumbuh dan bersemi hingga detik ini. Benarkah hati ini masih terlalu perih menerima kenyataan kekata harus menepi, pada dirimu yang terlamapau jauh pada sebuah jarak yang berbicara, engkau pergi kearah dia. Tangisan demi tangisan yang mengalir ada dipenghujung malam sujud terjaga menjadi kesaksian dari sebuah nurani. Renungan merenungi, berusaha berkompromi kepada hati yang masih merasakan semiannya yang terkasih pada sebuah alur yang menjadi rahasia Rabbi. Sebuah kasih sayang yang terpatri, memendam sebuah rasa yang terletak didalam dada sekaligus kenyataan yang berkata, hingga aku sendiri pun lupa akan nada suara tangisku sendiri. Serupakah dengan dirimu disana yang juga mengerti akan hal rasa yang pernah ada diantara kita pada junjungan jarak yang mengujinya? Doa ini menyertaimu dan tak luput dari Allah yang maha menjadi pemerhati.

Memperjuangkan hati berpasrah dalam doa rahasia yang mampu diriku lakukan saat ini, entah sampai kapan. Apakah sampai surat undangan terlampir menyaksikan kau bersanding dengan yang lain? Sepi di antara tengahnya kerumunan hari. Setiap sujud doa semakin membuat aku merindu menyayangi dirimu atas nama Allah yang maha menciptakan kasih sayang dan memiliki hati. Sanggupkah hati ini menyaksikan menerima suratan yang sedemikian dalam dalam arti kehilangan sebelum pada akhirnya dipertemukan? Entahlah, bayang-bayang sebuah ketakutan itu seolah harus kupersiapkan dari jauh-jauh hari, melanglang menghantuiku. Mungkinkah sebuah keajaiban akan bertandang?

Advertisement

Menanti bukan sekadar menanti. Di balik sebuah penantian ada doa yang terus dilangitkan dan kesabaran yang luar biasa dalam dan indah di dalam petikan maknanya, sebuah penantian di dalam proses memantaskan dan memperbaiki diri.

Memperbanyak belajar dan mendalami makna kehidupan dari tempaan sebuah mental yang mengutuhkan semangat diri. Kita perlu evaluasi, hal apa saja yang hilang dan bahkan terlewatkan ataupun sepaket dengan air mata yang tertumpah. Dari hal yang kerap menguras sebuah kata perasaan mampu mejadi perenungan agar menapaki dan menitinya menjadi lebih baik ke depan.

Advertisement

Dalam sabar luasnya penantian, penantian yang masih menjadi teka-teki hangat. Sabarlah menanti akan ketibaan pelangi jiwa yang menyapa. Perlahan namun tak kan menutup kasih sayang serta karunia Allah yang maha menjaga hati dan jiwa kita. Dalam dilema sebuah kehidupan, dibalik garis likuan seseorang pastinya memiliki sebuah tarik ulur yang kerap menguras air mata. Ada sisi gelap, akan sudah pasti terkandung makna sisi jiwa yang menjadi sisi penerang kelak menjadi sebuah titik di mana pada suatu saat nanti kita pandai dalam menyikapi kandungan makna yang terjadi di dalamnya.

Menguatkan hati dan juga jiwa dari musim yang silih berganti. Setiap musim yang berganti ada titik fase yang menuai secercah hikmah dan maknanya. Ada musim semi yang merundung hati dalam fase yang menjadi penghubung, perekat atau bahkan pemisah diantara sebuah kekata jarak. Ada garis musim di mana saat pergantian musim dingin yang singgah tak selamanya menghujan, kelak kan disapa musim pancaroba yang membuat teriknya. Di balik semuanya ada sisi-sisi yang terus harus dipelajari. Memetik sepotong cermin yang berhadapan dengan alur sebuah klimaks perjalanan. Berdamai dengan elegi silam, berdamai dengan kenyataan diantara kompromi logika dan juga hati~

Sabar dalam menanti akan tibanya pelangi jiwa yang sejati. Menguatkan hati dalam jaga. Memasrahkan arah alurnya titik rasa kepada Yang Maha Menggenggam Hati. Merayap tanpa aba-aba lalu bersemi tanpa suara. Ketikan lara itu menjadi sirna. Perekat iman yang sejati terhubung antara sujud kening langit doa yang mengiba. Ketikan lara itu menjadi sirna asalkan hati bersatu menjaga dalam doa.

Apabila kita mencari ridho-Nya Allah semata sebagai jalan untuk ibadah, insyaallah kelak di waktu yang tepat kau akan menemukan sebenar-benarnya cinta yang sejati. Sebingkai cinta yang tulus dan suci yang datangnya dari Rabbi. Mungkin alurnya perlahan, tetapi pasti kelak saling menuju ke arah hati yang dituju. Tempat berlabuh, tempat berpulang, tempat menetap yang memang Allah takdirkan layak tuk mengisi ruang hati yang terjaga. Allah yang mengatur alur narasi suratan kita. Sebagai insan kita hanya mampu menjalani dan meminta selalu dikuatkan, dilapangkan hati. Dalam hidup dan tempat kita kembali nanti. Biarlah Allah yang menggerakkan hati, biarlah Allah yang meletakkan hati, menyatukan dua hati menjadi satu atas nama ridho-Nya Rabbi.

Salam cinta, terima kasih~

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE