Healthy Thoughts VS Toxic Thoughts: Apa yang Kita Pikirkan Menentukan Kesehatan

Karena kita sendiri yang akan mengatur itu semua

Kesehatan mental sangatlah vital dalam setiap kehidupan individu. Where the mind goes the man follows. Apa yang timbul di dalam pikiran, sangat menentukan tindakan dan mempengaruhi kesehatan fisik kita. Tidak mungkin seseorang memiliki kehidupan yang positif dan pada saat yang bersamaan memiliki pikiran yang negatif.

Advertisement

Berdasarkan pengalaman pribadi hidup di kota besar dengan berbagai aktivitas, interaksi sosial yang ramai, arus informasi yang begitu cepat dan sosial media yang hiruk pikuk, menjadikan kita lelah secara mental maupun emosional. Tekanan dari sosial seakan tak terhindarkan. Membandingkan diri dalam segi kesuksesan yang dilihat melalui sosial media, menjadi hal yang lazim bagi kita yang hidup di era ini. Tanpa kita sadari toxic thoughts pun semakin menumpuk di alam bawah sadar kita. Mood yang fluktuatif, keinginan untuk marah dan berkata kasar muncul dalam frekuensi yang cukup intens, curiga berlebihan dengan orang lain menggerogoti akal sehat kita.

Tidak hanya Anda, namun hal ini pun menimpa saya. Beberapa bulan yang lalu, saya baru saja mengikuti kegiatan Trade Expo. Karena saat ini saya bekerja dan berdomisili di Dar es Salaam, Afrika Timur. Saya membawa para delegasi dari beberapa negara di Afrika Timur untuk mengikuti acara Expo tersebut. Saya mendampingi para delegasi hampir kurang lebih 5 hari. Berjibaku dengan banyaknya permintaan dari para delegasi, mengatur pertemuan dll, cukup membuat saya kewalahan. Hingga pada suatu hari selepas bekerja, saya mencoba untuk berisitirahat. Namun pada malam itu terdapat hal yang berbeda. Saya merasa detak jantung saya berdetak secara tidak beraturan. Saya pun merasa panik, hingga pada keesokan harinya saya mendatangi cardiac center untuk dilakukan pemeriksaan.

Ternyata benar, terdapat masalah pada irama detak jantung saya. Dalam istilah medis ini dinamakan aritmia. Ini adalah gangguan yang terjadi pada irama jantung. Penderita aritmia bisa merasakan irama jantungnya terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur. Setelah melihat kondisi tersebut, namun dokter belum bisa menentukan diagnosa. Sehingga dokter menyarankan saya untuk melakukan beberapa tes, seperti Ekokardiografi (USG jantung) adalah sebuah metode pemeriksaan dengan menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi untuk menangkap gambar struktur organ jantung. Kemudian tes darah yang bertujuan untuk mengetahui kondisi kelenjar getah bening saya, serta test treadmill.

Advertisement

Ketiga tes tersebut telah saya lakukan, dengan harapan hasilnya memperlihatkan bahwa kondisi jantung saya dalam keadaan baik. Beberapa hari setelah melakukan tes, saya kembali ke Cardiac Center untuk bertemu dengan dokter membacakan hasil dari tes yang telah saya jalani. Thank God, dokter menyatakan bahwa hasilnya bagus, kondisi jantung saya dalam keadaan baik. Namun apa yang menyebabkan saya mengalami aritmia?

Atas dasar melihat kondisi jantung yang baik, dokter menyarankan saya untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater. Karena ia mencurigai bahwa aritmia terjadi akibat pengaruh psikis. Pernyataan dokter tersebut cukup membuat saya kaget. Pada akhirnya saya memutuskan untuk pergi menemui psikiater di rumah sakit yang berbeda.  Ini merupakan pengalaman pertama saya berkonsultasi dengan psikiater, kami berdiskusi panjang lebar mengenai banyak hal. Mulai dari kehidupan masa kecil saya hingga dewasa. Dia bertanya tentang ketakutan terbesar saya, hal-hal yang membuat saya stres. Kami juga membahas tentang riwayat kesehatan saya dan hasil tes yang saya lakukan di Cardiac Center. Di akhir pembicaraan kami, dia menjelaskan keadaan saya dan menghubungkan titik-titik alasan yang menyebabkan saya mengalami aritmia.

Advertisement

Psikiater tersebut mengatakan bahwa terdapat kimia dan saraf otonom di otak dan tubuh kita. Zat kimia ini terkait dengan hormon yang diproduksi dalam tubuh kita. Sedangkan hal yang berhubungan dengan saraf itu, terhubung ke jantung, sistem pencernaan, dan kulit. Jadi jika ada ketidakseimbangan kimiawi, itu akan mempengaruhi saraf otonom dan menyebabkan gangguan detak jantung, masalah pencernaan dan psoriasis pada kulit (kulit terkelupas).

Apa pemicunya? Dalam kasus saya, stress berkepanjangan yang tidak ditangani dengan benar, menyebabkan hormon stress atau kortisol di otak diproduksi dalam jumlah besar yang menyebabkan ketidakseimbangan di otak. Hormon lain seperti melatonin, endorfin dan serotonin yang harus diproduksi tetapi terhambat karena didominasi oleh hormon stress. Semua pertanyaan saya telah terjawab setelah saya mendengarkan penjelasannya. Terutama pertanyaan yang mengganggu saya  tentang detak jantung yang tidak teratur. Psikiater pun memberikan saya obat untuk rawat jalan. Dia memberi tahu saya tentang metode penanganan stres yang tepat dan meminta saya untuk beristirahat kapan pun tubuh saya membutuhkannya. Sekarang saya dalam masa pengobatan dan saya merasa jauh lebih baik setelah minum obat selama sekitar beberapa minggu.

Kejadian yang terjadi pada saya membuat saya semakin rajin untuk mengulik perihal dunia psikologi. Hingga pada akhirnya saya menemukan informasi dari seorang ahli yang berasal dari Afrika Selatan. Beliau bernama Dr Caroline Leaf. Ia adalah seorang Communication Pathologist dan Cognitive Neuroscientist dengan Masters dan  PhD dalam Communication Pathology dan BSc Logopaedics, spesialisasi Cognitive dan Metacognitive Neuropsychology. Ia sudah melakukan penelitian sejak awal tahun 80-an, dia meneliti hubungan antara pikiran-otak, kesehatan mental, dan pembentukan  memori. Dia adalah salah satu yang pertama di bidangnya yang mempelajari bagaimana otak dapat berubah (neuroplastisitas) dengan input pikiran terarah. 

Mendengarkan pernyataanya, membuat saya semakin sadar akan pentingnya kesehatan mental, serta kaitannya antara healthy thoughts dan toxic thoughts dengan kondisi fisik. Pada bukunya yang berjudul "Who Switched Off My Brain?" Ia menuliskan bahwa 87% hingga 95% penyakit yang terjadi pada diri kita saat ini adalah akibat langsung dari pemikiran kita. Apa yang kita pikirkan mempengaruhi kita secara fisik dan emosional.  

Selain itu Dr Caroline Leaf juga menjabarkan bahwa didalam otak kita terdapat neuroplastik. Kondisi neuroplastik didalam otak orang yang rutin berusaha untuk berpikir sehat (healthy thoughts) akan tampak seperti pohon yang subur. Namun berbeda dengan orang yang sering menempa dirinya dengan pikiran negatif atau toxic thoughts akan terlihat seperti pohon yang kering dan layu. Sehingga disarankan bagi kita untuk melatih diri kita untuk berpikir positif. Untuk senantiasa belajar  memasukan input yang positif di dalam pikiran kita, serta mulai memilah–milah hal yang patut untuk dipikiran dan yang tidak dipikirkan. We don’t have to think everything that just fall into our head. Memilih untuk bahagia ketimbang sedih. Bahagia tidak melulu datang secara natural namun harus diusahakan, because we are the master of our mind.  Hal ini tentu tidak mudah, namun mampu untuk dilakukan doable. Bergembiralah senantiasa karena hati yang gembira adalah obat.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Indonesian living in Tanzania

CLOSE